teori hari ini, model implementasi kebijakan publik

masih menyambung postingan sebelumnya ; teori hari ini, tentang kebijakan publik dan teori hari ini, tentang implementasi kebijakan publik. di postingan sambungan yang ini saya belajar tentang model dari implementasi kebijakan publik. dan berikut uraian lengkapnya :

studi implementasi merupakan analisis yang menekankan pada suatu proses perubahan atau penjabaran suatu gagasan (kebijakan publik) menjadi suatu tindakan nyata dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. dalam menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung dapat dilihat dari berbagai model implementasinya.

wayne persons (1997) membagi garis besar model implementasi kebijakan menjadi empat ( tachjan, 2008:60), yaitu:
  1. the analysis of failure (model analisis kegagalan).
  2. rational (top down) models, (mengidentifikasi faktor-faktor mana yang membuat implementasi sukses).
  3. bottom-up kritikan terhadap model pendekatan top-down dalam kaitannya dengan pentingnya faktor-faktor lain dan interaksi organisasi.
  4. hybrid theories (teori-teori hasil sintesis).

ada beberapa model-model implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan, yaitu :

model pendekatan top-down
van meter dan van horn (1975) (wahab, 1997), memandang implementasi kebijakan sebagai :
those actions by public or provide individual-individual (or group) that are directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decision

dalam teorinya, van meter dan van horn ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. selanjutnya keduanya menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja (performance).

dengan memanfaatkan konsep - konsep tersebut, maka permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini adalah hambatan-hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan dan organisasi? seberapa jauhkah tingkat efektivitas mekanisme-mekanisme kontrol pada setiap jenjang struktur? (masalah ini menyangkut kekuasaan dari pihak yang paling rendah tingkatannya dalam organisasi yang bersangkutan). seberapa pentingkah rasa keterkaitan masing-masing orang dalam organisasi? (hal ini menyangkut masalah kepatuhan).

atas dasar pandangan tersebut di atas, van meter dan van horn kemudian berusaha untuk membuat tipologi kebijakan menurut:
  1. jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan
  2. jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan di antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
alasan dikemukakannya hal ini ialah bahwa proses implementasi itu akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu, dalam artian bahwa implementasi kebanyakan akan berhasil apabila perubahan yang dikehendaki relatif sedikit, sementara kesepakatan terhadap tujuan – terutama dari mereka yang mengoperasikan program di lapangan relatif tinggi.

hal lain yang dikemukakan kedua ahli di atas ialah bahwa jalan yang menghubungkan antara kebijakan dan prestasi kerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas (independent variable) yang saling berkaitan. variabel-variabel tersebut adalah:
(1) ukuran dan tujuan kebijakan
(2) sumber-sumber kebijakan
(3) ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana
(4) komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
(5) sikap para pelaksana
(6) lingkungan ekonomi sosial dan politik.

model pendekatan bottom-up
smith (1973) memandang implementasi sebagai proses atau alur, melihat proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik, dimana kebijakan yang dibuat pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau perubahan. smith mengatakan bahwa ada empat variabel yang perlu diperhatikan dalam proses implementasi kebijakan (islamy, 2001) yaitu:
  1. idealized policy adalah suatu pola interaksi yang diidealisasikan perumus kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi, dan merangsang target group untuk melaksanakannya.
  2. target group, yaitu bagian dari policy stakeholders yang diharapkan dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan. karena target group ini banyak mendapat pengaruh dari kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola prilakunya dengan kebijakan yang dirumuskan.
  3. implementing organization, yaitu badan-badan pelaksana atau unit-unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan
  4. environmental factors, yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang mempengaruhi implementasi kebijakan (seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik).

model pendekatan sintesis (hybrid theories)

sabatier (1986) mengkaji implementasi menuju suatu sintesis mengatakan bahwa tahap-tahap kebijakan (policy-stages) tidaklah membantu memahami proses pengambilan kebijakan, karena memilah-milahnya menjadi serangkaian bagian (section) yang sifatnya tidak realistis dan artifisial. karena itu dari sudut pandang ini, implementasi dan policy-making menjadi kesatuan proses yang sama. kontribusi awalnya terhadap studi implementasi muncul bersamaan dengan pertimbangan model top-down yang ditulis bersama mazmanian (1979).

framework-nya kemudian dimodifikasi sesuai dengan riset yang dilakukan sabatier (1986) terhadap evaluasi kasus model bottom-up seperti yang dikembangkan oleh hjern dan porter yang mengatakan bahwa implementasi sebagai hubungan inter-organisasi. sehubungan dengan hal ini, sabatier mengemukakan bahwa sintesis dari dua posisi (model top-down dan bottom-up) tersebut dimungkinkan dengan mengambil wawasan dari hjern dan porter untuk dipakai pada dinamika implementasi inter-organisasi dalam bentuk network, model top-down memfokuskan perhatiannya pada institusi dan kondisi sosial ekonomi yang menekankan perilaku.