Kedudukan dan peranan seorang pemimpin sangat penting dalam mengarahkan dan menggerakkan bawahannya untuk mau dan mampu bekerja aktif dan efektif guna mewujudkan tujuan organisasi.
Kepemimpinan seseorang dalam prakteknya akan bertumpu pada kemampuan mengimplementasikan konsep kepemimpinan. Hal ini berarti, seorang pemimpin dengan kepemimpinannya harus mampu mempengaruhi bawahannya dalam melaksanakan pekerjaan guna mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian, kepemimpinan adalah proses di mana seseorang berusaha mempergunakan pengaruhnya terhadap para bawahan (pengikutnya) dengan tujuan mempengaruhi perilaku mereka sesuai dengan keinginannya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Stogdill (1974:10) yang mengemukakan “leadership is a process (act) of influencing the activities of an organized group in its efforts toward goal setting and goal achievement” (proses tindakan mempengaruhi aktifitas kelompok yang terorganisasi dalam usaha menetapkan tujuan dan pencapaian tujuan). Sementara itu Cowley (dalam Stogdill 1974:12) menjelaskan bahwa “leader is a person who has a program and moving toward an objective with his group in a definite manner”. Dengan kata lain bahwa pemimpin merupakan individu yang memiliki program dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.
Seorang pemimpin harus mampu mencurahkan segenap daya kekuatannya untuk membawa dan mempengaruhi perilaku bawahannya menuju tujuan yang digariskan dalam program kerjanya, karena untuk mendapatkan hasil kerja yang utuh dalam suatu kepemimpinan seorang pemimpin dituntut mampu memadukan kemampuan mempengaruhi bawahan dengan sumber daya lainnya secara tepat dan benar, yaitu; melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengawasan dan pengendaliannya, yang kesemuanya diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Ada tiga teori kepemimpinan yang paling terkenal, yakni teori sifat, teori perilaku dan teori kontingensi (Stogdill, 1974:35-167; Stoner, 1986:113-142; Sutarto, 1995:39-137). Teori sifat memandang bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat/karakter yang dimiliki pemimpin itu. Sedangkan teori perilaku berpandangan bahwa keberhasilan seorang pemimpin di dasarkan atas perilakunya. Dengan kata lain pendekatan ini menjelaskan bahwa keberhasilan atau gagalnya seorang pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin itu sendiri. Bahkan Shekdon dan Steven (dalam Sutarto, 1995:38) menemukan adanya 76 tipe stuktur badan yang berhubungan dengan perbedaan kepribadian seorang pemimpin.
Menurut Sutarto (1995:64) “gaya bersikap dan bertindak pemimpin akan nampak dalam beberapa hal, diantaranya cara melaksanakan suatu pekerjaan, cara memberikan tugas, cara memberikan perintah, cara berkomunikasi, cara menegakkan disiplin dan cara menegur kesalahan bawahan”.
Sedangkan teori perilaku berpandangan bahwa keberhasilan seorang pemimpin didasarkan atas perilakunya. Pendekatan ini menjelaskan bahwa keberhasilan atau gagalnya seorang pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin itu sendiri. Menurut Sutarto (1995:64) gaya bersikap dan bertindak pemimpin akan nampak dalam beberapa hal, diantaranya; “cara melaksanakan suatu pekerjaan, cara memberikan tugas, cara memberikan perintah, cara berkomunikasi, cara menegakkan disiplin dan cara menegur kesalahan bawahan”.
Sementara itu menurut penelitian Ohio (dalam Thoha, 1996:273) seorang pemimpin mempunyai orientasi kepemimpinan terhadap dua dimensi, yakni; “pemimpin yang mementingkan hasil atau perilaku tugas dan pemimpin yang mementingkan bawahan atau perilaku hubungan”. Berdasarkan pandangan teori perilaku, gaya kepemimpinan yang efektif dipengaruhi oleh orientasi perilaku pimpinan itu sendiri. Penemuan Greene (dalam Thoha, 1996:283) menyatakan bahwa: ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik, pemimpin cenderung untuk menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Sebaliknya ketika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik, pemimpin menaikkan penekanannyua pada pemberian perhatian (perilaku hubungan).
Teori kepemimpinan situasional atau teori kontingensi dikembangkan Fiedler (dalam Hersey , 1996:189), yang mengemukakan bahwa “kepemimpinan yang efektif dipengaruhi oleh faktor perilaku pemimpin dan faktor-faktor situasi”. Penelitian tersebut didasarkan pada tiga macam variable penting yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan yang efektif, yakni; “hubungan antara pemimpin dengan bawahan (perilaku hubungan), struktur tugas (perilaku tugas) dan variabel kuasa atau wewenang dari posisi yang dimiliki pemimpin (kedudukan pemimpin)” (Fiedler dalam Hersey , 1996:189).
Menurut pendapat Hersey et al, (1996:191-192) berdasarkan variabel perilaku tugas, variabel perilaku hubungan dan variabel kesiapan terdapat empat gaya kepemimpinan, yakni gaya telling (memberitahukan), selling (menjajakan), participating (mengikutsertakan), dan delegating (mendelegasikan). Gaya kepemimpinan telling (memberitahukan) digunakan apabila tingkat kesiapan bawahan rendah, dengan perilaku hubungan yang rendah dan perilaku tugas tinggi, gaya kepemimpinana selling (menjajakan) digunakan apabila tingkat kesiapan rendah dengan perilaku hubungan tinggi dan perilaku tugas tinggi, gaya kepemimpinan participating (mengikutsertakan) digunakan apabila tingkat kesiapan sedang ke tinggi dnegan perilaku hubungan tinggi dan perilaku tugas rendah, sedangkan gaya kepemimpinan delegating (mendelegasikan) digunakan apabila tingkat kesiapan bawahan tinggi, dengan perilaku hubungan rendah dan perilaku tugas rendah.
Berdasarkan penjelasan diatas, penerapan gaya kepemimpinan dipengaruhi perilaku pemimpin itu sendiri (perilaku tugas atau hubungan) dan pengetahuan pimpinan akan tingkat kesiapan dari orang-orang yang dipimpinnya (bawahan). Penerapan gaya kepemimpinan yang dipraktekkan memiliki konsekuensi sendiri terhadap perilaku bawahannya, antara lain terhadap disiplin kerja bawahannya.
Stogdill (1974:30) mengidentifikasikan beberapa fungsi kepemimpinan berdasarkan pendapat ahli teori perilaku sebagai berikut
1) Defining objectives and maintaining goal direction (mendefinisikan tujuan dan menentukan sasaran)
2) Providing means for goal attainment (menentukan sasaran daripada kelompoknya)
3) Providing and maintaining group structure (menentukan struktur dari kelompok)
4) Facilitating group action ang interaction (memperhatikan kegiatan kelompok dan bentuk interaksi)
5) Maintaining group cohesiveness and member satisfaction (memperhatikan kekompakan kelompok dan mendapatkan kepuasan anggotanya)
6) Facilitating group task performance (mempersiapkan kelompok untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya)
Berdasarkan pendapat di atas, dalam kepemimpinan harus memperhatikan komponen penetapan sasaran dalam mengarahkan tujuan, penetapan cara mencapai tujuan, penetapan dan memelihara struktur kelompok, menentukan tindakan dan interaksi kelompok, memelihara keterpaduan kelompok dan kepuasan anggota, serta memudahkan tugas kelompok.