etika aparatur

khusus di indonesia, secara umum realitas birokrasi sering digambarkan sebagai pertarungan antara kepentingan publik dan kepentingan pribadi. seorang aparatur dituntut untuk bekerja sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. secara etis seorang aparatur diharuskan melayani kepentingan publik secara adil tanpa membedakan kelompok, golongan, suku, agama serta status sosial.

etika dapat diartikan sebagai seperangkat nilai maupun norma moral yang berlaku dalam masyarakat. oleh karenaya keberadaan etika secara umum dan khusus adalah inklusif dalam tatanan lingkungan sosial. etika bermuara pada nilai dari tingkah laku seseorang atau sekelompok orang.

dalam kenyataan, dunia birokrasi dibangun dibukan dari ideal moral dan etika semata. dalam dunia birokrasi terdapat permasalahan yang dalam pemecahannya mengandung implikasi moral dan etika. ada pemecahan masalah yang secara moral dan etika diterima tetapi ada juga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

dalam melaksanakan tugas, seorang aparatur yang terkait dalam kedudukannya sebagai pembuat keputusan dtuntut untuk memperhatikan etika dalam mengambil keputusan demi kepentingan publik. dalam prakteknya di dunia birokrasi etika diperlukan untuk membantu memberikan makna yang tepat dalam pengambilan kebijakan pemecahan masalah.

menguntip sondang p. siagian (1996) beberapa alasan mengapa etika diperlukan dalam birokasi / organisasi pemerintahan adalah :
  1. etika berkaitan dengan perilaku manusia
  2. untuk menjaga ketertiban sosial diperlukan kesepakatan, pemahaman, prinsip dan ketentuan lain yang menyangkut pola perilaku
  3. etika berkaitan dengan sistem nilai kehidupan manusia. etika mendorong tumbuhnya moralitas, nilai-nilai hidup dan inspirasi bagi manusia untuk menciptakan kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.
sampai saat ini, dalam dunia birokrasi harus diakui bahwa etika secara umum dan luas belum diterapkan secara penuh dan konsisten. hal ini disebabkan berbagai kendala yang bersifat sistemik, struktural dan pengaruh budaya negatif. di kantor-kantor pemerintah yang merupakan kantong-kantong birokrasi, etika masih jauh dari harapan. padahal, mereka banyak berurusan dengan kepentingan publik. berbgai kasus misal, kalau urusan publik bisa selesai segera, mengapa harus dilambat-lambatkan. kalau masyarakat tak mesti keluar uang untuk mengurus surat-surat tanah, misalnya, mengapa mesti ''ditagih'' dengan dalih ''kami hanya membantu''. kalau memang anggaran pembangunan tersisa, mengapa mesti dihabis-habiskan dengan dalih ''kan sudah ada anggarannya''.

tidak kita sadari sebenarnya etika perlahan tapi pasti mulai menggerus masyarakat kita. lihat saja, tidak hanya di kantor-kantor pemerintah, di tempat-tempat umum, ketertiban lalu lintas, misalnya, menjadi pemandangan yang langka. tak cuma kendaraan roda dua, yang beroda empat pun banyak tak mau tertib mengikuti rambu-rambu. main serobot sudah menjadi lumrah. akibatnya, lalu lintas pun menjadi kian semrawut dan menimbulkan kemacetan luar biasa.

merujuk pada berbagai kasus belakangan ini, dapat dikemukakan bahwa sebagian aparatur, sangat rentan terhadap tindak penyelewengan kekuasaan (abuse of power) atau pelanggaran etika untuk kepentingan pribadi dan golongannya. tindak pelanggaran etika di lingkaran birokrasi sudah banyak contoh yang mengemuka. totalitas dari analisis seperti itu, yaitu aparatur saat ini, rentan terhadap tindak pelanggaran etika. dengan kata lain, ketahanan mental untuk terhindar dari tindak pelanggaran etika masih sangat lemah.

tindakan pelanggaran etika merupakan bentuk mencari keuntungan pribadi. tindakan ini, secara psikologis menunjukkan lemahnya sense of crises aparatur terhadap realitas sosial yang tengah terjadi. aparatur pemerintah yang tidak memiliki sense of crises merupakan indikasi yang buruk untuk membangun pemerintahan yang bersih dan berwibawa. tindak pelanggaran etika bisa jadi juga disebabkan karena lemahnya kepekaan aparatur terhadap kebutuhan bangsa dan negara yang lebih besar lagi dibandingkan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

kenyataan yang ada saat ini cermin dari pelanggaran etika oleh aparatur adalah rendahnya kinerja. kinerja dan produktivitas birokrat, dalam beberapa tinjauan penelitian masih sangat lemah. keluhan masyarakat terhadap rendahnya kinerja atau budaya kerja birokrasi ini, ditandai dengan adanya berbagai keluhan masyarakat yang terkait dengan layanan pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat, seperti tiada signifikansinya antara ketekunan bayar iuran kebersihan dengan kualitas layanan kebersihan.

etika tidak terlepas dari pengaruh kehidupan tatanan budaya indonesia, sedangkan budaya selalu berhubungan dengan agama, adat istiadat, norma, kaidah dan suku sehingga hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan perjalanan pemerintahan.

sebab yang utama dan pertama harus diperhatikan oleh para pemegang kekuasaan jangan terjadi pelanggaran etika untuk kepentingan sesaat sehingga merusak tatanan birokrasi, akibatnya tugas-tugas birokrasi akan tergeser ke belakang oleh kepentingan-kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.

oleh sebab itu untuk menghapus dan menghilangkan pelanggaran etika perlu adanya keberanian politik, moral dan akhlak dari semua aparatur dari segala tingkatan jabatan dan semua pihak untuk menegakkan dan menjalankan tugas serta kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kode etik, nilai moral, agama dan budaya bangsa yang luhur.