motivasi kerja pegawai (4)

tiga postingan sebelumnya telah banyak menguraikan tentang motivasi dari beberapa para ahli... sebagai tambahan dalam postingan ini dipaparkan tentang teori harapan, teori “pembentukan perilaku” dan teori keadilan.

berikut uraian selengkapnya :
victor h. vroom mencetuskan teori motivasi yang relatif baru yang dinamakan “teori harapan” (expectancy theory). teori ini menjelaskan bahwa orang-orang atau pegawai akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu, jika mereka yakin bahwa dari prestasi itu mereka yakin akan dapat mengharapkan imbalan yang besar. seseorang mungkin melihat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya gaji, kenaikan pangkat. inilah yang menjadi perangsang (stimulus) seseorang dalam bekerja giat. salah satu cara untuk mengukur tingkat motivasi kerja adalah dengan menggunakan teori harapan ini. seorang pegawai negeri yang tidak mempunyai harapan bahwa prestasinya akan “dihargai” lebih lanjut, tidak akan meningkatkan produktivitas kerjanya.

cara pemahaman lainnya adalah berdasarkan teori “pembentukan perilaku” (operant conditioning). teori ini berasumsi bahwa perilaku pegawai dapat dibentuk dan diarahkan ke arah aktivitas pencapaian tujuan. skinner (dalam handoko, 1986:204) mengemukakan pendapatnya bahwa: teori pembentukan perilaku sering disebut dengan istilah-istilah lain seperti behavior modification, positive reinforcement dan skinerian conditioning.

pendekatan perilaku tersebut didasarkan atas hukum pengaruh (law of effect) yaitu perilaku yang diikuti konsekuensi pemuasan cenderung diulang, sedangkan perilaku yang mempunyai konsekuensi hukuman tidak diulang. perilaku pegawai di masa yang akan datang dapat diperkirakan dan dipelajari, berdasarkan pengalaman-pengalaman di waktu yang lalu. menurut teori pembentukan perilaku ini, perilaku pegawai dipengaruhi oleh kejadian-kejadian atau situasi masa yang lalu. apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi yang lama. tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cenderung merubah perilakunya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut. misalnya seorang pegawai yang sering mangkir dalam pekerjaan dapat dimotivasi dengan memberikan penghargaan untuk persentase yang penuh dan tepat waktu. ketidakhadiran pegawai juga dapat dihentikan dengan celaan atau hukuman, tetapi penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya lebih efektif dengan memberikan penghargaan atas perilaku yang diinginkan dibandingkan dengan memberikan hukuman atau celaan terhadap perilaku yang tidak diinginkan.

handoko (1986 : 265) menyebutkan ada empat teknik yang dapat digunakan manajer untuk mengubah perilaku bawahan yaitu:
  1. penguat positif, bisa penguat primer seperti sandang, pangan, papan atau penguat sekunder seperti pengharapan.
  2. penguat negatif, individu akan mempelajari perilaku yang membawa konsekuensi tidak menyenangkan dan kemudian menghindari perilaku tersebut di masa yang akan datang.
  3. pemadaman, dilakukan dengan meniadakan penguatan. pemadaman mengurangi perilaku yang tidak diharapkan.
  4. hukuman, melalui mana manajer mencoba untuk mengubah perilaku bawahan yang tidak tepat dengan pemberian konsekuensi-konsekuensi negatif.
kritik yang dilontarkan kepada teori motivasi ini tampak pada kepribadian yang dibentuk berdasarkan faktor penguat. pegawai “disuap” untuk bekerja dengan giat, dan penyuapan dilakukan untuk memanipulasi perilaku pegawai. kelemahan lainnya terletak pada pegawai yang sangat tergantung kepada faktor penguat ekstrinsik (seperti upah). jadi motivasi pegawai akan tergantung kepada faktor penguat. jika faktor penguat berkurang atau tidak ada lagi, maka motivasi pegawai akan lemah atau tidak ada sama sekali.

teori lain yang digunakan dalam memahami pelaksanaan motivasi adalah teori keadilan (equity theory). teori ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, apabila ia diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. menurut gibson, et al. (1987 : 150) “keadilan (equity) adalah sesuatu yang muncul dalam pikiran seseorang jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan seimbang”. ketidakadilan akan ditanggapi dengan bermacam-macam perilaku yang menyimpang dari aktivitas pencapaian tujuan misalnya menurunkan prestasi, mogok, malas dan sebagainya.

inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diberikan dengan imbalan yang diterima oleh pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan yang diberikan. apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka akan termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya. tetapi yang menjadi masalah dalam teori motivasi ini adalah ketidakjelasan mengenai orang yang dijadikan pembanding. apakah yang dijadikan pembanding itu berada pada organisasi yang sama atau pembanding tersebut berganti selama karier kerja yang bersangkutan.

meskipun terdapat keterbatasan, teori keadilan tersebut relatif menyediakan suatu pengetahuan untuk membantu menjelaskan dan meramalkan sikap karyawan. teori ini juga menekankan pentingnya pembanding dalam situasi kerja. identifikasi orang-orang pembanding nampaknya mempunyai nilai yang potensial dalam usaha menyusun kembali program pengupahan. teori keadilan juga mengemukakan masalah metode untuk penanggulangan ketidakadilan. situasi yang tidak adil dapat menimbulkan masalah moral, penggantian karyawan dan keabsenan.