Tampilkan postingan dengan label pemerintah daerah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pemerintah daerah. Tampilkan semua postingan

pembangunan pedesaan, sedikit pengantar

Pembangunan pedesaan, dari dulu hingga sekarang selalu menjadi tema yang menarik diperbincangkan dalam diskursus pembangunan. Hal ini dikarenakan pembangunan pedesaan merupakan bagian integral sekaligus titik sentral dari pembangunan nasional. Kemampuan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, termasuk di desa sering dijadikan tolak ukur keberhasilan (kegagalan) pembangunan.

Sebagaimana hakikat dari pembangunan, yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, demikian juga dengan pembangunan pedesaan. Bahkan pembangunan pedesaan lebih dari sekedar mensejahterakan masyarakat semata, pembangunan pedesaan selalu diidentikan dengan upaya pemerintah untuk mengatasi keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan masyarakat desa.

Beragam upaya pemerintah telah dilakukan untuk mengatasi keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan masyarakat desa, diantara yang kita kenal adalah Kredit Usaha Tani (KUT) dan Inpres Desa Tertinggal (IDT). Selain itu juga ada program pembangunan pedesaan lainnya seperti Program Pembinaan dan Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil (P4K), Program Tabungan dan Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra-Kukesra), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal (P3DT), dan seterusnya. Namun, dari berbagai program pembangunan pedesaan tersebut, yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dilihat dari sekian lama waktu dan banyaknya dana yang dipergunakan, belum ada fakta riil yang menjadi indikator keberhasilan pembangunan pedesaan.

Hal ini paling tidak dikarenakan program pembangunan pedesaan umumnya hanya dilihat dari sudut kacamata ekonomi yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan yang bersifat fisik saja, struktur sosial yang tidak seimbang dan adanya urban bias dalam pengambilan keputusan pembangunan.

Dalam pembangunan yang hanya berorientasi pembangunan pertumbuhan ekonomi, termasuk pembangunan pedesaan, nampaknya memang cenderung lebih mementingkan aspek efisiensi ekonomistik dari pada aspek efektivitas yang mempertimbangkan sisi sosiokultural masyarakat yang akan menerima program-program pembangunan. Kesannya masyarakat tak lebih hanya dalam posisi sekedar sebagai objek pembangunan belaka (Mukhtar Sarman : 2008;106)

Tidak berlebihan jika kemudian pembangunan pedesaan, dilaksanakan sebagaimana kecenderungan yang terjadi di negara-negara berkembang lebih kepada mengejar pencapaian pertumbuhan ekonomi semata. Padahal harusnya pendekatan pembangunan pedesaan tidak hanya terpaku pada pertumbuhan ekonomi atau hanya pembangunan fisik desa saja, melainkan tergantung pada bagaimana orientasi pembangunan mampu membawa perubahan sosial yang lebih baik bagi masyarakat.
Selain permasalahan di atas, pembangunan pedesaan juga tidak lepas dari masalah bias kepentingan politik. bias kepentingan politik dapat dilihat dari masih adanya pembangunan yang tidak merata, tidak tepat sasaran. Ada desa yang selalu mengalir lancar proyek-proyek dari tahun ke tahun ke desanya, atau bahkan bisa bertumpuk beberapa proyek secara bersamaan, namun ada desa yang sama sekali tidak pernah mendapat bagian kue pembangunan.

Bias kepentingan tersebut dirasakan oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk diskriminasi. Kondisi semacam ini, kalau dibiarkan terus menerus bisa menciptakan kecemburuan antar masyarakat. Dampaknya, akan terbangun rasa enggan, tidak peduli (apatis), bahkan kebencian pada pemerintah bagi desa yang tidak pernah kebagian tersebut.

Dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan sejumlah program pembangunan pedesaan dengan beberapa penyebab kegagalannya mengundang sejumlah pertanyaan mendasar tentang apa sesungguhnya pembangunan pedesaan itu, apakah program-program pembangunan pedesaan yang telah ada itu benar-benar dibutuhkan masyarakat, dan apakah hasil pelaksanaan berbagai program pembangunan pedesaan telah efektif mengubah taraf kesejahteraan masyarakat desa.
Berangkat dari beberapa pertanyaan diatas, kemudian muncul gagasan untuk melakukan perubahan paradigma dalam pembangunan pedesaan. Momentum perubahan paradigma ini mendapatkan tempat ketika lahir Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Adanya otonomi daerah menjadi landasan hukum bagi setiap pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Masyarakat diberikan peran yang lebih besar dalam pembangunan daerah dan dituntut berkreativitas dalam mengelola potensi daerah serta memprakarsai pelaksanaan pembangunan daerah.

Otonomi daerah juga memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk mengoptimalkan potensi yang ada di daerah masing-masing. Otonomi daerah itu sendiri merupakan pemberian kewenangan Kepada Daerah untuk mengatur diri sendiri secara mandiri, tapi tidak lepas dari pengawasan Pemerintah Pusat.

Selain itu adanya otonomi daerah membuka ruang partisipasi masyarakat maupun peran daerah dan desa. Otonomi desa tidak hanya disuarakan oleh kekuatan-kekuatan lokal tetapi juga dihadirkan melalui rekayasa dan ekspesimentasi secara konkret di level bawah, dalam bentuk perencanaan dan penganggaran pembangunan pedesaan yang partisipatif, pengembangan sumberdaya alam berbasis desa, pengembangan ekonomi lokal dan sebagainya. Semua ini secara tidak langsung akan mendongkrak kemandirian desa, sekaligus memberikan kontribusi bagi penanggulangan kemiskinan dan pembangunan kesejahteraan yang berkelanjutan.

Memang dengan adanya otonomi daerah, tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan pembangunan pedesaan akan berbeda dengan pembangunan pedesaan sebelumnya. Bahkan ada juga kecenderungan melakukan hal yang sama. Misal adanya pembangunan pedesaan yang dibuat, dipilih dari atas, atau dikenal dengan istilah top down dan pelaksananya adalah dinas/instansi pemerintah melalui mekanisme proyek. Meskipun pengusulannya dimulai dari desa, bahkan RT melalui mekanisme Musrenbang, namun pada kenyataannya keputusan pilihan ada di tangan pemerintah daerah. Maka bukan tidak mungkin proyek yang datang ke desa bukanlah kebutuhan yang didambakan masyarakat, melainkan kebutuhan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah.

Sebenarnya dengan pelaksanaan pembangunan yang melibatkan langsung masyarakat desa, akan menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dan efisien daripada pembangunan pedesaan yang dijalankan dengan mekanisme proyek. Memberikan kesempatan luas kepada desa mengatur rumah tangganya sendiri dengan memberikan kewenangan disertai dengan biaya perimbangan akan mempercepat pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. hal ini juga akan mempercepat kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dalam jangka panjang.

pembagian urusan pemerintahan versi uu nomor 32 tahun 2004

pembagian kewenangan atau urusan pemerintahan didalam uu no. 32 tahun 2004 terlihat lebih jelas antara pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota, dan desa dengan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan dan sinergi sebagai suatu sistem pemerintahan.

di dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa urusan yang menjadi kewenangan daerah meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. urusan wajib merupakan urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar warga negara. adapun urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah. contoh dari urusan pemerintahan wajib adalah seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar.

adapun urusan wajib yang termaktub dalam uu no. 32 tahun 2004 adalah :
1. perencanaan dan pengendalian pembangunan
2. perencanaan pemanfaatan dan pengawasan tata ruang
3. penyelenggaraan trantibum masyarakat
4. penyediaan sarana dan prasarana umum
5. penanganan bidang kesehatan
6. penyelenggaraan pendidikan
7. penanganan masalah social
8. pelayanan bidang ketenagakerjaan
9. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah
10. pengendalian lingkungan hidup
11. pelayanan pertanahan
12. pelayanan kependudukan dan catatan sipil
13. pelayanan administrasi umum pemerintahan
14. pelayanan administrasi penanaman modal
15. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya
16. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan

dalam menyelenggarakan pemerintahan, yang berkaitan dengan urusan wajib dan urusan pilihan diwajibkan untuk berpedoman pada standar pelayanan minimal yang dilaksanakan secara bertahap ditetapkan oleh pemerintah.

sementara itu, pemerintah pusat memegang urusan utama yang meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan,moneter, yustisi, dan agama; serta urusan yang ditetapkan oleh suatu undang-undang menjadi urusan pusat.

di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurent selalu ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan propinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota.

sementara itu, bidang pembinaan atas penyelenggaraan pemerintah daerah dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan atau gubernur sebagai wakil pusat di daerah. pengawasan dilaksanakan oleh pusat terkait dengan urusan pemerintahan dan terutama terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. dalam hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan kepala daerah, pemerintah melakukan 2 (dua) cara sebagai berikut: (a) pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah sejauh mengatur tentang pajak daerah, retribusi daerah, apbd, dan rutr, sebelum disahkan oleh kepala daerah dievaluasi terlebih dahulu oleh menteri dalam negeri untuk propinsi, dan oleh gubernur untuk peraturan daerah kabupaten/kota; dan (b) terhadap semua peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang lain, maka harus diserahkan guna memperoleh klarifikasi kepada menteri dalam negeri untuk propinsi dan gubernur untuk kabupaten/kota.

agar fungsi pembinaan dan pengawasan tersebut dapat berjalan secara optimal, maka pemerintah pusat dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemerintahan daerah jika ditemukan pelanggaran dan penyimpangan seperti: (a) penataan kembali suatu daerah otonom; (b) pembatalan pengangkatan pejabat; (c) pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah; dan (d) sanksi lainnya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ada beberapa faktor yang mendasari hal tersebut. susunan negara kesatuan secara “kodrati” memang memiliki pemerintahan yang bersifat sentralistik karena sumber kewenangan untuk menjalankan pemerintahan berada di tangan pemerintah pusat berdasar mandat yang diberikan oleh rakyat.

transfer kewenangan dalam rangka desentralisasi dilakukan berdasarkan kemauan politik dari pemilik sumber kewenangan melalui peraturan perundang-undangan yang dibentuk. dalam negara kesatuan, pemerintah pusat sebagai penjaga kesatuan dan persatuan bangsa justru harus kuat, intensif, tetapi juga tidak boleh represif. tanpa hal yang demikian, kewibawaan pemerintah pusat akan merosot.

pelaksanaan pemerintahan di daerah mengalami dinamika hingga akhirnya mengedepankan aspek desentralisasi, dengan harapan supaya daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, dengan mengacu pada realisasi kehidupan demokrasi sampai ke lapisan masyarakat terbawah.

sistem desentralisasi ini bertujuan untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu lapisan pemerintahan, yang sekaligus menjadi sumber pengakuan negara terhadap potensi dan kemampuan daerah dengan melibatkan wakil rakyat di daerah. untuk itu, daerah-daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangganya.

isi wewenang meliputi urusan yang diterima melalui penyerahan urusan sebagai lanjutan dari wewenang pangkal yang dimuat dalam undang-undang pembentukan daerah otonom. kewenangan yang diserahkan kepada daerah menjadi tanggung jawab sepenuhnya. prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada daerah dalam hal penentuan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengaturan atau penetapan perangkat pelaksanaannya. penyerahan urusan dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah sehingga akan berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. penyerahan kewenangan tidak mengurangi hakikat dari tanggung jawab yang tetap berada di tangan pusat.

konsep demikian memberikan pemahaman bahwa pembagian kekuasaan atau kewenangan pemerintahan dilandasi oleh dua prinsip pokok, yaitu pertama, kewenangan atau kekuasaan pemerintahan secara absolut tidak diserahkan kepada daerah karena bersangkut paut dengan kepentingan kehidupan bangsa. kedua, tidak ada kewenangan atau kekuasaan pemerintahan yang diserahkan seratus persen atau sepenuhnya kepada daerah, kecuali kewenangan pemerintahan yang manyangkut kepentingan masyarakat setempat.

pemberlakuan uu no. 32/2004 yang menekankan supaya pemerintah daerah dapat mengatur dan mengurus dirinya sendiri, urusan pemerintahan di daerahnya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, yang diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimiewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem nkri yang diatur secara rinci, di mana pemerintahan daerah berhak untuk menyelelenggarakan semua urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang telah ditentukan menjadi urusan pemerintah

hubungan kekuasaan antara pemerintah dengan pemerintah daerah

secara teoritis, hubungan kekuasaan antara pemerintah dengan pemerintah daerah berdasarkan atas 3 (tiga) asas, yaitu: (a) asas desentralisasi; (b) asas dekonsentrasi; dan (c) asas tugas pembantuan. dalam asas desentralisasi ada penyerahan wewenang sepenuhnya dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah tentang urusan tertentu, sehingga pemerintah daerah dapat mengambil prakarsa sepenuhnya baik menyangkut kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pembiayaan.

pada asas dekonsentrasi yang terjadi adalah pelimpahan wewenang kepada aparatur pemerintah pusat di daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah dalam arti bahwa kebijakan, perencanaan, dan biaya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, sedangkan aparatur pemerintah pusat di daerah bertugas melaksanakan.

asas pembantuan berarti keikutsertaan pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah pusat di daerah itu, dalam arti bahwa organisasi pemerintah daerah memperoleh tugas dan kewenangan untuk membantu melaksanakan urusan-urusan pemerintah pusat (p. rosodjatmiko, 1982: 22-23).

dalam tataran teoritis, bagaimana otonomi diberikan dan bagaimana batas cakupannya, para ahli mengidentifikasikannya ke dalam 3 (tiga) ajaran yaitu formil, materiil, dan nyata (riil). keseluruhan ajaran itu menyangkut tatanan yang berkaitan dengan cara pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

dalam sistem otonomi formil, pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri tidak dirinci di dalam undang-undang. basis ajaran ini adalah tidak ada perbedaan sifat urusan yang diselenggarakan oleh pusat dan daerah. menurut tresna (t.t.: 32-36), sistem ini memberi keleluasaan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sebagai urusan rumah tangga sendiri.

jadi, titik berat sistem otonomi formil adalah pertimbangan daya guna dan hasil guna pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab (koesoemahatmadja, 1979: 18). berbalikan dengan sistem otonomi formil, maka sistem otonomi materiil memuat secara rinci pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab antara pusat dan daerah. basis ajaran ini adalah adanya perbedaan mendasar antara urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. jadi, urusan-urusan pemerintahan itu dianggap dapat dipilah-pilah dalam berbagai lingkungan satuan pemerintahan (moh. mahfud, 1998: 97).

sementara itu, sistem otonomi riil dianggap sebagai kompromi antara kedua sistem terdahulu (tresna, t.t.: 34). dalam sistem ini, penyerahan urusan kepada daerah otonom didasarkan kepada faktor-faktor riil. di samping itu, sifat kompromistis nampak bahwa sistem ini mengutamakan sistem otonomi formil karena mengandung gagasan untuk mewujudkan prinsip kebebasan dan kemandirian bagi daerah, sedangkan sistem otonomi materiil nampak dengan adanya urusan pangkal yang diserahkan dan dikembangkan kepada daerah (bagir manan, 1990: 33; the liang gie, 1980: 58).

bidang-bidang kewenangan yang dimiliki baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah meliputi 4 (empat) bidang, yaitu (a) pengaturan; (b) pengurusan; (c) pembinaan; dan (d) pengawasan. bidang kewenangan pengaturan mencakup kewenangan untuk membuat aturan, pedoman, norma, maupun standar. pemerintah pusat membuat pengaturan hal-hal yang bersifat nasional maupun internasional. propinsi memiliki kewenangan pengaturan yang bersifat regional, sedangkan kabupaten/kota memiliki pengaturan yang bersifat lokal.

bidang pengurusan dapat dilakukan baik oleh pemerintah pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota. bidang kewenangan pembinaan mencakup upaya-upaya pemberdayaan institusi pemerintah, nonpemerintah maupun masyarakat agar menjadi makin mandiri. sedangkan kewenangan pengawasan mencakup tindakan untuk menegakkan aturan, norma, serta standar yang telah disepakati.

notes ; dari coret-coretan pendek : pertumbuhan, ekonomi dan daerah

notes 1 :
pertumbuhan ekonomi daerah merupakan proses kenaikan pendapatan per kapita daerah dalam jangka panjang. suatu perekonomian daerah dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat kegiatan perekonomian produk domestik regional bruto (pdrb) yang dicapai lebih tinggi dari waktu tahun sebelumnya.

notes 2 :
faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga sumber daya lokal akan dapat menghasilkan kekayaan daerah sekaligus dapat menciptakan peluang kerja di daerah. artinya sumber daya lokal baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang dimiliki daerah merupakan kunci dalam perekonomian suatu daerah sehingga sumber daya yang ada merupakan potensi ekonomis yang dapat dikembangkan secara optimal agar dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.

notes 3 :
peran pemerintah daerah dalam pembangunan daerah adalah :
(a) entrepreneur, yaitu pemerintah daerah bertanggungjawab untuk merangsang jalannya suatu bisnis
(b) koordinator, yaitu pemerintah daerah sebagai koordinator dalam penetapan suatu kebijakan atau strategi-strategi bagi pembangunan daerah
(c) fasilitator, yaitu pemerintah daerah dapat mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan attitudional di daerahnya,
(d) stimulator, yaitu pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan mempengaruhi investor baru agar masuk dan mempertahankan serta menumbuhkembangkan investor yang telah ada di daerahnya

notes 4 :
kronik pembangunan daerah antara lain :
sumber daya alam
tenaga kerja
investasi
entrepreneurship
komunikasi
komposisi industri
teknologi
luas daerah
pasar ekspor
situasi ekonomi internasional
kapasitas pemerintah daerah
pengeluaran pemerintah pusat dan
bantuan-bantuan pembangunan

notes 5 :
proses pertumbuhan ekonomi mempunyai kaitan erat dengan perubahan struktural dan sektoral yang tinggi. beberapa perubahan komponen utama struktural ini mencakup pergeseran secara perlahan-lahan aktivitas pertanian ke sektor non pertanian dan dari sektor industri ke sektor jasa. suatu wilayah yang sedang berkembang, proses pertumbuhan ekonominya akan tercermin dari pergeseran sektor ekonominya yang tercermin dari pergeseran sektor ekonomi tradisional yaitu sektor pertanian akan mengalami penurunan di suatu sisi dan peningkatan peran sektor non pertanian di sisi lainnya.

notes 6 :
kuznets mengatakan bahwa perubahan struktur ekonomi atau dengan kata lain transformasi struktural ditandai dengan adanya perubahan persentase sumbangan berbagai sektor dalam pembangunan ekonomi, yang disebabkan adanya intensitas kegiatan manusia dan perubahan teknologi

notes 7 :
penyusunan kebijakan pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya harus dilaksanakan dengan memanfaatkan segenap potensi sumber daya daerah secara optimal

notes 8 :
keterbatasan sumber daya di suatu daerah, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya finansial maupun sumber daya lainnya merupakan masalah umum yang dihadapi oleh sebagian besar negara ataupun daerah untuk dapat menggerakkan seluruh perekonomiannya secara bersama-sama. berkaitan dengan hal tersebut perlu diketahui potensi ekonomi yang salah satunya dapat dilihat dari sektor-sektor dalam perekonomian yang mampu sebagi penggerak utama untuk memacu laju pembangunan di suatu negara atau daerah.

notes 9 :
sektor perekonomian akan mengalami pergeseran dalam jangka panjang sehingga akan mengakibatkan terjadinya perubahan struktur perekonomian. akibatnya adalah akan terjadi perpindahan alokasi pendapatan dan tenaga kerja dari sektor yang produktifitasnya rendah ke sektor yang produktifitasnya tinggi. selain itu perubahan sektor perekonomian disebabkan ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta modal dan investasi yang masuk ke daerah.

notes 10 :
alat analisis untuk mengetahui karakteristik tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi daerah dapat menggunakan tipologi klassen. sjafrizal (1997:27-28) menjelaskan bahwa dengan menggunakan alat analisis ini dapat diperoleh empat karakteristik pertumbuhan masing-masing daerah yaitu daerah maju dan bertumbuh cepat (rapid growth region), daerah maju tetapi tertekan (retarded region), daerah sedang bertumbuh (growing region), dan daerah relatif tertinggal (relatively backward region).

notes 11 :
analisis location quotient (lq) ini merupakan cara untuk menentukan sektor maupun subsektor yang menjadi unggulan sebagai penentu pertumbuhan ekonomi. analisis lq ini digunakan untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan (industri) dalam suatu daerah dengan cara membandingkan perannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional (propinsi) atau nasional.

notes 12 :
analisis shift-share digunakan untuk mengetahui perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan regional. teknik analisis ini dikembangkan oleh creamer (soepono, 1993:43-53) yang membagi pertumbuhan sebagai perubahan (d) suatu variabel wilayah, seperti kesempatan kerja, nilai tambah, pendapatan suatu output, selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan nasional (n), bauran industri (m) dan keunggulan kompetitif (c),

menurut arsyad (1999:139-140) bahwa analisis shift-share ini dapat memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam tiga bidang yang saling berhubungan yaitu :
  1. pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan pengerjaan aggregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan;
  2. pergeseran proporsional (proportional shift), mengukur perubahan relatif, pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar yang dijadikan acuan;
  3. pergeseran diferensial (differential shift) membantu dalam menentukan seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.

paparan singkat : pertumbuhan dan otonomi fiskal

dari kajian teori pertumbuhan ekonomi klasik, yang dipelopori oleh adam smith dalam the wealth of nation 1776, disebutkan bahwa sumber-sumber pertumbuhan produksi nasional terdiri dari pertumbuhan tenaga kerja dan kapital, perbaikan efisiensi dalam penggunaan kapital oleh tenaga kerja melalui spesialisasi dan kemajuan teknologi, serta perdagangan internasional yang dapat memperluas pasar.

menurut adam smith dalam the wealth of nation 1776, makin besar stok modal makin besar pula kemungkinan spesialisasi dan pembagian kerja yang akan meningkatkan produktivitas perkapita, sehingga akan menghasilkan output. jadi pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

berangkat dari teori tersebut, karena adanya perbedaan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia antar daerah, akan menyebabkan perbedaan pertumbuhan antar daerah. bagi daerah yang memiliki sumber daya alam berupa minyak dan gas alam cenderung mempunyai laju pertumbuhan yang cukup tinggi

secara umum, kebijaksanaan pertumbuhan daerah merupakan hasil kombinasi antara kebijaksanaan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, akan tetapi dalam hal ini pemerintah yang lebih tinggi memegang kuasa atas pemerintah daerah, sehingga kebijaksanaan pemerintah pusat lebih dominan dari pemerintah daerah (nazara, 1994). implikasi dari kebijakan tersebut diwujudkan dalam perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yang mempengaruhi kegiatan pembangunan di daerah, karena ada daerah yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup banyak, akan tetapi belum sepenuhnya menikmati dari hasil sumber daya yang dimilikinya.

dalam otonomi daerah sebutan daerah otonom tidak mengalami perubahan, hanya diubah sebutannya menjadi daerah propinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota, yang berarti ada tiga bentuk daerah otonom, yang masing-masing berdiri sendiri, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat. implikasinya, bagi daerah kabupaten dan kota, yang wilayahnya mempunyai potensi ekonomi cukup banyak, maka laju pertumbuhan daerah dan kemandirian otonomi daerahnya akan lebih terjamin. sebaliknya bagi daerah yang potensinya terbatas, maka akan mendapatkan kesulitan dalam mengejar pertumbuhan daerahnya dan kemandirian otonominya juga akan terhambat. namun demikian kelemahan ini setidak-tidaknya akan dapat dikurangi melalui kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

menurut devas, et.al. (1989) hubungan keuangan pusat dan daerah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan -kegiatan tertentu antara tingkat pemerintahan dan pembagian sumber penerimaan untuk menutupi pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan itu. tujuan utama hubungan pusat dan daerah untuk mencapai perimbangan antara pembagian potensi dan sumber daya dapat sesuai dengan peranan yang dimainkan oleh pemerintah daerah. untuk menentukan besarnya ketersediaan dana antar pemerintah daerah digunakan prinsip kebutuhan daerah melalui pembagian fungsi-fungsi (urusan-urusan) yang direfleksikan dalam kebijaksanaan otonomi daerah, yang didalamnya mengatur mengenai pembagian kewenangan sekaligus pembiayaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

tentang hubungan antara pajak daerah dengan pdrb

mengkaji hubungan pad (pajak daerah) dengan pdrb disini kita akan melihat adanya hubungan yang fungsional, yaitu pad merupakan fungsi dari pdrb. dengan meningkatnya pdrb akan menambah penerimaan pemerintah untuk pembangunan program-program pembangunan. selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kembali. dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita masyarakat, maka akan mendorong kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya.

dari paparan peacock dan wiseman (1961) diketahui, bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat, dan semakin meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat (lihat mangkoesoebroto, 1998 ).

miller dan russex (1997), telah meneliti pengaruh struktur fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pusat dan daerah di amerika serikat yang mengalami defisit anggaran. dengan menggunakan alat analisis random effects model, hasil penelitian mereka adalah : pertama, peningkatan surplus anggaran akan mendorong pertumbuhan ekonomi. ini hanya dapat tercapai apabila pajak pendapatan perusahaan (corporates income tax) ditingkatkan dan pengeluaran sektor pendidikan, transportasi publik dapat ditekan. kedua, pajak penjualan (sales tax) dan pajak lainnya digunakan untuk trasfer payment, maka pertumbuhan ekonomi akan menurun, sebaliknya jika pajak pendapatan perusahaan yang digunakan untuk trasfer payment, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat. ketiga, pajak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, jika digunakan untuk membiayai pendidikan, trasportasi publik dan keamanan publik.

kneller, dkk. (1999), dengan menggunakan alat analisis random effects model, meneliti tentang pengaruh kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada 22 negara anggota oecd. hasil penelitian menyimpulkan : pertama, penerimaan pajak pendapatan dan keuntungan, pajak keamanan sosial, pajak upah tenaga kerja dan pajak kekayaan menurunkan pertumbuhan ekonomi, sebaliknya penerimaan pajak atas barang dan pelayanan domestik bepengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. kedua, pengeluaran pemerintah yang bersifat produktif yaitu pengeluaran pelayanan publik umum, pengeluaran untuk pertahanan, pengeluaran pendidikan, pengeluaran kesehatan, pengeluaran untuk perumahan dan pengeluaran untuk trasportasi dan komunikasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pengeluaran pemerintah non produktif yaitu pengeluaran keamanan dan kesejahteraan sosial, pengeluaran untuk rekreasi dan pengeluaran untuk pelayanan ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

implikasi kebijakan yang paling penting dari hasil penelitian tersebut adalah bagaimana mendorong peningkatan penerimaan melalui pajak dan secara tepat menggunakan penerimaan tersebut pada pengeluaran-pengeluaran yang bersifat strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

perencanaan yang bersifat strategis mengandung makna sejauhmana pemerintah daerah maupun pusat mampu mengembangkan sektor-sektor unggulan yang dapat menimbulkan pelipatgandaan (multiplier). berkaitan dengan upaya penentuan sektor unggulan untuk dikembangkan dalam perencanaan ekonomi daerah.

tentang tugas, fungsi dan wewenang pemerintah daerah

pemberian otonomi kepada provinsi, maksudnya agar provinsi yang merupakan daerah seperti halnya kabupaten atau kota, dapat mengembangkan daerahnya masing-masing. namun sifat dan kriteria otonomi yang diberikan kepada daerah provinsi sedikit berbeda dengan yang diberikan kepada kabupaten/kota. otonomi yang diberikan kepada provinsi merupakan kewenangan untuk menangani urusan pemerintahan yang dikelompokkan dalam urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh provinsi dan urusan lainnya yang berskala atau cakupannya regional serta urusan yang sifatnya lintas kabupaten/kota.

https://www.tokopedia.com/bungaslangkar

pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, provinsi, kabupaten dan kota berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, efisiensi dan keserasian hubungan antar strata pemerintahan dan mendasarkan pada urusan pemerintahan yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang dikerjakan bersama antar berbagai tingkatan pemerintahan dengan semangat kerja sama yang tinggi.

pemberian kewenangan kepada daerah (kabupaten/kota bersifat) pengakuan yang ditegaskan dengan adanya bab iv : kewenangan daerah, namun bab iii uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang berjudul pembagian urusan pemerintahan, lebih bersifat pengaturan daripada pengakuan, meskipun pada pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa : “pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh uu ini ditentukan menjadi urusan pemerintahan”; dan ayat (2) menyatakan bahwa : ”dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri utusan pemerintahan berdasarkan azas otonomi oleh tugas pembantuan”.

pelaksanaan wewenang untuk menangani urusan pemerintahan di daerah tetap dalam pembinaan dan pengawasan pemerintah. dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut, pemerintah melalui azas dekonsentrasi melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau wakil pemerintah di daerah, yakni gubernur atau dapat menugaskan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa berdasarkan azas tugas pembantuan.

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. menurut pasal 13 undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah urusan dalam skala provinsi yang meliputi :
(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;
(2) perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;
(5) penanganan di bidang kesehatan;
(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
(7) penanggulangan masalah sosial lalu litas kabupaten/kota;
(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
(10) pengendalian lingkungan hidup;
(11) pelayanan pertanahan termasuk lintas batas kabupaten/kota;
(12) pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;
(14) pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;
(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
(16) urusan wajib lainnya yang dimanfaatkan oleh peraturan perundang-undangan.

sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota adalah urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :
(1) perencanaan dan pengendalian pembangunan;
(2) perencanan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang;
(3) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
(4) penyediaan sarana dan prasarana umum;
(5) penanganan di bidang kesehatan;
(6) penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;
(7) penanggulangan masalah sosial;
(8) pelayanan bidang ketenagakerjaan;
(9) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;
(10) pengendalian lingkungan hidup;
(11) pelayanan pertanahan;
(12) pelayanan kependudukan dan catatan sipil;
(13) pelayanan administrasi umum pemerintahan;
(14) pelayanan administrasi penanaman modal;
(15) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
(16) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

urusan wajib di atas, seperti halnya urusan wajib, termasuk di dalamnya pelayanan administrasi umum pemerintahan. kemudian urusan pemerintahan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

paparan singkat : paradigma baru teori pembangunan ekonomi daerah

penyusunan kebijaksanaan pembangunan ekonomi daerah pada dasarnya harus dilaksanakan dengan memanfaatkan segenap potensi sumberdaya daerah secara optimal. daerah merupakan “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga dati pemerintah kabupaten / kota lah yang lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya yang pada gilirannya dapat meningkatkan local accountability pemerintah daerah terhadap rakyatnya.

oleh karena itu pembangunan ekonomi daerah adalah proses kegiatan yang dilaksanakan pemerintah daerah dan masyarakatnya dalam mengelola sumberdaya yang ada di daerah untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah tersebut.

dalam konteks pembangunan daerah khususnya pada sistem pemerintahan daerah di indonesia, adanya era reformasi telah memunculkan tuntutan terciptanya suatu masyarakat madani, terciptanya good governance serta pengembangan model pembangunan ekonomi yang berkeadilan, sebagai konsekuensinya pemerintah mengimplementasikan otonomi daerah.

pergeseran sistem pemerintahan tentunya membawa dampak bagi pemerintahan di masa depan, sehingga kegiatan pemerintahan lebih terbuka untuk memberikan pelayanan dalam suasana kompetisi yang sehat. dengan dititikberatkannya otonomi di daerah kabupaten/kota tentunya kegiatan perekonomian di daerah semakin terbuka sehingga daerah yang memiliki sumberdaya yang potensial dapat dikelola dengan baik, sehingga pada gilirannya daerah tersebut akan dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat.

manajemen keuangan daerah

perbaikan kinerja anggaran dan pengelolaan keuangan daerah menduduki posisi penting dalam strategi pemberdayaan pemerintah daerah, terlebih lagi dalam era otonomi daerah yang lebih luas, nyata dan bertanggung jawab. world bank (1988) menyebutkan bahwa perencanaan pengeluaran yang berorientasi pada kinerja akan meningkatkan kinerja anggaran daerah.

prakiraan jumlah alokasi dana yang dibutuhkan setiap unit kerja pemerintah daerah dan atau program kerja dalam menghasilkan suatu tingkat pelayanan publik, disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. indentifikasi input, teknik produksi pelayanan publik dan tingkat kualitas minimal yang harus dihasilkan oleh suatu unit kerja menjadi syarat dalam menentukan alokasi dana yang optimal untuk setiap unit kerja pelayanan publik.

dengan demikian pengeluaran pemerintah daerah dapat dijadikan ukuran kinerja yang akan mempermudah dalam melakukan kegiatan pengendalian dan evaluasi kebijakan sehingga setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan akan lebih dekat dengan gerak dinamis masyarakatnya yang setiap saat membutuhkan pelayanan publik yang bermutu, cepat dan tepat.

anggaran daerah merupakan rancangan teknis untuk pelaksanaan strategi kebijakan, yang konsekuensinya apabila pengeluaran pemerintah mempunyai kualitas yang rendah maka kualitas pelayanan fungsi-fungsi pemda juga cenderung melemah yang berakibat kepada wujud pemerintah daerah yang baik dan terpercaya sulit dicapai. ediharsi, dkk, (1998), menyebutkan bahwa pengelompokkan anggaran menurut sektor lebih mengarah kepada pemberian informasi tentang prioritas pembangunan daripada penentuan target pertumbuhan.

dalam rangka meningkatkan kinerja anggaran daerah, salah satu aspek penting adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. untuk itu diperlukan manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. world bank (1998:46), menyebutkan bahwa dalam pencapaian visi dan misi daerah, penganggaran daan manajemen keuangan dilaksanakan dengan prinsip-prinsip pokok yang meliputi : komprehensif dan disiplin, akuntabilitas, kejujuran, transparansi, fleksibilitas, terprediksi dan informatif. selanjutnya mardiasmo (2000:1-3) mengemukakan elemen manajemen keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah tersebut meliputi: akuntabilitas, value for money, kejujuran, transparansi dan pengendalian

kontribusi dprd terhadap pelaksanaan tata pemerintahan yang baik

ini tulisan kedua dari sebagaimana yang telah saya paparkan di tulisan saya yang pertama. baca : penyelenggaraan pemerintahan di era otonomi daerah. tulisan yang kedua ini berjudul : kontribusi dprd terhadap pelaksanaan tata pemerintahan yang baik

sesuai dengan amanat pasal 18 uud 1945 di setiap daerah otonom dibentuk pemerintahan daerah yang terdiri dari pemerintah daerah dan dprd. dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah yang melaksanakan mandat dari masyarakat sebagai cerminan pemerintahan yang demokratis. dari konstruksi ini dapat disimpulkan bahwa dprd mempunyai peran yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terutama dalam hal pemberian pelayanan kepada masyarakat. sehingga diharapkan kesejahteraan masyarakat akan lebih meningkat.

dprd mempunyai peran penting dalam pembentukan sebuah daerah otonom baru berdasarkan uu no. 32 tahun 2004, sebab salah satu persyaratan administratif dalam pembentukan daerah otonom adalah adanya persetujuan dari dprd setempat. persetujuan dari dprd terhadap pembentukan daerah otonom mencerminkan dua aspek penting yakni aspek aspirasi masyarakat sekaligus aspek politis. sebagai wakil masyarakat dprd merepresentasikan aspirasi masyarakat terhadap sebuah usulan pembentukan daerah otonom sehingga dapat diketahui apakah usulan pembentukan sebuah daerah dapat memenuhi kepentingan rakyat banyak atau tidak.

dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah, maka daerah membuat kebijakan-kebijakan daerah, yang salah satunya adalah peraturan daerah. dengan demikian dprd berperan dalam penyusunan kebijakan untuk menentukan urusan pemerintahan di daerah terutama dalam hal menemukenali keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang dimilikinya sekaligus mengoptimalkan pencapaian hasilnya.

dalam upaya mewujudkan transparansi dan penciptaan partisipasi dalam dalam penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan uu no. 32 tahun 2004 tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran dprd. dalam pasal 27 ayat (2) uu no. 32 tahun 2004 ditegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban kepala daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada dprd, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. dengan sistem akuntabilitas semacam ini maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas lebih dapat terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. dengan demikian dprd diharapkan mampu memberikan penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah secara arif dan bijaksana serta didasarkan pada indikator-indikator yang jelas dan terukur. karena akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja yang terukur maka laporan penyelenggaraan pemerintah tidak mempunyai dampak politis ditolak atau diterima dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat lebih terjaga.

dalam upaya penciptaan partisipasi masyarakat, uu no. 32 tahun 2004 juga memberikan koridor bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya. menilik pentingnya aspirasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik, di dalam uu no. 32 tahun 2004 dibuka koridor yang luas bagi masyarakat untuk memberikan berbagai masukan terhadap kebijakan-kebijakan daerah, sebagaimana tercantum dalam pasal 139 uu no. 32 tahun 2004 yang berbunyi : ”masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan perda”. partisipasi masyarakat juga berperan dalam upaya mengawasi kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah guna mencapai good governance. dengan demikian dprd diharapkan mampu menyiapkan koridor-koridor peraturan yang memberikan peluang besar bagi partisipasi masyarakat.
sebagaimana diketahui pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) itu bertumpu pada tiga domain yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. ketiga domain tersebut harus bekerja secara sinergis, yang berarti setiap domain diharapkan mampu menjalankan perannya dengan optimal agar pencapaian tujuan tercapai dengan efektif. domain pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan masyarakat berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.

melihat dari pembagian domain yang berperan dalam pelaksanaan tata kepemerintahan yang baik, kita dapat mengklasifikasikan dprd dalam dua domain yakni dalam domain pemerintah dan domain masyarakat. dalam posisi ini dprd merupakan institusi yang menjadi jembatan antara kepentingan masyarakat dengan pembuat kebijakan. dengan demikian tanpa peran serta dprd tentunya mustahil tata kepemerintahan yang baik dapat berjalan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

penyelenggaraan pemerintahan di era otonomi daerah

membuka folder lama dan menemu sebuah file yang berisi tulisan sebuah pidato seminar. setelah saya baca secara keseluruhan, saya tertarik untuk mempostingnya di blog. dengan melakukan beberapa edit-an, juga membagi tulisan tersebut menjadi dua tulisan terpisah. tulisan pertama berisi tentang penyelenggaraan pemerintahan di era otonomi daerah. sedangkan tulisan kedua berisi tentang kontribusi dprd terhadap pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

berikut tulisan pertama :

dasar pelaksanaan otonomi daerah di indonesia dapat dilacak dalam kerangka konstitusi nkri. dalam uud 1945 terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan yakni, nilai unitaris dan nilai desentralisasi. nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain di dalamnya yang bersifat negara. artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara republik indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan regional atau lokal. sementara itu nilai dasar desentralisasi diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam masing-masing daerah otonom dengan mendapatkan penyerahan atau pengakuan kewenangan sebagai otonomi daerah.

sesuai dengan amanat pasal 18 uud 1945 di setiap daerah otonom dibentuk pemerintahan daerah yang terdiri dari pemerintah daerah dan dprd. orientasi terhadap penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat yang diamanatkan oleh uu no. 32 tahun 2004 dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain dalam hal pembentukan daerah. pembentukan daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan politik di tingkat lokal. untuk itu maka pembentukan daerah harus mempertimbangkan berbagai faktor seperti kemampuan ekonomi, potensi daerah, luas wilayah, kependudukan, dan pertimbangan dari aspek sosial politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan serta pertimbangan dan syarat lain yang memungkinkan daerah itu dapat menyelenggarakan dan mewujudkan tujuan dibentuknya daerah dan diberikannya otonomi daerah.

di dalam pembentukan daerah, uu no. 32 tahun 2004 juga mengatur persyaratan administrasi, teknis dan fisik kewilayahan. pembentukan provinsi sekurang-kurangnya mencakup 5 kabupaten/kota; pembentukan kabupaten sekurang-kurangnya mencakup 5 kecamatan; dan pembentukan kota sekurang-kurangnya mencakup 4 kecamatan. provinsi dapat dibentuk kembali menjadi lebih dari 1 provinsi setelah sekurang-kurangnya memiliki usia pemerintahan 10 tahun; untuk kabupaten dan kota 7 tahun, dan untuk kecamatan 5 tahun. adanya pengaturan mengenai syarat administrasi, teknis dan fisik kewilayahan yang demikian itu dimaksudkan agar pembentukan daerah dapat menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat secara optimal sehingga pembentukan daerah berkorelasi dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

orientasi terhadap pelayanan masyarakat di dalam uu no. 32 tahun 2004 juga dicerminkan dalam pembagian urusan antar tingkat pemerintahan. berkenaan dengan pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan terdapat pembagian jenis urusan secara spesifik yakni, pertama, urusan yang sepenuhnya menjadi urusan pemerintah pusat (absolud). urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. urusan pemerintahan dimaksud meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. kedua, urusan yang bersifat concurrent atau urusan yang dapat dikelola bersama antara pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota. pembagian urusan pemerintahan bersama diatur dalam pasal 11 ayat (1) uu no.32 tahun 2004 dengan menggunakan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang dimaksudkan untuk mewujudkan proporsionalitas dalam pembagian urusan pemerintahan, sehingga ada kejelasan pada masing-masing tingkatan pemerintahan. dalam urusan bersama yang menjadi kewenangan daerah terbagi dalam dua bentuk urusan yakni urusan wajib dan urusan pilihan. urusan pemerintahan wajib adalah suatu urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar dan sebagainya. sedangkan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

adanya pengaturan mengenai urusan wajib karena sangat terkait dengan kebutuhan dasar masyarakat, sehingga menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah untuk menyediakan pelayanan yang prima kepada masyarakat. oleh karena itu adanya pengaturan tersebut dimaksudkan untuk menghindarkan daerah melakukan urusan-urusan yang kurang relevan dengan kebutuhan warganya dan tidak terperangkap untuk melakukan urusan-urusan atas pertimbangan pendapatan semata. selanjutnya agar penyediaan pelayanan kepada masyarakat mampu memenuhi ukuran kelayakan minimal, pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah daerah harus berpedoman kepada standar pelayanan minimal (spm) yang ditetapkan oleh pemerintah.

selain melaksanakan urusan wajib, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah juga mempunyai kewajiban sebagaimana diatur dalam pasal 22 uu no. 32 tahun 2004, sebagai penegasan bahwa pemerintahan daerah merupakan subsistem dari sistem pemerintahan nasional dalam perspektif pemberian pelayanan umum.

dengan semangat untuk memberikan pelayanan prima kepada masyarakat itulah maka di dalam 167 uu no. 32 tahun 2004 terdapat pengaturan yang menegaskan bahwa belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah. perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat yang ingin dicapai oleh uu no. 32 tahun 2004 diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial.

selanjutnya berkenaan dengan pelaksanaan urusan pilihan, daerah diharapkan dapat mengembangkan wilayahnya menjadi wadah yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan investasi dan industri dengan penekanan pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lokal (daerah), kelembagaan dan teknologi. hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing daerah dalam percaturan perekonomian global maupun regional.

dengan demikian pelaksanaan urusan pilihan merupakan upaya pengembangan ekonomi daerah yang di dalam uu no. 32 tahun 2004 telah mendapat pengaturan yang jelas bahwa daerah mempunyai otonomi seluas-seluasnya yang harus dimaknai sebagai kewenangan untuk menentukan dan mengelola urusan yang bersifat pilihan. dalam konteks ini maka upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah adalah menjadikan daerah sebagai wadah yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan investasi dan industri dengan penekanan pada kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lokal (daerah).

melalui analisis potensi yang cermat, maka daerah akan menemukenali keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif masing-masing daerahnya, relatif terhadap daerah lainnya. dengan demikian, pemberdayaan daya saing daerah itu bersifat spesifik, tidak uniform. setiap daerah memunculkan dan memupuk core competence-nya masing-masing, agar kemudian mampu mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan (growth center) di seantero wilayah tanah air. pusat-pusat pertumbuhan dengan produk unggulannya masing-masing selanjutnya dapat menyusun networking system dalam semangat kerjasama antar daerah; untuk mewujudkan ketahanan nasional. itulah sebabnya diperlukan tata-hubungan dan koordinasi yang rapi dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan pusat, propinsi dan kabupaten/kota yang selalu harus dibangun di era otonomi daerah sekarang ini.


dikaitkan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan tata kepemerintahan yang baik (good governance), substansi pengaturan uu no. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah sebagaimana telah diuraikan merupakan instrumen yang merefleksikan keinginan pemerintah untuk melaksanakan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum, transparansi, dan penciptaan partisipasi.

pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good governance) itu bertumpu pada tiga domain yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. ketiga domain tersebut harus bekerja secara sinergis, yang berarti setiap domain diharapkan mampu menjalankan perannya dengan optimal agar pencapaian tujuan tercapai dengan efektif. domain pemerintah berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif. sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan masyarakat berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.

latar belakang : partisipasi masyarakat

pelaksanaan sistem desentralisasi yang lebih mengedepankan prinsip otonomi daerah menuntut semua pihak untuk melakukan perubahan (reform) dan pemahaman tentang tugas dan kewenangan pemerintah daerah. pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk melaksanakan fungsi dan tugasnya secara tertib dan transparan (good governance), terutama dalam memenuhi pelayanan publik (public service).

dalam rangka melaksanakan otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab, daerah harus mempersiapkan sumber daya manusia yang baik, faktor keuangan yang cukup, faktor peralatan yang memadai serta faktor organisasi dan manajemen yang baik. faktor keuangan merupakan titik berat pembahasan dalam hubungannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, dengan pertimbangan bahwa keuangan merupakan indikasi yang menunjukkan kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri.

ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, terletak pada kemampuan daerahnya. artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangannya sendiri, yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan daerahnya. penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi peran serta masyarakat, pemerintah dan keadilan serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah sebagai bagian integral dan sistim pembangunan nasional terutama diukur dari derajat keterlibatan warga dan penyelenggaraan otonomi daerah dan tanpa partisipasi masyarakat tidak dapat disebut berhasil sekalipun mungkin daerah tersebut telah mandiri. menurut bintoro tjokroamidjojo. “pembangunan yang meliputi segala segi kehidupan politik , ekonomi, sosial budaya itu baru akan berhasil apabila merupakan kegiatan yang melibatkan partisipasi seluruh masyarakat didalam suatu negara” ( 1981 : 222)

menurut arbi sanit, partisipasi dirumuskan sebagai berikut: “apabila kita bicara tentang pembangunan sesungguhnya yang diperbincangkan ialah keterlibatan keseluruhan masyarakat sebagai sistim terhadap masalah yang dihadapai dan pencarian jawaban dari masalah tersebut”. ( 1981 : 141 )

menurut lukman sutrisno, partisipasi dirumuskan sebagai berikut: "partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah mobilisasi dalam pembangunan. partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerjasama antara rakyat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai pembangunan” ( 1995 : 208 ).

pemerintah daerah merupakan sebuah organisasi yang terbuka yang memerlukan impor energi dan lingkungan agar dapat berfungsi sebaik-baiknya tanpa ada impor energi suatu organisasi dengan sistim terbuka tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. dalam kenyataan daerah di indonesi mengandalkan pemerintah pusat sebagai energinya, baik yang berupa dana maupun berupa personil sehingga melakukan ketergantungan yang ekstrim terhadap pemerintah pusat. masyarakat sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok merupakan salah satu aktor pembangunan yang sagat penting. masyarakat mempunyai kemampuan dan sanggup untuk mengembangkan dan memberikan konstribusi serta partisipasinya secara maksimal apabila diberikan kesempatan sehingga merasa dilibatkan dan merasa ikut memelihara serta didudukkan sebagai bagian yang integral dari tujuan pembangunan.

suatu hal yang sangat penting untuk mengubah pembangunan dimana selama ini masyarakat sering kali hanya dianggap sebagai objek dari kebijakan pemerintah, maka akan lebih baik tujuan pembangunan yang menyangkut kepentingan masyarakat menempatkan kelompok masyarakat tersebut sebagai obyek dan menjadi mitra pembangunan itu sendiri. kemitraan tersebut meliputi partisipasi mereka dalam rangka proses pembangunan sejak tahap pemograman, perencanaan sampai ketahap implementasi serta pengoperasian dan pemeliharaan hasil hasil pembangunan.

keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, mengharuskan masyarakat untuk ikutserta berpartisipasi. hal ini menimbulkan kesadaran dimasyarakat yang bisa meningkatkan kwalitas dari infrastruktut di lingkungan dengan cara pembangunan swadaya.

Tentang : Pemekaran Wilayah

membaca sepotong berita di surat kabar kompas (6/10/2011) tentang lokakarya pemekaran wilayah dan kesejahteraan. dituliskan dalam berita ini bahwa selama rentang waktu 1999 – 2009, daerah otonom di indonesia bertambah 205 daerah sebagai hasil pemekaran, daerah baru itu terdiri dari 7 propinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota sehingga kini jumlah keseluruhan menjadi 33 propinsi, 398 kabupaten, dan 93 kota. sebagian besar daerah otonom baru hasil pemekaran itu masih berkutat dengan kemiskinan dan kurang berhasil.

nah, berangkat dari “sepotong” berita yang saya tulis ulang diatas, saya tertarik untuk mencari tahu “latar belakang” atau “motivasi” dari munculnya pemekaran daerah dan tujuan dari adanya pemekaran wilayah tersebut. saya mencari data-data tentang pemekaran wilayah di file yang tersimpan di notebook dan menemukan “sedikit” jawabannya.

berikut jawaban tersebut :

latar belakang pemekaran wilayah :
terdapat beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah sekarang menjadi salah satu pendekatan yang cukup diminati dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan peningkatan pelayanan publik, yaitu:

pertama, keinginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah kewenangan yang terbatas/terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah yang baru diasumsikan akan lebih dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dibandingkan dengan pelayanan melalui pemerintahan daerah induk dengan cakupan wilayah pelayanan yang lebih luas (hermanislamet, 2005). melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih tersedia.

kedua, mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat melalui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal (Hermanislamet, 2005). dengan dikembangkannya daerah baru yang otonom, maka akan memberikan
peluang untuk menggali berbagai potensi ekonomi daerah baru yang selama ini tidak
tergali.

ketiga, penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor pemerintah dan bagi-bagi
kekuasaan di bidang politik dan pemerintahan. kenyataan politik seperti ini juga mendapat dukungan yang besar dari masyarakat sipil dan dunia usaha, karena berbagai peluang ekonomi baru baik secara formal maupun informal menjadi lebih tersedia sebagai dampak ikutan pemekaran wilayah.

tujuan dari pemekaran wilayah :
pemekaran wilayah merupakan suatu proses pembagian wilayah menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat pembangunan. Pemekaran wilayah juga diharapkan dapat menciptakan kemandirian daerah. Tujuan pemekaran sebagaimana tertuang dalam berbagai peraturan perundangan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui:
1. peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
2. percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi;
3. percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah;
4. percepatan pengelolaan potensi daerah;
5. peningkatan keamanan dan ketertiban;

Landasan Teori : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


Cepat Mendatangkan Duit Berlimpah
Dapatkan Info Lengkapnya dBC Network.
Sangat cocok utk Semua Kalangan
---------------------------------------------------------------------------------

Proses dan pengalokasian anggaran haruslah berorientasi kepada kepentingan pelayanan publik. Hal ini berarti bahwa proses penyusunan anggaran hendaknya melibatkan banyak pihak dimulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. Berdasarkan konsepsinya, pelaksanaan otonomi daerah pada masa lalu dipahami sebagai suatu kewajiban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat dalam menjalankan pembangunan nasional.

Oleh karena itu sebagai konsekuensinya pemerintah daerah lebih mematuhi arahan dan instruksi pemerintah pusat daripada memperjuangkan aspirasi masyarakat daerah. Sementara itu penyelenggaraan otonomi daerah pada masa sekarang lebih dipahami sebagai hak yaitu hak masyarakat daerah untuk mengatur dan mengelola kepentingannya sendiri serta mengembangkan potensi dan sumber daya daerah. Penyelenggaraan otonomi dimaksudkan agar dapat mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peran serta masyarakat, serta mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Pengeluaran anggaran (budget expenditure) dibedakan atas belanja rutin (recurrent expenditure) dan belanja modal (capital expenditure). Belanja rutin dapat diartikan sebagai pengeluaran yang digunakan untuk membiayai kegiatan yang sifatnya terus menerus, sedangkan belanja pembangunan merupakan pengeluaran yang sifatnya tidak terus menerus dan ada batasnya. Keberhasilan pengelolaan keuangan daerah sangat ditentukan oleh proses awal perencanaannya. Semakin baik perencanaannya akan memberikan dampak semakin baik pula implementasinya di lapangan.

Keterlibatan berbagai lembaga/instansi di dalam proses perencanaan memerlukan kesatuan visi, misi dan tujuan dari setiap lembaga tersebut. Dalam menentukan alokasi dana anggaran untuk setiap kegiatan biasanya digunakan metode incrementalism yang didasarkan atas perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. Pendekatan lain yang umumnya dipergunakan adalah line-item budget yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Dengan basis seperti ini, APBD masih terlalu berat menahan arahan, batasan, serta orientasi kepentingan pemerintahan atasan. Hal tersebut menunjukkan terlalu dominannya peranan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah.

Untuk mengatur dan mengalokasikan sumber daya yang ada pemerintah daerah haruslah mengalokasikan anggaran sesuai dengan tujuannya dan bermanfaat bagi masyarakat. Oleh karena itu dalam penyusunan anggaran harus disesuaikan dengan tujuan yang ditetapkan.

Dalam melaksanakan tugasnya pemerintah daerah membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu dibutuhkan anggaran untuk pembiayaan dalam upaya mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya di daerah. Untuk pembiayaan tersebut pemerintah daerah memiliki beberapa sumber penerimaan yang dituangkan dalam anggaran. Anggaran yang disusun tersebut akan memberikan cermin politik pengeluaran pemerintah yang rasional baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Landasan Teori : Desentralisasi (2)

 Desentralisasi tidak bisa dipisahkan dengan masalah sentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik, karena pada dasarnya berkenaan dengan “delegation of authority and responsibility” yang dapat diukur dari sejauh mana unit-unit bawahan memiliki wewenang dan tanggung jawab di dalam proses pengambilan keputusan (Miewald dalam Pamudji; 1984, 2). Pide (1997, 34) mengemukakan bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah pelimpahan atau penyerahan kekuasaan atau wewenang di bidang tertentu secara vertikal dari institusi/lembaga/ pejabat yang lebih tinggi kepada institusi/lembaga/fungsionaris bawahannya sehingga yang diserahi/ dilimpahi kekuasaan wewenang tertentu itu berhak bertindak atas nama sendiri dalam urusan tertentu tersebut.

Desentralisasi dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan merupakan salah satu asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia, yang secara utuh dan bulat dilaksanakan pada daerah kabupaten dan kota. Pengertian ini sesuai dengan hakekat dari desentralisasi yakni “delegation of authority and responsibility”. Sementara itu, Bryan dan White (1989, 203) mengartikan desentralisasi sebagai pemindahan kewenangan dalam urusan kemasyarakatan dari pejabat-pejabat politik ke badan-badan yang relatif otonom atau pemindahan fungsi administratif ke hierarki yang lebih bawah.

Beberapa ilmuwan (pakar) mengemukakan alasan pemilihan desentralisasi sebagai strategi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Menurut Barkley (1978 : 2), desentralisasi dipandang dapat mendorong pengambilan keputusan yang lebih cepat dan lebih luas atau dengan kata lain memberi dukungan yang lebih konstruktif di dalam proses pengambilan keputusan.

Sedangkan Mc. Gregor (1966 : 3) menegaskan, jika kita dapat menekan pengambilan keputusan dalam organisasi ke tingkat yang lebih rendah, maka kita akan cenderung memperoleh keputusan-keputusan yang lebih baik. Desentralisasi bukan saja akan dapat memperbaiki kualitas dari keputusan-keputusan yang diambil, tetapi juga akan dapat memperbaiki kualitas daripada pengambilan keputusan, karena orang cenderung untuk tumbuh dan berkembang secara lebih cepat manakala mereka dimotivasi secara efektif dan ini bisa terjadi jika kewenangan pengambilan keputusan didesentralisasikan. Hal ini mensyaratkan penerapan azas desentralisasi yang berarti pengambilan keputusan pada tingkat bawah organisasi dipandang sebagai cara terbaik untuk melahirkan keputusan-keputusan yang lebih sesuai dengan kepentingan organisasi besar.

Rondinelli (1990 : 69) menggambarkan secara jelas, mengapa desentralisasi perlu dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan pembangunan, karena melalui desentralisasi akan dapat meningkatkan efektivitas dalam membuat kebijaksanaan nasional, dengan cara mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para pejabat tingkat lokal untuk merancang proyek-proyek pembangunan, agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat.

Desentralisasi akan dapat memungkinkan para pejabat setempat untuk lebih dapat mengatasi masalah-masalah yang selama ini dianggap kurang baik dan ciri-ciri prosedur yang sangat birokratis di dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan yang sering kali dialami oleh negara berkembang, sehingga memungkinkan terciptanya konsentrasi kekuasaan, otoritas dan sumber-sumber yang sangat berlebihan di tingkat pusat.

Jika dilihat dari fungsi-fungsi pembangunan yang didesentralisasikan para pejabat, staf pada tingkat lokal atau unit-unit administratif yang lebih rendah, akan dapat meningkatkan pemahaman dan sensivitas (daya tanggap) mereka terhadap masalah dan kebutuhan setempat, karena mereka akan bekerja pada tingkat dimana semua permasalahan tersebut terasa paling menekan dan terlihat paling jelas.

Sedangkan bila dilihat dari sisi hubungan kerja, desentralisasi dipandang dapat lebih mendekatkan, mengakrabkan dan mempererat hubungan antara masyarakat dengan para pejabat, staf pelaksana, sehingga hal ini akan memungkinkan mereka mendapatkan informasi yang lebih baik, yang diperlukan dalam proses perumusan rencana pembangunan dari pada apa yang mereka peroleh bila hanya menunggu di kantor pusat saja.

Desentralisasi juga dapat meningkatkan dukungan politis dan administratif bagi kebijaksanaan pembangunan nasional pada tingkat lokal. Dalam konteks ini, dengan diketahuinya rencana-rencana pembangunan tingkat nasional pada tingkat lokal, maka disamping akan dapat mendapatkan dukungan politis dan administratif pada tingkat lokal, juga akan mendorong kelompok-kelompok sosial setempat untuk meningkatkan kemampuan partisipasinya dalam merencanakan dan mengambil keputusan yang mereka buat.

Selama ini yang terjadi rencana-rencana pembangunan tingkat nasional acapkali tidak diketahui oleh penduduk setempat atau lebih bersifat top down, sehingga seringkali rencana tersebut tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena tidak mendapat dukungan dari masyarakat atau juga tidak sesuai dengan kondisi setempat. Yang lebih penting lagi, desentralisasi ini juga dianggap dapat meningkatkan efisiensi pemerintah pusat, dengan cara mengurangi beban kerja rutin dan fungsi-fungsi manual yang dapat secara efektif diselesaikan oleh para staf pelaksana lapangan atau para pimpinan unit-unit administratif yang lebih rendah.

Pada kesempatan lain, Rondinelli (Widodo; 2001, 43) mengemukakan beberapa keunggulan desentralisasi, diantaranya :
  1. Desentralisasi merupakan alat untuk mengurangi kelemahan perencanaan terpusat. Dengan delegasi kepada aparat di tingkat lokal, problema sentralisasi dapat lebih mudah dipecahkan.
  2. Desentralisasi merupakan alat yang bisa mengurangi gejala red tape. 
  3. Dengan desentralisasi maka kepekaan dan pengetahuan tentang kebutuhan masyarakat lokal dapat ditingkatkan.
  4. Dengan desentralisasi lebih memungkinkan berbagai kelompok kepentingan dan kelompok politik terwakili dalam proses pengambilan keputusan, sehingga mereka mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pelayanan pemerintah.
  5. Struktur pemerintahan yang yang desentralistis sangat diperlukan untuk melembagakan partisipasi warga negara dalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan.
  6. Dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam masyarakat dan pemerintahan, pengambilan keputusan yang sentralistis menjadi tidak efisien, mahal dan sulit dilaksanakan.

Tujuan desentralisasi menurut Maryanov (Widodo; 2001,45) adalah sebagai “it is a method for spreading government to all parts of the country; it is a method for accomodating regional differences, regional aspiration and regional demmands within to confines of the unitary state”.

Sementara itu, Sady (Tjokroamidjojo; 1987, 82), mengemukakan tujuan desentralisasi adalah untuk
  1. Mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan tentang masalah-masalah kecil pada tingkat lokal. Demikian pula memberikan peluang untuk koordinasi pelaksanaan pada tingkat lokal.
  2. Meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usaha pembangunan sosial ekonomi. Demikian pula pada tingkat lokal, dapat merasakan keuntungan dari pada kontribusi kegiatan mereka itu.
  3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat lokal sehingga dapat lebih realistis.
  4. Melatih rakyat untuk bisa mengatur urusannya sendiri (self-government).
  5. Pembinaan kesatuan nasional.     

Teori : Desentralisasi Fiskal

Cepat Mendatangkan Duit Berlimpah
Dapatkan Info Lengkapnya dBC Network.
Sangat cocok utk Semua Kalangan
------------------------------------------------------------------

Desentralisasi merupakan sebuah instrumen untuk mencapai salah satu tujuan negara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memunggut pajak (taxing power), terbentuknya dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari Pemerintah Pusat (Sidik ; 2002:1).
   
Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, pinjaman, maupun dana perimbangan dari Pemerintah Pusat.  

Selanjutnya World Bank (1999) menyatakan keuntungan dari desentralisasi fiskal adalah adanya mobilitas pendapatan, inovasi dalam aktivitas ekonomi, akuntabilitas dari pejabat pemerintah, dan partisipasi rakyat dalam pemerintahan. Mobilisasi pendapatan secara keseluruhan dapat dipenuhi, karena desentralisasi dapat memperluas jaringan pajak. Sebagian besar pelayanan pemerintah dibiayai oleh pajak Pertambahan nilai dan pajak pendapatan.

Sangat mungkin bahwa dalam jangka pendek dan menengah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah akan menimbulkan gejolak, tetapi dalam jangka panjang otonomi daerah dapat menstabilkan kondisi politik, sosial dan ekonomi. Adanya desakan pada pemerintah pusat agar manajemen pemerintah dikelola dengan pendekatan desentralisasi dan memperluas otonomi daerah  sangat cocok untuk negara indonesia yang mempuyai wilayah yang luas dan mempuyai penduduk yang besar sekitar 230 juta jiwa dengan latar belakang sosial budaya yang beragam, (SMERU;2001:1).

Desentralisasi sebagai upaya untuk mendukung penyelengaraan otonomi daerah secara proposional diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya daerah yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sebagai sumber pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah.

Desentralisasi fiskal dapat diketahui dengan menghitung rasio PAD terhadap total penerimaan daerah, rasio subsidi dan bantuan pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih tinggi terhadap total penerimaan daerah, rasio pajak untuk daerah terhadap total penerimaan daerah dan rasio penerimaan daerah terhadap total penerimaan negara. Pengukuran derajat desentralisasi fiskal daerah dapat terlihat dari rasio antara PAD terhadap total penerimaan daerah (Suparmoko, 1997:320).

Pengantar : Pembangunan Daerah


Dalam mengembangkan potensi perekonomian di daerah, pemerintah melaksanakannya melalui sistem perencanaan yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang ada di setiap propinsi dan kabupaten/kota. Badan tersebut bertugas menyusun program-program pembangunan termasuk pembangunan ekonomi berdasarkan tujuan-tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam pola dasar pembangunan daerah.

Pelaksanaan pembangunan dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia, dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan serta pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, ada tiga fungsi utama pemerintah  yaitu fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi (Musgrave dan Musgrave,   1993:6-7). Ketiga fungsi tersebut harus saling mendukung dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan untuk menjaga dan meningkatkan pelaksanaan pembangunan.

Pembangunan nasional selama ini lebih menekankan pada pengejaran pertumbuhan ekonomi. Pelaksanaan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi akan dapat menciptakan distribusi pendapatan yang kurang merata, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat.

Kesenjangan distribusi pendapatan sebagai konsekuensi pertumbuhan telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, paradigma pertumbuhan sebagai panglima tersebut membawa dampak yang negatif berupa pengorbanan  terhadap lingkungan dan terjadinya penggusuran masyarakat di daerah (pedesaan) dengan dalih untuk pembangunan.

Pembangunan ekonomi  daerah pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan oleh  pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakatnya dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal untuk merangsang perkembangan ekonomi daerah dalam rangka  meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah.

Pada umumnya pembangunan daerah difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran yang disebut  Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah adanya permintaan barang dan jasa dari luar daerah, sehingga sumber daya lokal akan dapat menghasilkan kekayaan daerah karena dapat menciptakan peluang kerja di daerah (Boediono,1999:1).

Arsyad (1999:108) memberikan definisi bahwa perekonomian daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.   Tujuan utama dari pembangunan ekonomi daerah adalah untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat yang ada di daerah.

Tentang Pemerintah Daerah & Pertumbuhan Ekonomi Dalam Perekonomian Daerah




Cepat Mendatangkan Duit Berlimpah
Dapatkan Info Lengkapnya dBC Network.

Sangat cocok utk Semua Kalangan


-------------------------------------------------------------

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluar-kan oleh pemerintah  untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave dalam Mang-koesoebroto (1999:170) bahwa pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total  investasi sangat besar. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar.

Teori pertumbuhan ekonomi.
Pengertian pertumbuhan ekonomi sudah banyak dirumuskan dengan sudut pandang yang berbeda oleh para ekonom. Boediono (1999:1) menge-mukakan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang. Penekanan di sini adalah pada proses kare-na mengandung unsur perubahan dan indikator pertumbuhan ekonomi dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama.

Teori pertumbuhan secara umum terbagi dalam dua kelompok pendekatan yaitu pendekatan klasik yang dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo dan Arthur Lewis dan modern yang dianut oleh Keynes (Harrod-Domar), Neo Klasik (Solow-Swan). Menurut teori pertumbuhan Adam Smith dalam Boediono (1999:7), proses pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang  menyangkut dua aspek utama yaitu pertumbuhan output total yang berupa sumber daya alam, sumber daya manusia dan stok modal.

Investasi Pemerintah Dan Pertumbuhan Ekonomi
Investasi pemerintah daerah dalam hal ini dinyatakan dalam belanja pembangunan yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Dana tersebut digunakan untuk memberdayakan berbagai sumber ekonomi untuk mendorong pemerataan dan peningkatan pendapatan perkapita. Dana pembangunan juga merupakan salah satu input produksi yang dapat menghasilkan output.

Pengeluaran konsumsi pemerintah dan pertumbuhan ekonomi
Pengeluaran konsumsi pemerintah daerah diukur dengan pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin ini mempunyai peranan dan fungsi cukup be-sar dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan sekalipun penge-luaran tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi, melainkan menunjang kegiatan pemerintahan serta peningkatan jangkauan  dan mutu pelayanan.

Tenaga Kerja Dan Pertumbuhan Ekonomi
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor dinamika dalam perkembangan ekonomi  jangka panjang bersamaan dengan Ilmu Penge-tahuan dan teknologi, sumber daya alam, dan kapasitas produksi. Pertum-buhan penduduk dan tenaga kerja dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi.

Jumlah tenaga kerja yang besar dapat berarti menambah jumlah te-naga produktif. Dengan meningkatnya produktivitas tenaga kerja diharapkan akan meningkatkan produksi, yang berarti akan meningkatkan pula PDRB.

Landasan Teori : Derajat Otonomi Fiskal (DOF)


Cepat Mendatangkan Duit Berlimpah
Dapatkan Info Lengkapnya dBC Network.

Sangat cocok utk Semua Kalangan

-------------------------------------------------------------

Salah satu aspek yang dapat menentukan keberhasilan otonomi daerah adalah kemandirian pemerintah daerah. Dengan demikian implikasi dari pengembangan otonomi daerah bukan semata-mata merupakan penambahan urusan yang diserahkan, akan tetapi juga seberapa besar wewenang yang diserahkan tersebut memberikan kemampuan mengambil prakarsa dalam pengelolaan keuangan daerah termasuk desentralisasi fiskal sehingga daerah dapat mengurangi derajat ketergantungannya kepada pusat dan dapat membiayai kegiatan pembangunan daerahnya.

Derajat otonomi fiskal di Kabupaten dan Kota di Indonesia pada umumnya masih rendah. Hal ini tercermin dalam indeks kemampuan rutin (IKR) yang masih rendah, artinya Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari masing-masing Kabupaten dan Kota belum mampu untuk membiayai keseluruhan belanja rutin daerahnya. Pengukuran derajat otonomi fiskal daerah menjelaskan mengenai kemampuan suatu daerah dalam membiayai urusan rumahtangganya dengan menghitung rasio pendapatan asli derah terhadap total penerimaan daerah tanpa transfer (Radianto, 1997 : 47). Pada struktur pengeluaran daerah, derajat otonomi fiskal dapat tercermin dalam angka indeks kemampuan rutin yaitu proporsi antara Pendapatan Asli Daerah dengan pengeluaran rutin tanpa transfer pemerintah pusat (Kuncoro, 1995 : 9 dan Radianto, 1997 :42).

Selanjutnya Bird dan Vaillancourt (2000 :167-169) menyatakan bahwa sistem fiskal yang sangat sentralistik merupakan penyebab mengapa kemampuan pemerintah daerah untuk menjalankan fungsi-fungsinya tergantung kepada pusat. Hal ini telah mengakibatkan kecilnya porsi penerimaan sendiri dalam struktur penerimaan daerah. Ketergantungan yang tinggi terhadap transfer pemerintah pusat telah menyebabkan kurangnya insentif pencarian sumber-sumber untuk menutupi biaya daerah.

Ketergantungan terhadap subsidi pemerintah pusat memang umum terjadi hampir di semua negara tidak terkecuali negara-negara maju seperti Amerika Serikat, di mana pada tahun 1900, sekitar 34% dari pengeluaran pelayanan publik dilaksanakan oleh pemerintah federal dan 66% oleh negara bagian dan pemerintah lokal. Sejak tahun 1949, komposisi pengeluaran sektor publik tersebut bergeser menjadi 70% dilaksanakan oleh pemerintah federal dan 30% oleh negara bagian dan pemerintah lokal. Proporsi ini bergerak pada tingkat yang hampir sama sampai tahun 1990, yaitu 67% dilaksanakan oleh pemerintah federal dan 33% oleh negara bagian dan pemerintah lokal. Namun tingkat ketergantungan negara bagian dan pemerintah  lokal  tersebut  tentu  saja  tidak  mengurangi  kewajiban mereka
untuk meningkatkan PAD-nya, (Sidik 2000 : 3).