landasan teori : partisipasi masyarakat

dari segi etimologis kata partisipasi merupakan terjemahan dari kata participatie bahasa belanda atau bahasa inggrisnya participation yang sebenarnya berarti mengambil (di dalam) suatu kegiatan . kedua perkataan tadi sesung¬guhnya berasal dari dua suku kata, yakni pars bagian dan capare yang berarti mengambil bagian. kata participation berasal dari kata kerja participare yang artinya ikut serta. dalam ensiklopedia administrasi priata (1983:240) dijelaskan bahwa partisipasi atau pengikutsertaan adalah suatu aktivitas untuk membangkitkan perasaan diikutsertakan dalam kegiatan organisasi, atau ikut sertanya bawahan dalam kegiatan organisasi.

bhattacharyya (1972 : 20) menjelaskan pula tentang partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. mubyarto (1984 : 35) mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

sedangkan menurut siagian (1985 : 2) partisipasi dapat dibagi dua jenis yaitu : partisipasi itu ada yang bersifat aktif dan pasif, partisipasi pasif dapat berarti bahwa dalam sikap, perilaku dan tindakannya tidak melakukan hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya suatu kegiatan pembangunan, sedangkan partisipasi aktif berwujud :
pertama, turut memikirkan nasib sendiri dengan memanfaatkan lembaga-lembaga sosial dan politik yang ada di masyarakat sebagai saluran aspirasinya.
kedua, menunjukkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi dengan tidak menyerahkan penentuan nasib kepada orang lain, seperti kepada pimpinan, tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal maupun informal.
ketiga, memenuhi kewajiban sebagai warga yang bertanggung jawab seperti membayar pajak secara jujur serta kewajiban lainnya.
keempat, ketaatan kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
kelima, kerelaan merupakan pengorbanan yang dituntut oleh pembangunan demi kepentingan bersama yang lebih luas dan lebih penting.

kemudian dalam hubungan partisipasi dengan pemban¬gunan tersebut, koentjoroningrat (1974 : 79-80) mengemukakan pendapatn¬ya sebagai berikut : partisipasi rakyat, terutama rakyat pedesaan dalam pembangunan itu sebenarnya menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, ialah :
  1. partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangu¬nan yang khusus ;
  2. partisipasi sebagai individu di luar aktivitas bersama dalam pembangunan.
dalam partisipasi tipe yang pertama ; rakyat pedesaan diajak, dipersuasi, diperintah atau dipaksa oleh wakil-wakil dari beraneka warna departemen atau pamong desa, untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga atau hartanya kepada proyek-proyek pembangunan khusus, yang biasanya bersifat fisik. misalnya : partisipasi orang desa dalam proyek pengerasan atau melebarkan jalan desa, saluran iriga¬si, jembatan desa, proyek penghijauan, kursus buta huruf dan sebagainya. dalam tipe partisipasi yang kedua tidak ada proyek pembangunan, biasanya yang tidak bersifat dan tidak memerlukan suatu partisipasi rakyat atas perintah atau paksaan dari atasannya, tetapi selalu atas kemauan mereka sendiri. contoh dari tipe partisipasi seperti terurai dalam alenia ini adalah misalnya : partisipasi dalam bimas, menjadi akseptor keluarga berencana, pengelolaan bantuan pembangunan desa, menabung uang, tabanas dan sebagainya.

sedangkan nelson (1979: 163-167 ) menyebut dua macam partisipasi pertama, partisipasi horisontal yaitu partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan. kedua, partisipasi vertikal yaitu partisispasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah.

partisipasi dapat merupakan keluaran pembangunan desa bhattacharyya (1972 : 27) dan dapat juga merupakan masukannya cohen dan uphoff (1977 : 3), bahkan masukan yang mutlak diperlukan (mubyarto, 1984 : 43). jadi proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai masukan dan keluaran. menurut ndraha (1989:109) : sebagai masukan, partisipasi masyarakat dapat berfungsi dalam enam fase proses pembangunan, yaitu fase penerimaan informasi, fase pemberian tanggapan terhadap informasi, fase perencanaan pembangunan, fase pelaksanaan pembangunan, fase penerimaan kembali hasil pembangunan, dan fase penilaian pembangunan. sebagai masukan, partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. sebagai keluaran, partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. di sini partisipasi berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya, seperti bantuan pembangunan desa, lomba desa, lkmd, kud, dan lain sebagainya.

keterlibatan masyarakat dalam kegiatan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disebut partisipasi dalam proses administratif (bryant dan white, 1989 : 270). disamping itu partisipasi dapat dianggap sebagai tolok ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan pembangunan desa atau bukan. jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak berkesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek di desanya, proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa ( peter de sautoy, 1959). berkenaan partisipasi tersebut bintoro tjokroamidjojo (1986 : 207) menyatakan bahwa keterlibatan atau partisipasi masyarakat mempunyai arti :
  1. keterlibatan dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan.
  2. keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan dan lain-lain.
  3. keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangungan secara berkeadilan.
sementara syamsi (1986 : 1928) yang menyimpulkan tentang bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, yang pada hakekatnya terdiri dari partisipasi dalam perencanaan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam memanfaatkan hasil dan partisipasi dalam penilaian. maka partisipasi dapat dilaksanakan dalam beberapa bidang yang menonjol yaitu:
  1. partisipasi dalam bidang perencanaan pembangunan termasuk pengambilan keputusan, penetapan rencana ( mubyarto, 1984 : 36).
  2. partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan (cohen dan uphoff, 1977 : 6)
  3. partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan (participation in benefits).
  4. partisipasi dalam menilai (mengevaluasi) pembangunan (mosha dan matte, 1979 : 2), yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauhmana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauhmana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat