moralitas membutuhkan pilihan etika dan pilihan etika bukan merupakan sebuah fungsi dari fungsionaris. seperti dinyatakan oleh seorang pakar yang memiliki pengalaman di perancis dan jerman, birokrat-birokrat “taat dan bahkan memberikan respon terhadap kekuatan pemimpin politik”.
kemunculan etika sektor publik
perspektif ini mulai berubah di amerika serikat pada awal abad 20m dan ini merupakan perubahan pertama pada level bawah, ketika international city/county management pada saat ini menggunakan kode etika sektor publik untuk pertama kalinya pada tahun 1924. kode etika ini menunjukkan nilai-nilai anti korupsi dan anti politik dari gerakan reformasi pemerintah kota dan bukan merupakan sebuah pernyataan etika profesional dalam tradisi yang ditentukan oleh bidang-bidang pendidikan, tehnik, hukum, dan kedokteran. namun hal ini merupakan testimoni pertama untuk kepentingan etika pemerintah.
saat ini, meskipun beberapa kode etika sektor publik mungkin gagal memperoleh kesempurnaan yang luas, namun kode etika, dewan etika, dan pelatihan etika sekarang hidup dalam pemerintah. national association of school of public affairs and administration mewajibkan pendidikan etika apabila sebuah universitas ingin mengakreditasikan program administrasi publiknya, dan semua buku administrasi publik mencakup pembahasan etika. semua asosiasi profesi utama dari administrator publik secara aktif memberikan lokakarya dan format-format lainnya sehingga para pemimpin publik bisa menentukan pelaksanaan etikannya.
administrasi publik dan pentingnya etika
tanpa menyangsikannya, para administrator publik menjalankan etika pemerintah dengan serius. ringkasnya, para administrator publik nampak meyakini bahwa etika-etika dalam pemerintahan adalah sangat penting. dibandingkan dengan lembaga bisnis, lembaga pemerintahan nampaknya menjadi lembaga yang lebih etis, dan administrator publik adalah lebih penting dari perubahan-perubahan etis dalam pemerintah dibandingkan dengan pembayar pajak. perspektif ini bagi para administrator publik adalah mendukung pertanda-pertanda etis.
para administrator publik dan persepsi mengenai tingkah laku yang tidak etis
untuk memecahkan temuan-temuan ini, barangkali tidak mengejutkan bahwa para administrator publik adalah kurang toleran terhadap pelanggaran-pelanggaran etis yang dirasakan. hampir setengah administrator publik melaporkan bahwa “para pengawas berada di bawah tekanan untuk mengkompromikan standar-standar personal” dan sebenarnya semua administrator publik sependapat bahwa mereka “menghadapi dilema-dilema etika dalam bekerja”,
persepsi-persepsi mengenai tingkah laku yang tidak etis ini terjerat dalam rekanan-tekanan berkelanjutan antara eksekutif-eksekutif karir dan non karir. persepsi-persepsi administrator publik mengenai tingkah laku yang tidak etis mungkin juga menunjukkan depresinya yang mendalam terhadap korupsi publik.
apapun statusnya—karir dan non karir—junior atau senior—berpengalaman atau tidak berpengalaman—para administrator publik semakin berkeinginan untuk bertindak berdasarkan persepsi-persepsi perilaku yang tidak etis.
apakah etika berarti? etika dan organisasi yang efektif
apakah etika berarti? apakah organisasi-organisasi publik dan swasta lebih efektif karena mereka memiliki etika?. data dari sektor swasta nampak mendukung dugaan bahwa etika adalah bisnis yang baik.
data dari sektor publik menunjang kesimpulan bahwa praktek perilaku yang etis membuat organisasi lebih fektif. ringkasnya, etika adalah bisnis yang lebih baik dan pemerintah yang baik.
arus-arus yang terdalam: birokrasi dan kepentingan publik
walaupun adalah menyenangkan untuk mengetahui bahwa para administrator publik menjalankan etika dan prakteknya secara serius, dan bahwa pemerintah yang beretika mungkin sama dengan pemerintah yang lebih efektif, namun kita belum harus menempatkan arus-arus etika yang lebih mendalam yang unik untuk pemerintah. arus-arus tersebut menunjukkan pertanyaan-pertanyaan mengenai kepentingan publik. apakah yang menjadi kepentingan publik, dan bagaimanakah seharusnya membuat keputusan-keputusan yang berada dalam kepentingan publik? “sedikit literatur mengenai administrasi publik yang menunjukan tentang sifat kepentingan publik”.
akuntabilitas birokratis
inti pekerjaan dalam akuntabilitas birokratis berhubungan dengan birokrat-birokrat yang membuat keputusan yang berada atau tidak berada dalam kepentingan publik dan hal ini berguna. sayangnya, dasar pikiran akuntabilitas birokratis menyatakan bahwa para administrator publik dalam sebuah demokrasi dibatasi dengan aman oleh campuran batasan-batasan (batasan-batasan yang bergantung pada penulis) dari pembuatan keputusan dan kebijakan-kebijakan yang anti demokratis, tidak adil, atau tidak etis; oleh karena itu, bukan untuk ragu-ragu. secara implisit, saluran logis ini menyatakan bahwa penggunaan kerangka kerja etis yang eksplisit untuk membuat keputusan-keputusan birokratis adalah membuang-buang waktu.
pemeriksaan-pemeriksaan internal untuk memastikan akuntabilitas. misalnya, beberapa pakar berpendapat bahwa keberatan-keberatan normal dan komitmen-komitmen profesi bahwa administrator-administrator publik dikumpulkan sedikit demi sedikit dari pegawai sosial menjadi pegawai publik, bersama dengan “perwakilan elit” dari birokrasi-birokrasinya, bertindak sebagai batasan-batasan internal terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan anti demokrasi. variasi-variasi yang lebih terkini mengenai filosofi ini adalah para birokrat dapat menjadi pelindung-pelindung dari pelindung-pelindung yang menyatakan bahwa “landasan moral” para administrator terhadap kehormatan, kebajikan, dan keadilan melindungi publik.
pemeriksaan-pemeriksaan eksternal untuk memastikan akuntabilitas. namun, sebagian besar ahli administrasi publik menyatakan bahwa banyak terdapat pemeriksaan-pemeriksaan eksternal dan pemeriksaan-pemeriksaan ini memastikan pemenuhan eksekutif dengan kepentingan publik. pemeriksaan-pemeriksaan eksternal meliputi: pengawasan legislatif: partisipasi warga negara pengawasan legislatif dalam pembuatan keputusan birokratis, mengenalkan pemerintah sebuah ombusmen,
gabungan jaminan-jaminan. selanjutnya, gabungan-gabungan dari dua perspektif—yaitu, kontrol internal dan eksternal—muncul. misalnya, seorang penulis menyatakan bahwa tanggung jawab pribadi, kebijaksanaan (kontrol internal), dan “akuntabilitas rezim” (kontrol eksternal) menunjukkan administrasi yang efektif dalam kepentingan publik. penulis lainnya mengidentifikasi empat kontrol yang menjalankan hal yang sama: atribut-atribut individual (kontrol internal), struktur organisasi, budaya organisasi publik, dan harapan-harapan masyarakat (semua kontrol eksternal). beberapa penulis lainnya juga menyebutkan empat “kepentingan”: pribadi (internal), publik, pemilih, dan birokratis (semuanya eksternal).
jaminan-jaminan internal dan eksternal: apakah yang digunakan oleh administrator-administrator publik? tidak banyak ada penelitian mengenai pertanyaan ini dan penelitian yang ada merupakan penelitian campuran. beberapa peneliti menemukan bahwa pemeriksaan-pemeriksaan internal adalah lebih penting.
poin yang hilang. tanpa memperhatikan apa yang dimaksudkan oleh para filsuf administratif publik dan apa yang dipraktekkan oleh para administrator publik, argumen-argumen tentang akuntabilitas birokratik menghilangkan satu poin. poinnya adalah para administrator publik, tak sama dengan badan pembuat undang-undang dan hakim, tidak memiliki kerangka praktis yang sistematis dari nilai-nilai yang mereka dapat gunakan untuk memandunya dalam membuat keputusan publik. literatur mengenai akuntabilitas publik, walaupun bermanfaat, namun tidak dapat memberikan panduan; hal ini hanya menyatakan mekanisme-mekanisme yang mungkin menghalangi, mencegah, mengkoreksi, atau menghukum para administrator publik untuk membuat keputusan-keputusan yang tidak berada dalam kepentingan publik.
humanisme organisasi
tidak seperti literatur mengenai akuntabilitas birokratis, para ahli humanis organisasi tidak melewati isu mengenai nilai-nilai; mereka menyatakan apakah para administrator publik harus bergantung apabila ia akan membuat keputusan yang benar-benar menjadi kepentingan publik. nilai ini adalah: selalu memperlakukan seseorang secara manusiawi.
nilai birokratis akhir. argumen untuk melakukan hal ini adalah sangat praktis dan untuk beberapa tingkatkan bersifat empiris. pada intinya, argumen ini menyatakan bahwa: memperlakukan anggota-anggota organisasi secara manusiawi akan menimbulkan efisiensi organisasi yang lebih besar; memperlakukan anggota-anggota organisasi secara manusiawi akan meningkatkan perubahan organisasi; dan memperlakukan anggota organisasi dan klien organisasi dalam cara yang manusiawi adalah tujuan yang diinginkan. martabat orang merupakan “nilai akhir”.
menerapkan humanisme organisasi: non-starter? untuk sebuah contoh, pertimbangkanlah dilema klasik dalam bidang manajemen sumberdaya manusia publik: menggaji anggota-anggota dari kelompok-kelompok yang lemah secara sosial. terdapat dua posisi berdasarkan nilai. nilai pertama adalah pemerintah seharusnya membuat usaha-usaha khusus, termasuk penurunan standar-standar masuk, untuk menggaji anggota-anggota dari segmen-segmen masyarakat amerika yang telah menanggung berbagai bentuk diskriminasi ras, agama, ketidakmampuan, etnis, atau seksual. pertimbangannya adalah bahwa karena penyimpangan budaya dalam pengujian, kurangnya kesempatan pendidikan, dan prasangka sosial umum, pemerintah berhutang kepada orang-orang yang telah mengalami ketidakadilan. apabila hal ini seharusnya memerlukan beberapa penyimpangan regulasi-regulasi layanan sipil (seperti yang dilakukan bagi kaum veteran), maka hal tersebut dilakukan. namun, penyimpangan aturan ini hanya akan menyeimbangkan ekuitas-ekuitas sosial bagi para pelamar yang tidak harus mengalami kefanatikan di masa lalu, dan hal ini hanya seharusnya terjadi karena pemerintah adalah lembaga tunggal yang paling bertanggungjawab atas menjamin persamaan kesempatan dalam masyarakat.
posisi lainnya adalah bahwa tidak ada penurunan standar-standar yang seharusnya dipertimbangkan, tanpa memperhatikan kesengsaraan masa lalu para pelamar. logika untuk sudut pandang ini adalah pemerintah berhutang kepada semua orang yang diatur. untuk memperkerjakan para pelamar yang tidak memiliki skor atau pengujian seperti para pelamar lainnya, atau tidak memiliki pendidikan yang dapat dibandingkan, atau para pelamar yang sedikit memiliki kualifikasi, ketidaktergantungan pemikiran yang berubah dalam latar belakangnya adalah untuk melakukan perbuatan yang merugikan rakyat. ekonomi, efisiensi, efektifitas, dan responsif pemerintah akan memperburuk dan merugikan kita semua, kecuali hanya pelamar-pelamar terbaik yang diperkerjakan.
adalah nampak jelas dari contoh ini bahwa humanisme organisasi tidak memberikan banyak pedoman bagi administrator publik dalam merumuskan sebuah keputusan dalam meningkatkan kepentingan publik. humanisme organisasi menyatakan bahwa memperlakukan orang-orang secara manusia seharusnya menjadi tujuan akhir dalam pembuatan keputusan birokratis, namun opini manakah yang seharusnya dipilih oleh administrator publik dalam kasus yang disebutkan ini? apakah manusia dilayani dengan baik dengan tidak memperkerjakan anggota kelompok lemah yang sama, sehingga tidak pernah mengijinkannya untuk mencoba merealisasikan potensinya yang penuh ataupun membantu penyebab masalah? dalam berbagai kegiatan, humanisme organisasi akan nampak kekurangan kerangka yang aktif dari poin-poin pilihan bagi administrator publik dalam membuat sebuah pilihan etis yang ada dalam kepentingan publik.
keadilan sebagai kejujuran: sebuah pandangan mengenai kepentingan publik
apa yang dibutuhkan bagi administrator publik adalah sebuah artikulasi yang sederhana dan operasional mengenai kepentingan publik yang memperkenankannya untuk membuat sebuah keputusan dalam kepentingan publik berdasarkan pemikiran rasional. konsep semacam ini mungkin ada dalam bentuk sebuah teori keadilan yang ditawarkan oleh filsuf john rawl.
ringkasnya, sebagaimana diamati oleh rawl, prinsip-prinsip ini intinya adalah pernyataan yang tepat mengenai konsep kejujuran anglo-saxon tradisional. dalam kontek pengelolaan organisasi, kejujuran terdiri dari kepecayaan, konsistensi, kebenaran, integritas, harapan-harapan yang dinyatakan dengan jelas, perlakuan yang sama, perasaan kepemilikan dan pengaruh dalam pembuatan keputusan organisasi dan respek bersama.
campur aduk secara moral
salah satu filsafat ahli intuisi dinyatakan oleh aristotle, brian barry, nicholas rescher, dan w.d. ross. intuisionisme menjelaskan pluralitas prinsip-prinsip pertama, yang mungkin bertentangan ketika diterapkan untuk situasi-situasi tertentu, namun tidak memberikan metode yang tepat untuk memilih prinsip yang seharusnya memberikan preseden dalam kasus-kasus konflik. dilema-dilema semacam ini diatasi dengan intuisi, dengan apa yang dilihat nampak benar. ahli filsafat intuisi tidak membantu administrator publik untuk membuat keputusan yang rasional dalam hal teori eksplisit mengenai kepentingan publik, selain memberikannya beberapa hiburan dalam menjustifikasi praktek-praktek saat ini.
meningkatkan orang-orang yang sempurna
aliran filosofis utama kedua yang menempatkan kepentingan publik adalah perfectionisme. prinsip pertama dan tunggal dari perfectionisme adalah meningkatkan pencapaian keunggulan dalam bidang seni, sains, dan budaya melalui lembaga-lembaga masyarakat.
dalam bentuk absolutnya, tidak terdapat masalah keambiguan: administrator publik seharusnya selalu berjuang untuk mendukung intelektual golongan atas dari masyarakatnya; beberapa kemalangan bagi masyarakat yang kurang beruntung menyatakan bahwa pertambahan dari alokasi sumberdaya yang penting dan yang dihasilkan dari pengimplementasian prinsip ahli perfeksionis dijustifikasi secara moral melalui keuntungan-keuntungan yang dipengaruhi oleh anggota-anggota terbaik yang dimiliki masyarakat. perfeksionisme adalah lawan dari dugaan egilitarian yang ada dalam masyarakat demokratis, dan untuk pertimbangan tersebut kita tidak akan diam dalam kerangka pembuatan keputusan etika yang tepat bagi para administrator publik.
paling menguntungkan bagi sebagian besar orang
kerangka etika ketiga untuk penentuan kepentingan publik adalah utilitarianisme, sebagaimana disajikan oleh jeremy benthum, adam smith, david hume, dan john stuart mill. dari filsafat-filsafat yang telah memiliki banyak pengaruh bagi para administrator publik dalam hal ketepatan sosial dan intelektual, utilitarianisme berada di tempat pertama dalam teori, apabila tidak berada dalam praktek sesungguhnya.
pertimbangan mengenai utilitarianisme adalah demokratis dalam nilai-nilai dan sistematis dalam pemikiran. hal ini menyatakan bahwa kebijakan publik yang akan berada dalam kepentingan publik meningkatkan keseimbangan kepuasan sosual yang dihitung pada semua individu yang termasuk masyarakat.
namun, teori etika keadilan seperti kejujuran tidak akan menyatakan bahwa kebijakan publik semacam ini tidak berada dalam kepentingan publik karena hal ini mengurangi kesejahteraan orang-orang yang lemah dalam masyarakat, walaupun hal ini ditujukan untuk keuntungan keseluruhan masyarakat. dengan beberapa perubahan, kebijakan hipotetis kami dapat dibuat berdasarkan prinsip rawls; misalnya, dengan tidak memungut pajak terhadap orang-orang miskin, namun tetap membiarkan mereka menjadi bagian dalam keseluruhan keuntungan yang sehat yang berasal dari kebijakan.
sebagaimana yang dicatat sebelumnya, meskipun utilitarianisme dipraktekkan lebih banyak melalui kesempatan yang ada dibandingkan dengan pilihan diantara birokrat-birokrat amerika, terkadang agen-agen akan memilih utilitarianisme sebagai definisi operasional dari kepentingan publik. sebuah contohnya diberikan oleh u.s. army corps of engineers, yang telah menggunakan analisis keuntungan-biaya sebagai metodenya dalam memutuskan proyek engineering manakah yang berada dalam kepentingan terbaik dari bangsa. namun asumsi-asumsi yang mendasari korps ini menggunakan analisis keuntungan-biaya ditetapkan dalam sebuah filsafat utilitarian dan dapat memberikan konsekuensi-konsekuensi utilitarian.
dengan menerapkan teori keadilan sebagai kejujuran
intuisionisme, perfectionisme, dan utilitariansime dijelaskan berdasarkan perbandingan kegunaan keadilan sebagai kejujuran sebagai sebuah kerangka etika bagi para administrator publik dalam membuat keputusan-keputusan yang berada dalam kepentingan publik. namun bagaimana nantinya keadilan sebagai kejujuran membantu administrator publik dalam memutuskan dilema awal kita, bahwa memperkerjakan para pelamar yang kurang memiliki kualifikasi dari kelompok-kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat? berdasarkan penghindaran logikanya, pemanggilan para pelamar didasarkan atas:
- tidak memperkerjakannya akan membuat mereka menjadi kelompok-kelompok yang paling diabaikan demi kepentingan keseluruhan masyarakat
- memperkerjakannya akan memfasilitasikan realisiasi menyeluruh dari kebebasan dasarnya (atau martabat personalnya) tanpa mengganggnya melalui kebebasan dasar orang lain
- memperkerjakannya membantu memastikan bahwa semua posisi dan kantor terbuka untuk semua orang.
- memperkerjakannya membantu menjamin bahwa hak istimewa diberikan secara sama yang terus bekerja dengan segala cara.
catatan bahwa, dalam menerapkan prinsip rawls untuk tindakan afirmatif, kita menggunakan istilah “kelompok” dan “semua” bukannya “individual” dan “orang” dan kita dapat menyatakan bahwa hal ini merupakan kekurangan fatal dalam argumen kita. namun, individu-individu, bukan kelompok-kelompok seharusnya menyampaikan diberikan keuntungan dari tindakan afirmatif. contoh umum yang diberikan dalam membuat poin ini adalah tindakan afirmatif seharusnya tidak digunakan untuk meningkatkan kepentingan dari perempuan negro terdidik yang menjadi milioner yang memanfaatkan pria kulit putih yang kurang beruntung dari appalachian mountains. karena tindakan afirmatif digunakan untuk kelompok-kelompok, bukan untuk individu-individu, maka hal ini dapat menghasilkan ketidakasilan bagi orang-orang yang kurang beruntung yang tidak menjadi bagian dari kelompok yang relevan; oleh karena itu, tindakan afirmatif terjadi terhadap tradisi persamaan kesempatan orang amerika dan merugikan bagi masyarakat.
jadi, ide bahwa kelompok-kelompok dan individu-individu dapat ditujukan untuk orang-orang yang kurang beruntung yang didistribusikan oleh pemerintah adalah bukan sebuah dugaan yang unik melalui berbagai cara untuk tindakan afirmatif, dan menggunakan istilah-istilah kulit hitam, coklat, perempuan, cacat, dan senior membuat kita memiliki kekurangan, tidak hanya dalam hal mengidentifikasi kelompok, namun juga dalam menjelaskan orang-orang yang lemah. kondidi-kondisi kehidupan ini seringkali dihubungkan dengan kelemahan individual dan statistik-statistik nasional dalam bidang pendidikan dan pendapatan mengindikasikan bahwa lebih banyak orang kulit hitam dan coklat yang lebih kurang beruntung dibandingkan orang-ornag kulit putih, lebih banyak perempuan dibandingkan pria, dan lebih banyak orang-orang cacat dibandingkan dengan orang-orang yang tidak cacat.
baik adalah tidak sempurna dan sempurna adalah tidak memungkinkan
dilema awal kita tetap ada (apabila dalam bentuk yang berkurang) dan tetap memungkinkan bahwa walaupun tindakan afirmatif bisa membantu banyak orang yang kurang beruntung, individu-individu yang beruntung dalam kelompok-kelompok yang kurang beruntung dapat diberikan keuntungan bagi individu-individu yang kurang beruntung; seharusnya hal ini terjadi, pertimbangannya adalah ketidakadilan.
kita harus sependapat bahwa hal ini akan terjadi. namun, perhatian yang lebih penting adalah bahwa pengobatan terhadap suatu penyakit jarang terjadi. anggapan bahwa beberapa orang tidak pantas mendapatkan keuntungan mungkin diuntungkan dari tindakan afirmatif, dimana kita seharusnya menghilangkan tindakan afirmatif, yaitu sebuah pernyataan klasik mengenai dasar pemikiran kuno.
kegunaan yang unik dari keadilan sebagai kejujuran
keadilan sebagai kejujuran memberikan cara yang baik bagi administrator publik untuk menentukan kepentingan publik. demikian untuk utilitarianisme dan perfeksionisme, namun kita menolak kerangka-kerangka tersebut dalam buku ini; karena hal ini secara logis memperkenankan orang-orang yang kurang beruntung dalam masyarakat, dan selanjutnya tidak adil dan bukan dalam kepentingan publik dalam semua contoh, dan karena nilai-nilai anti demokratis tidak sesuai dengan nilai-nilai dominan dari masyarakat amerika. pilihan dalam buku ini mengenai keadilan sebagai kejujuran sebagai logika moral untuk administrator publik adalah sebuah pilihan nilai oleh penulis dan seharusnya diakui.
birokrasi yang besar, keputusan-keputusan yang besar
kita tidak menceritakan kehidupan moses untuk mengilustrasikan kekayaan pilihan etika dalam sektor publik (meskipun, kita seharusnya mencatat dalam pola kebaikannya yang konsisten, kelas-kelas menengah dan atas terhadap kelas bawah dalam melangsungkan proyek-proyeknya yang sangat banyak, moses memutuskan tidak berperan sebagai sebuah contoh keadilan sebagai kejujuran). agaknya, kita menceritakan kisah ini karena kisah ini tidak hanya menyederhanakan drama dan keinginan administrasi publik, namun ada sebagai bukti yang tidak ambivalen bahwa para administrator publik membuat keputusan-keputusan yang besar mengenai isu-isu yang besar yang memiliki konsekuensi-konsekuensi besar pula. sebenarnya, beberapa administrator publik membuat keputusan sejauh keputusan yang dibuat oleh moses, namun mereka membuat keputusan-keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan warga penduduk.
administrasi publik adalah sebuah profesi yang menawarkan banyak kesempatan untuk membuat keputusan bermoral atau ridak bermoral, untuk membuat keputusan etis dan tidak etis, untuk melakukan hal-hal yang baik dan buruk kepada orang-orang. kami menanyakan bahwa apabila anda memasuki suatu bidang, anda ingatkan diri anda sendiri ketika membuat pilihan-pilihan anda seharusnya menanyakan diri anda sendiri bagaimana orang-orang akan dibantu atau disakiti oleh keputusan-keputusan anda. beberapa pertanyaan adalah lebih penting dalam berbagai konteks, namun dalam konteks kehidupan publik, tidak ada yang lebih penting.