Adanya otonomi daerah, akan membuat pemerintah desa menjadi semakin memiliki peluang dalam menentukan program pembangunan yang akan dilaksanakan, dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat desa tanpa harus didikte oleh kepentingan pemerintah daerah dan pusat. Sayangnya kondisi ini ternyata belum berjalan cukup mulus. Sebagai contoh, aspirasi desa yang disampaikan dalam proses musrenbang senantiasa kalah dengan kepentingan pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif) dengan alasan bukan prioritas, pemerataan dan keterbatasan anggaran.
Bagi masyarakat, manfaat otonomi daerah adalah semakin transparannya pengelolaan pemerintahan desa dan semakin pendeknya rantai birokrasi yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh positif terhadap jalannya pembangunan desa.
Misal keterlibatan masyarakat dalam proses musrenbang, keberadaan delegasi masyarakat desa dalam kegiatan musrenbang di tingkat kabupaten/kota gagasannya adalah membuka kran partisipasi masyarakat desa untuk ikut menentukan dan mengawasi penentuan kebijakan pembangunan daerah. Meski kemudian, muncul persoalan bahwa keberadaan delegasi masyarakat ini hanya menjadi ‘kosmetik’ untuk sekedar memenuhi ‘qouta’ adanya tanda partisipasi masyarakat ”ada” dalam proses musrenbang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang.
Dari persoalan musrenbang tersebut, perihal partisipasi masyarakat desa dalam proses pembangunan di pedesaan perlu memiliki wadah berupa kelembagaan yang jelas serta memiliki legitimasi yang cukup kuat di mata masyarakat desa. Dalam UU No. 32 tahun 2004 sebenarnya telah dibuka ruang terkait pelembagaan partisipasi masyarakat desa tersebut melalui pembentukan Lembaga Kemasyarakatan. Lembaga Kemasyarakatan atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat.
Lembaga kemasyarakatan mempunyai tugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Pembentukan lembaga kemasyarakatan ditetapkan dengan peraturan desa. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan pemerintahan desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Tugas lembaga kemasyarakatan meliputi:
- menyusun rencana pembangunan secara partisipatif;
- melaksanakan, mengendalikan, memanfaatkan, memelihara dan mengembangkan pembangunan secara partisipatif;
- menggerakkan dan mengembangkan partisipasi, gotong royong dan swadaya masyarakat menumbuhkembangkan kondisi dinamis masyarakat dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
- penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam pembangunan;
- penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat;
- penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif;
- penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotong royong masyarakat;
- pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dan
- pemberdayaan hak politik masyarakat;