Tampilkan postingan dengan label pajak daerah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pajak daerah. Tampilkan semua postingan

tentang hubungan positip antara pajak daerah dan pertumbuhan ekonomi

membahasa kaitan antara pajak daerah yang memiliki hubungan positip dengan pertumbuhan ekonomi, dari paparan fisher (1996) diketahui bahwa ada tiga dasar basis pemungutan pajak pusat dan daerah. dasar basis pemungutan berdasarkan pendapat fisher meliputi pajak daerah maupun pusat yang berbasis pada pendapatan dan perusahaan (income and corporate), konsumsi (consumption), dan kekayaan (wealth).

berdasarkan pendapat fisher tersebut, maka dapat dikatakan pajak pembangunan i/hotel dan restoran, pajak hiburan/tontonan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan masuk dalam kategori pajak daerah yang berbasis pada konsumsi.

boediono (1999:38-39) menjelaskan melalui persamaan identitas c + s = y. fungsi yang pertama, c = cy disebut fungsi konsumsi (consumption function), sedangkan fungsi yang kedua, s = sy disebut fungsi tabungan (saving function). khusus untuk bentuk konsumsi jangka pendek, c = a + cy, dibedakan dua macam propensity to consume yaitu : (a) marginal propensity to consume (mpc), yang didefinisikan sebagai perubahan pengeluaran konsumsi yang disebabkan oleh perubahan tingkat pendapatan (c/y=c), dan (b) average propensity to consume (apc), yang didefinisikan sebagai proporsi dari penghasilan yang dibelanjakan untuk konsumsi (c/y = a/y + c). implikasi dari fungsi tersebut jika dikaitkan dengan pajak daerah yang berbasis pada konsumsi adalah bahwa keempat pajak tersebut berhubungan dengan tingkat pendapatan total dari masyarakat (pdrb).

reksoprayitno (1997:165-166) mengemukakan faktor-faktor yang cukup besar peranannya dalam menentukan besar kecilnya pengeluaran konsumsi suatu masyarakat ialah : (a) distribusi pendapatan nasional; (b) banyaknya kekayaan masyarakat dalam bentuk alat-alat likuid; (c) banyaknya barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat; (d) kebijakan finansial perusahaan-perusahaan; (e) kebijakan-kebijakan perusahaan dalam pemasaran; (f) ramalan daripada masyarakat akan adanya perubahan tingkat harga.

dalam hubungannya dengan fungsi konsumsi yang dinyatakan dalam bentuk persamaan c = co + cy atau c = co + cyd, dapatlah kita katakan bekerjanya faktor-faktor seperti kita sebutkan di atas akan terlihat dalam bentuk berubahnya atau bergesernya fungsi konsumsi tersebut. dengan kata lain nilai nilai daripada intersept atau angka konstan co dan atau tingginya angka mpc akan mengalami perubahan sebagai akibat daripada bekerjanya salah satu, beberapa atau keseluruhan daripada faktor-faktor tersebut.

salah satu rencana jenis rencana implementasi adalah strategi pembangunan yang intinya merupakan terobosan atau jalan pintas mencapai tujuan pembangunan. strategi pembangunan daerah yang strategis adalah strategi yang diarahkan pada pengembangan suatu sektor ekonomi yang mampu mempercepat proses pelipatgandaan produksi, pendapatan, dan kesempatan kerja, dalam teori ekonomi konsep pelipatgandaan ini dikenal multiplier.

glasson mengemukakan salah satu model yang berkaitan dengan multiplier adalah economic base theory (djamaluddin, 1996 : 33-43). model ini membagi kegiatan ekonomi daerah ke dalam dua sektor kegiatan yaitu kegiatan mengekspor barang dan jasa yang dihasilkan di luar perbatasan ekonomi masyarakatnya atau untuk konsumsi orang-orang luar yang datang pada daerah tersebut (basic activities) dan sektor kegiatan menyediakan produknya untuk kebutuhan penduduk dalam daerahnya sendiri (non basic activities).

secara implisit dalam pembagian ini terkandung hubungan sebab dan akibat yang menciptakan teori economic base. kenaikan dalam jumlah basic activities dalam suatu daerah akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dalam region itu, dan mempengaruhi kenaikan dalam non basic activities, oleh karena itu basic activities mempunyai peranan prime mover, di mana setiap perubahan mempunyai multiplier effect pada perekonomian daerah. multiplier economic base ini biasanya dihitung dalam pengertian lapangan kerja. makin banyak total employment dalam basic activities, maka multiplier makin tinggi pula. kenaikan employment pada suatu daerah ditentukan oleh jumlah pertumbuhan employment dalam basic aktivities dikalikan dengan multiplier. rumusnya adalah t = b(k), dimana t = perubahan dalam total employment, b = perubahan dalam basic employment, dan k = employment multiplier.

searah dengan glasson, ditegaskan bahwa strategi pembangunan yang berorientasi pada pengembangan sumber daya alam yang memiliki spesialisasi untuk meningkatkan keunggulan komparatif suatu daerah, maka akan menciptakan kutub pertumbuhan (growth poles) yang akan berdampak pada perluasan kesempatan kerja yang diharapkan mampu menekan urbanisasi dan meningkatkan pendapatan masyarakat (soegijoko,1997: 125).

dengan terkumpulnya sektor-sektor basis atau unggulan dalam suatu kawasan tertentu akan mendorong proses pertumbuhan ekonomi. hal ini terutama karena adanya keuntungan dari anglomerasi antara lain timbulnya pola konsumsi yang berbeda, permintaan perumahan, pengangkutan dan jasa pemerintah, berkembangnya berbagai jenis produsen dan pekerja-pekerja terampil. keuntungan dari proses anglomerasi tersebut berdampak pada timbulnya berbagai kebutuhan (konsumsi) akibat kenaikan pendapatan masyarakat (y). kenaikan y ini kemudian meningkatkan permintaan agregat (z) melalui kenaikan pengeluaran konsumsi (c) . kita ingat, c ini timbul karena perilaku masyarakat yang tercermin pada fungsi konsumsinya (apabila yd naik dengan y, maka pengeluaran konsumsi akan meningkat dengan c = cyd = cw, dimana c adalah mpc). selanjutnya melalui proses multiplier c akan meningkatkan z sebesar z = 1/1-c * c atau z = 1/1-c * cyd = c/1-c * w ( boediono, 1999 : 116).

kaitannya dengan penerimaan pajak daerah yang berbasis pada konsumsi, maka secara otomatis setiap konsumsi yang berkaitan dengan transaksi penjualan suatu jasa/barang yang merupakan basis pajak daerah akan meningkatkan penerimaan pajak daerah.

tentang hubungan antara pajak daerah dengan pdrb

mengkaji hubungan pad (pajak daerah) dengan pdrb disini kita akan melihat adanya hubungan yang fungsional, yaitu pad merupakan fungsi dari pdrb. dengan meningkatnya pdrb akan menambah penerimaan pemerintah untuk pembangunan program-program pembangunan. selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kembali. dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita masyarakat, maka akan mendorong kemampuan masyarakat untuk membayar pajak dan pungutan lainnya.

dari paparan peacock dan wiseman (1961) diketahui, bahwa perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat, dan semakin meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat (lihat mangkoesoebroto, 1998 ).

miller dan russex (1997), telah meneliti pengaruh struktur fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pusat dan daerah di amerika serikat yang mengalami defisit anggaran. dengan menggunakan alat analisis random effects model, hasil penelitian mereka adalah : pertama, peningkatan surplus anggaran akan mendorong pertumbuhan ekonomi. ini hanya dapat tercapai apabila pajak pendapatan perusahaan (corporates income tax) ditingkatkan dan pengeluaran sektor pendidikan, transportasi publik dapat ditekan. kedua, pajak penjualan (sales tax) dan pajak lainnya digunakan untuk trasfer payment, maka pertumbuhan ekonomi akan menurun, sebaliknya jika pajak pendapatan perusahaan yang digunakan untuk trasfer payment, maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat. ketiga, pajak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, jika digunakan untuk membiayai pendidikan, trasportasi publik dan keamanan publik.

kneller, dkk. (1999), dengan menggunakan alat analisis random effects model, meneliti tentang pengaruh kebijakan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada 22 negara anggota oecd. hasil penelitian menyimpulkan : pertama, penerimaan pajak pendapatan dan keuntungan, pajak keamanan sosial, pajak upah tenaga kerja dan pajak kekayaan menurunkan pertumbuhan ekonomi, sebaliknya penerimaan pajak atas barang dan pelayanan domestik bepengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. kedua, pengeluaran pemerintah yang bersifat produktif yaitu pengeluaran pelayanan publik umum, pengeluaran untuk pertahanan, pengeluaran pendidikan, pengeluaran kesehatan, pengeluaran untuk perumahan dan pengeluaran untuk trasportasi dan komunikasi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebaliknya pengeluaran pemerintah non produktif yaitu pengeluaran keamanan dan kesejahteraan sosial, pengeluaran untuk rekreasi dan pengeluaran untuk pelayanan ekonomi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

implikasi kebijakan yang paling penting dari hasil penelitian tersebut adalah bagaimana mendorong peningkatan penerimaan melalui pajak dan secara tepat menggunakan penerimaan tersebut pada pengeluaran-pengeluaran yang bersifat strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

perencanaan yang bersifat strategis mengandung makna sejauhmana pemerintah daerah maupun pusat mampu mengembangkan sektor-sektor unggulan yang dapat menimbulkan pelipatgandaan (multiplier). berkaitan dengan upaya penentuan sektor unggulan untuk dikembangkan dalam perencanaan ekonomi daerah.

Landasan Teori : Desentralisasi

Desentralisasi merupakan sebuah alat untuk mencapai salah satu tujuan bernegara, yaitu terutama memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis. Dengan desentralisasi akan diwujudkan dalam pelimpahan kewenangan kepada tingkat pemerintahan untuk melakukan pembelanjaan, kewenangan untuk memungut pajak (taxing power),terbentuknya Dewan yang dipilih oleh rakyat, Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat.

Desentralisasi tidaklah mudah untuk didefinisikan, karena menyangkut berbagai bentuk dan dimensi yang beragam, terutama menyangkut aspek fiskal, politik, perubahan administrasi dan sistem pemerintahan dan pembangunan sosial dan ekonomi. Secara umum, konsep desentralisasi terdiri atas Desentralisasi Politik (Political Decentralization); Desentralisasi Administratif (Administrative Decentralization); Desentralisasi Fiskal (Fiscal Decentralization); dan Desentralisasi Ekonomi (Economic or Market Decentralization).
Sedangkan definisi desentralisasi menurut ketentuan dalam UU Nomor 22 tahun 1999 pasal 1 bahwa : ”Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada Daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Berbagai argumen yang mendukung desentralisasi antara lain dikemukakan oleh Tiebout (1956), Oates (1972), Tresch (1981), Breton (1996), Weingast (1995), dan sebagaimana dikutip oleh Litvack et al (1998) yang mengatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum, karena :
  1. Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya
  2. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat;
  3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya
Desentralisasi fiskal, merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila Pemerintah Daerah melaksanakan fungsinya secara efektif, dan diberikan kebebasan dalam pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) termasuk surcharge of taxes, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Pinjaman, maupun Subsidi/Bantuan dari Pemerintah Pusat.

Keberhasilan pelaksanaan desentralisasi akan sangat tergantung pada desain, proses implementasi, dukungan politis baik pada tingkat pengambilan keputusan di masing-masing tingkat pemerintahan, maupun masyarakat secara keseluruhan, kesiapan administrasi pemerintahan, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia, mekanisme koordinasi untuk meningkatkan kinerja aparat birokrasi, perubahan sistem nilai dan perilaku birokrasi dalam memenuhi keinginan masyarakat khususnya dalam pelayanan sektor publik.

Pajak Daerah Dan Pertumbuhan Ekonomi


Cepat Mendatangkan Duit Berlimpah
Dapatkan Info Lengkapnya dBC Network.

Sangat cocok utk Semua Kalangan

--------------------------------------------------------------

Penelitian terhadap efek-efek struktur fiskal oleh Miller dan Russek (1997), dengan latar belakang pendapat Helms tahun 1995, yang mengatakan bahwa peningkatan pajak secara signifikan menghambat pertumbuhan ekonomi jika pendapatan mendanai distribusi pendapatan, namun tidak demikian jika pendapatan mendanai jasa-jasa publik seperti jalan raya, pendidikan dan sarana keamanan umum. Kesimpulan penelitian tersebut, pajak akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi jika pendapatan mendanai pembayaran transfer (transfer payment) pemerintah, dan tidak akan berpengaruh secara negatif apabila pendapatan untuk mendanai jasa-jasa sektor publik.

Penelitian lain yang menjelaskan peranan sektor publik lokal  dalam pertumbuhan ekonomi regional Korea dilakukan oleh Kim, adalah apakah pajak daerah dan pengeluaran daerah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional Korea. Teori yang mendasari penelitian Kim adalah penelitian Blooam (1995), Karlton (1979 dan 1983), yang tidak menemukan hubungan antara pajak dan pertumbuhan serta Kleine (1977), Grioson (1977 dan 1980), yang menemukan sebuah hubungan negatif. Terakhir seperti penelitian Helms (1985), hasilnya adalah bahwa pajak pusat dan pajak daerah secara signifikan menghambat pertumbuhan ekonomi ketika pendapatan untuk mendanai pembayaran transfer, dan ketika pendapatan untuk mendanai layanan publik memiliki pengaruh yang mendukung perekonomian daerah. Kesenjangan ekonomi regional pada dasarnya dijelaskan oleh kinerja sektor privat, dan sektor publik lokal memainkan peranan penting dalam mmpersempit disparitas ekonomi regional melalui pengumpulan pendapatan, investasi dan konsumsi pemerintah. Pertumbuhan ekonomi daerah pada umumnya digambarkan oleh pertumbuhan Produk domestik regional bruto.

Produk domestik regional bruto (PDRB) sebagai gambaran production originated artinya merupakan indikator yang menggambarkan kemampuan suatu daerah untuk menghasilkan pendapatan atau balas jasa suatu faktor produksi di suatu daerah. Produk domestik regional bruto atau produk domestik bruto yakni nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam suatu wilayah, pada umumnya dalam jangka waktu satu tahun (Todaro, 1997 : 38).

PDRB telah menjadi pendekatan model yang sering digunakan banyak negara sebagai tolak ukur tingkat kesejahteraan, ekonomi penduduk, sehingga ada kecenderungan pendapatan penduduk meningkat. Jika pendapatan penduduk meningkat, maka akan mengubah pola konsumsinya, dimana kelebihan dari seluruh pendapatannya setelah dikonsumsi, merupakan kekayaan tambahan. Mengkaitkan PDRB sebagai indikator sosial ekonomi masyarakat dengan pajak daerah terutama pajak yang berbasis pajak pendapatan, dilihat dari sisi penghasilan masyarakat bahwa penghasilan adalah semua penerimaan yang dapat menambah konsumsi dan meningkatkan kekayaan atau tabungan (Mangkoesoebroto, 1999 : 255).

PDRB dalam suatu daerah meliputi PDRB riil dan PDRB nominal. PDRB nominal adalah nilai atas dasar harga berlaku, sedangkan PDRB riil adalah nilai atas dasar harga konstan. Bila PDRB nominal dibagi dengan PDRB riil dan dikali dengan 100 persen maka akan diperoleh PDRB deflator atau lebih dikenal dengan indeks harga implisit. Indeks ini menggambarkan perkembangan harga-harga dari pendapatan agregat pada suatu waktu tertentu.

Kaitannya perkembangan harga ini dengan kemampuan membayar pajak oleh masyarakat suatu daerah adalah meningkatnya harga dari output yang dihasilkan berarti pendapatan kotor atau nilai dari ouput tersebut mengalami peningkatan dan dengan demikian akan meningkatkan pajak atas nilai output atau produk tersebut.

Dalam rangka meningkatkan output perlu melibatkan beberapa jenis input. Terkait dengan hal ini, meningkatnya suatu output yang dihasilkan oleh masyarakat akan cenderung meningkatnya penerimaan pajak daerah. Untuk meningkatkan output menggunakan banyak tenaga kerja. Pertambahan tenaga kerja yang beraktifitas pada suatu wilayah tertentu bermakna akan menambah jumlah produk atau output yang dihasilkan dan bertambah pula pajak yang dikenakan atas nilai produk tersebut.

Landasan Teori : Analisis Posisi Fiskal Daerah


Bisnis Untuk Anak Muda

Dapatkan uang saku jutaan / bln
Jadilah Anak Muda yang Kaya
---------------------------------------------------------------

Untuk mengetahui posisi fiskal Kabupaten dihitung melalui konsep rasio pajak (tax ratio), upaya pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (tax effort), kinerja Pendapatan Asli Daerah (tax performance), kapasitas      fiskal   daerah    (fiscal capacity).   (Musgrave   dan    Musgrave, 1984: 54).
Posisi fiskal disebut kuat kalau kapasitas pajak lebih tinggi dari kebutuhan,  dan posisi fiskal disebut lemah apabila terjadi sebaliknya. Posisi fiskal adalah rasio kapasitas pajak terhadap kebutuhan fiskal, bila posisi fiskal mempunyai nilai lebih besar dari satu maka posisi fiskal kuat atau tinggi, begitu pula sebaliknya bila lebih kecil dari satu maka nilainya lemah.

Analisis posisi fiskal daerah dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu dengan metode atau sistem pajak representatif (representative tax system) dan analisis elastisitas (Suparmoko dan Uppal, 1986 : 62). Dalam analisis ini menggunakan sistem pajak representatif.

Langkah pertama yaitu menghitung kapasitas pajak, yaitu perkalian antara basis pajak dan tarif pajak. Oleh karena yang analisis adalah posisi PAD yang terdiri dari pajak dan bukan pajak, maka sulit menentukan basis dan tarif pajak. Untuk mengatasi kesulitan ini dilakukan pendekatan dengan menggunakan PDRB sebagai kapasitas PAD, yakni PDRB tanpa pertambangan dan Migas, menurut harga yang berlaku. PDRB tanpa pertambangan dan migas  lebih sesuai karena sektor ii dikuasi oleh negara dan sangat kecil pengaruhnya terhadap PAD. Menurut harga berlaku adalah sesuai dengan penilaian barang lainya tanpa dikoreksi atau dikurang tingkat inflasi.

Langkah berikutnya adalah menghitung upaya pengumpulan PAD (UPAD) yaitu jumlah PAD dibagi dengan jumlah PDRB. Langkah ke tiga  yaitu menghitung tingkat PAD standar, (standard tax rate), yaitu jumlah total PAD Kabupaten-Kota dibagi dengan Jumlah total PDRB Kabupaten Kota. Langkah ke empat adalah menghitung IPAD, yaitu indek penampilan PAD (tax performance Index), diperoleh dengan Upaya PAD dibagi Tingkat PAD standar dikalikan dengan 100 (seratus).

Berdasarkan hitungan-hitungan tersebut di atas, maka maka dapat terlihat indek penampilan PAD masing-masing daerah. Apakah berada di atas atau di bawah TPS Eks Karisidenan Pekalongan sebagai bench mark.