aspek budaya dan aparatur pemerintah

di lingkungan aparatur pemerintah sangat diharapkan dapat diciptakan dan dikembangkan sistem nilai berupa disiplin nasional agar menjadi kebiasaan hidup di dalam dan di luar pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai unsur aparatur pemerintah maupun sebagai anggota masyarakat. di dalam penggarisan gbhn disiplin nasional diartikan suatu sikap mental bangsa yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan, baik secara sadar maupun melalui pembinaan terhadap norma-norma kehidupan yang berlaku dengan keyakinan bahwa dengan norma-norma tersebut tujuan nasional dapat dicapai.

dengan kata lain asensi ideologi negara, dan uud 1945, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang merupakan juga tanggung jawab sosial. di dalam kepatuhan dan ketaatan itu secara konkrit berarti adanya kesediaan untuk mematuhi, menghormati, dan adanya kemampuan melaksanakan suatu sistem nilai yang mengharuskan seseorang tunduk pada putusan, perintah atau perasuran yang berlaku di masyarakat, khususnya d lingkungan kerja masing-masing. dengan kata lain bahwa sdisiplin nasional tidak mungkin terwujud tanpa disiplin pribadi berupa kebiasaan yang melekat pada diri seseorang, tidak terkecuali bagi para aparatur pemerintah secara perseorangan.

disiplin pribadi di dalam kehidupan sosial budaya indonesia tampak di pengaruhi oleh kepemimpinan, sehubungan dengan itu masalah keteladanan menjadi sangat penting artinya, karena keteladanan pimpinan itu berkenaan dengan dedikasi, disiplin, keterbukaan, sikap lugas, dan keberanian bertindak dalam menyelesaikan masalah penyelewengan, penyimpangan, penyalah gunaan, wewenang, dan lain-lain tindakan tak terpuji.

terdapat beberapa aspek budaya yang berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan tugas bagi aparatur pemerintah, sehingga kurang dapat berjalan secara efektif dan efisien, yaitu antra lain:
  1. budaya paternalisme yaitu sikap yang terlalu berorientasi ke atas, akibatnya bawahan bekerja lebih menyenangi menunggu perintah dari atasan, sedangkan kreativitas, inisiatf berkurang bahkan cenderung di matikan . budaya ini perlu dikurngi agar tidak berkelebihan, yaitu dengan gcara sebagai berikut: pertama, pemimpin perlu mengembangkan pola proses pengambilan keputusan bersama ( grup decision process) tanpa mengurangi wewenangnya dalam mengambil keputusan. kedua, bila perlu pengarahan di kurangi dan diganti dengan pola pemecahan masalah (problem solving oriented) sehingga setiap petugas merasa ikut bertanggung jawab pada setiap masalah organisasi/unit kerjanya.
  2. budaya manajemen tertutup yang artinya bahwa pemimpin merasa sebagai penguasa yang tidak perlu mengikutsertakan bawahannya sehingga timbul sikap salimg mencurigai, tidak percaya, dan prasangka yang kurang menguntungkan dan lain-lain. yang berakibat pekerjaan secara efektif dan efisien.
  3. budaya kurang mampu membedakan jam kerja dan jam dinas, urusan pribadi dan urusan kedinasan. untuk itu disiplin kerja dan disiplin waktu perlu dibina dan ditingkatkan, dengan mengurangi kebisaan yang tidak tepat pada jam kerja.
  4. budaya atau kebisaan memberikan memberikan terlalu banyak pekerjaan dan tanggung jawab kepada seseorang yang aktif dan berprestasi dan kurang percaya terhadap yang belum memperoleh kesempatan untuk aktif dan berprestasi.
  5. budaya sistem famili dan koneksi yang dilingkungan aparatur pemerintah mengakibatkaan pengangkatan pegawai dan pembinaan karier kurang memperhatikan profesionalisme daan prestasi. budaya ini ditujang lagi oleh kebiasaan berupa kecenderungan pilih kasih (like and dislike) dalam pembinaan dan pengembangan karier dan penepatan seorang pegawai. kondisi ini harus segera ditindakkan mengingat semakin pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi yang memerlukan personil yang berkualitas di lingkungan aparatur pemerintah.
  6. budaya asal bapak senang (abs) yaitu budaya di dalam memberikan informasi/laporan kepada pimpinan dengan penuh rekayasa hal demikian dilakukaan biasanya untuk menutupi kekurangan/kelemahan atau kegagalan dalam bekerja, tetapi juga karena rasa takut pada pimpinan dan sifat senang dipuji atau rasa kurang senang dikoreksi oleh atasannya. budaya ini akan berakibat mempersulit pelaksanaan pengawasan dan pembinaan dan bimbingan dalam upaya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja.
  7. budaya tidak senang diperiksa karena pengawasan cenderung melihat besifat mencaari-cari kesalahan. pengawasan hendaknya dikembangkan sebagai usaha membantu pihak yang diawasi untuk menyadari kekurangan dan kelemahannya disertai dorongan untuk memperbaiki melalui usaha sendri. setiap aparatur pemerintah hendaknya menyadari bahwa kegiatan pengawasan adalah pekerjaan yang rutin dan wajar yang tidak perlu ditakuti. perasaan takut dan tidak menyukai pengawasan itu hanya dapat dihindari jika setiap aparatur pemerintah mengembangkan kebiasaan bekerja sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berani karena benar takut karena salah.
masih banyak budaya yang tersirat dalam adat istiadat, kebiasaan, hubungan masyarakat, dan lain-lain yang ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap pelaksanaan kegiatan setiap unsur manajemen.