bertolak dari konsep dan praktik pembangunan desa pada masa lalu yang bersifat sentralistik. potensi masyarakat lokal seringkali dikesampingkan oleh pelaksana di lapangan. hal ini yang menyebabkan hasil pembangunan yang telah dilakukan tidak memberikan dampak dan manfaat yang luas bagi masyarakat. seringkali terjadi kerusakan bahkan hancur sebelum usia pakainya habis. karena tidak muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab pada masyarakat dalam memelihara atau menjaga prasarana dan sarana yang telah dibangun oleh pemerintah. meskipun sesungguhnya prasarana dan sarana yang dibangun oleh pemerintah ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah pedesaan itu sendiri.
ketika suatu proyek pembangunan prasarana dan sarana yang muncul dari masyarakat daerah pedesaan, direncanakan, dan dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat daerah pedesaan, maka kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sangat tinggi. masyarakat secara sadar dan tanpa pamrih turut berpartisipasi aktif untuk mensukseskan pembangunan tersebut. hal ini berdampak pula pada munculnya rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan pembangunan dan hasil pembangunannya.
dalam pembangunan desa masyarakat desa ditempatkan sebagai subjek pembangunan. sebagai subjek pembangunan menunjukkan bahwa masyarakat daerah pedesaan berperan sebagai pelaku pembangunan. dengan menjadi pelaku pembangunan, masyarakat desa berperan secara aktif dalam proses pembangunan. peran aktif masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk keterlibatan atau pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, apakah pada tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan atau pada semua tahap proses pembangunan tersebut.
kedepanya peran masyarakat lebih didorong untuk menjadi ujung tombak dalam pembangunan desa. pola bottom-up planning mungkin menjadi salah satu alternatif yang mengedepan. pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan fasilitator aktif (tentunya tidak berpangku tangan hanya menunggu dari masyarakat). pemerintah memotivasi masyarakat untuk membangun daerahnya seraya pemerintah menyiapkan bantuan prasarana, sarana dan dana yang dibutuhkan. pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide pembangunan desa kepada masyarakat. namun dalam tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam menentukan keputusan mengenai apa yang akan dibangun, membuat dan menyusun rencana pembangunan, dalam pelaksanaan pembangunan sampai pada pemeliharaan hasil pembangunan.
berkaitan dengan manusia (penduduk daerah pedesaan) sebagai subjek pembangunan, maka dituntut berbagai hal terhadap kapasitas dan kualitas manusia itu sendiri. salah satu tuntutan peran sebagai subjek (pelaku) pembangunan yang semestinya dapat dan mampu dipenuhi oleh masyarakat di daerah pedesaan adalah kemampuan menciptakan atau daya cipta. soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pengembangan (pemekaran) daya cipta suatu bangsa bukan saja suatu kemampuan serta kejadian individual, melainkan juga suatu proses sosial yang ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial pula. maksudnya adalah adanya lembaga dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai perkembangan daya cipta dalam pembangunan masyarakat.
bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan memacu pembangunan desa secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama perlu dibangun adalah manusia sebagai pelaku dan calon pelaku pembangunan itu sendiri. kritik bagi model pembangunan kita selama ini adalah bangsa kita lebih cenderung mengedepankan pembangunan fisik daripada pembangunan manusianya.
soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pada pembangunan ekonomi ada kecenderungan mengaggap esensi pertumbuhan ekonomi ialah besarnya penanaman modal untuk keperluan produksi. ini dianggap faktor paling menentukan untuk mencapai suatu tingkat ekonomi yang lebih tinggi. peneropongan teoritis, lebih berkisar pada soal penentuan besar kecilnya penanaman modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih pesat. penanaman modal dipandang lebih menentukan daripada cacah jiwanya., sehingga kurang mendapat perhatian dan berjalan sendiri. kalaupun faktor seperti pendidikan, stabilitas politik dan faktor sosial lainnya turut ditinjau, peninjauan itupun tetap berporos pada investasi modal.