Sebelum tahun 1970-an, PDB atau PNB digunakan sebagai indikator kemajuan pembangunan pada suatu negara, dengan mengandalkan pada prinsip efek penetesan ke bawah (trickle down effect) diyakini akan dapat menciptakan berbagai peluang ekonomi dan lapangan pekerjaan yang akan mampu menumbuhkan berbagai kondisi untuk terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2000: 18). Pada kurun waktu tersebut, banyak negara (terutama negara sedang berkembang) lebih berkonsentrasi pada pertumbuhan ekonomi melalui penerapan industrialisasi pada sektor manufaktur, dengan mengesampingkan sektor-sektor primer dan daerah pedesaan.
Konsep pembangunan ini memang menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi terutama untuk sektor manufaktur dan daerah pengembang industri, namun di lain pihak sektor pertanian dan daerah pedesaan mengalami ketertinggalan yang dicerminkan dalam kelambatan pertumbuhan. Hal ini akan jelas tampak dari kontribusi masing-masing sektor dalam PDB atau PNB. Ketimpangan ini kemungkinan menjadi masalah utama untuk negara-negara sedang berkembang, di mana peningkatan kemiskinan semakin tinggi, tingkat pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan menjadi sulit untuk dipecahkan.
Pengertian pembangunan ekonomi menurut Arsyad (1999: 7) meliputi empat hal sebagai berikut:
1. merupakan suatu proses yang berlangsung terus menerus;
2. adanya upaya untuk meningkatkan pendapatan per kapita;
3. peningkatan pendapatan tersebut berlangsung dalam jangka panjang;
4. munculnya perbaikan sistem kelembagaan di segala bidang (ekonomi, sosial dan budaya). Perbaikan ini meliputi dua aspek yaitu aspek perbaikan organisasi (institusi) dan perbaikan di bidang regulasi baik formal maupun informal).
Pembangunan ekonomi daerah dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 1999: 7). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses pengelolaan sumber daya yang dilakukan pemerintah daerah dan masyarakatnya dan membentuk suatu pola kemitraan antar pemerintah daerah dengan sektor swasta. Proses pengelolaan tersebut untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah itu
Keberhasilan pembangunan ekonomi menurut Todaro (2000 : 16-17) paling tidak ditunjukkan dalam tiga hal sebagai berikut :
1. terwujudnya kecukupan (sustenance), yaitu kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kecukupan yang dimaksud adalah tidak sekedar menyangkut kebutuhan makanan semata, melainkan juga kebutuhan dasar lainnya seperti sandang, papan, kesehatan dan keamanan;
2. adanya peningkatan jati diri (self-esteem) yaitu menjadi manusia seutuhnya yang merupakan dorongan diri sendiri untuk maju, menghargai diri sendiri dan merasa diri pantas untuk melakukan dan meraih sesuatu, dan sejenisnya;
3. adanya kebebasan (freedom) yaitu kebebasan atau kemampuan untuk memilih berbagai hal atas sesuatu yang dianggap cocok untuk dirinya dan merupakan salah satu hak azasi manusia.
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya.