Banyak definisi mengenai pembangunan, salah satunya adalah menurut Michel P. Todaro (1995) bahwa pembangunan adalah sebagai suatu proses multidimensi yang melibatkan perubahan-perubahan dalam struktur, sikap dan faktor kelembagaan, juga percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakadilan dan penghapusan kemiskinan absolut.
Pembangunan masyarakat desa yang sekarang disebut juga dengan nama pemberdayaan masyarakat desa pada dasarnya serupa dan setara dengan konsep pengembangan masyarakat (community development atau CD). Perkembangan teori pembangunan desa itu dimulai dari praktik, yaitu dari kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam situasi social yang dihadapi didalam Negara-negara yang menghadapi perubahan sosial yang cepat.
Pada dasarnya tidak ada satu teori atau pendekatan tunggal yang digunakan dalam rangka pembangunan perdesaan (desa). Berbagai konsep pembangunan desa yang telah dilaksanakan pemerintah sejak tahun lima puluhan selalu mengalami dinamika dan perubahan serta senantiasa disesuaikan dengan tingkat perkembangan masyarakat.
Beberapa konsep dan pendekatan pembangunan perdesaan (desa) yang pernah dilakukan di negara kita dan beberapa negara lain diantaranya adalah :
(a) Pengembangan Masyarakat (Community Development),
(b) Pembangunan Desa Terpadu (Integrated Rural Development),
(c) Pembukaan Daerah Baru & Mendorong Migrasi Penduduk serta Pengelompokan Permukiman Kecil,
(d) Pembangunan Pertanian,
(e) Industri Perdesaan,
(f) Kebutuhan Dasar Manusia (Basic Needs – Strategy),
(g) Pusat Pertumbuhan & Wilayah Pengembangan (Integrated Area Development),
(h) Pendekatan Agropolitan.
Dari konsep dan pendekatan pembangunan tersebut, secara umum sebenarnya bermuara yang sama : yaitu pembangunan perdesaan akan berhasil bila masyarakat desa dijadikan sebagai subyek pembangunan dan member banyak peluang bagi masyarakat desa untuk mengambil keputusan tentang nasib mereka sendiri. Menurut Mukhtar Sarman (2008) kata kunci dari dalam pembangunan perdesaan adalah guna “memberdayakan” kelompok miskin di daerah perdesaan.
Sebagai gambaran dari pendekatan yang beragam ini, menurut Mukhtar Sarman (2008) dengan mengambil contoh ilustrasi dari berbagai program pemerintah dalam rangka mewujudkan kebijakan pembangunan desa di Indonesia selama ini, ada tiga pola pendekatan yang telah pernah dilaksanakan. Pendekatan pertama adalah pola instruktif, atau seringkali juga diindentifikasikan sebagai strategi top down. Pendekatan kedua adalah pola konsultatif, atau diidentikkan dengan pola “bottom up top down”. Pendekatan ketiga adalah pola pendampingan. Pendekatan ini merupakan perbaikan lebih lanjut dari pola konsultatif.
Berdasarkan Tjondronegoro (dalam Mukhtar Sarman, 2008 : 103) untuk dapat memahami pelaksanaan suatu kebijakan pembangunan memerlukan tiga pengetahuan pokok, yaitu :
(1) Asumsi yang digunakan oleh para pembuat kebijakan
(2) Tujuan dan kelompok sasaran yang ingin dicapai dari kebijakan
(3) Intervensi-intervensi oleh para pelaksana terhadap pelaksanaan dari suatu kebijakan di berbagai tempat dan hirarki