konsep, teori, paparan tentang kebijakan publik ada implementasinya

sebagaimana fungsi dan kewajiban yang diemban oleh pemerintah yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi warganya. ndraha (2000: 79) berpendapat bahwa pemerintah mengemban dua fungsi yaitu fungsi pelayanan dan pemberdayaan. kedua fungsi ini menurut ndraha (2000 : 78), terdiri dari fungsi primer dan fungsi sekunder : pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa publik yang tidak diprivatisi termasuk jasa hankam, dan layanan sipil termasuk layanan birokrasi. pemerintah berfungsi sekunder sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana.

pemikiran itu memberi pemahaman bahwa dalam pelaksanaan proses pemerintahan dan pembangunan, pemerintah mempunyai kedudukan yang sangat strategis termasuk dalam meningkatkan kesejahteraan, keadilan, keamanan dan ketentraman serta pemberdayaan masyarakat. memahami kedudukan atau peran yang stragis tersebut, maka untuk mengaktualisasinya, diperlukan adanya kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat.

dalam konteks ini, menurut hogerwerf (1983 : 9) fungsi sentral dari suatu pemerintahan adalah menyiapkan, menentukan dan menjalankan kebijakan atas nama dan untuk keseluruhan masyarakat. sejalan dengan pendapat itu easton (dalam islamy, 2000 : 19) mengemukakan bahwa : hanya pemerintahlah yang secara syah dapat berbuat sesuatu kepada masyarakat dan pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diwujudkan dalam pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. hal ini karena pemerintah memiliki authorities in a political system.

secara konseptual, kebijakan publik merupakan sekumpulan rencana kegiatan yang dimaksudkan untuk memberikan efek perbaikan terhadap kondisi sosial ekonomi. menurut dye (1978 : 3), kebijakan publik adalah pilihan-pilihan apapun oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu maupun tidak melakukan sesuatu (is whatever government chooses to do or not to do).

jenkins (dalam wahab 2001 : 4) merumuskan kebijakan publik sebagai : “a set of interelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a spesified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve”.

menurut lasswell dan kaplan (dalam islamy, 2000 : 15), kebijakan publik merupakan “a projected program of goals, velues and practices” (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah). sebagai suatu program dengan tujuan tertentu, kebijakan publik juga merupakan suatu tindakan pemerintah yang memuat prinsip untuk menyikapi suatu krisis, sebagaimana dikemukakan oleh parker (dalam sulaeman, 1998 : 4) bahwa : kebijakan publik berkait dengan suatu tujuan tertentu atau serangkaian prinsip-prinsip atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada periode tertentu dalam hubungan dengan beberapa subyek atau sebagai tanggapan terhadap beberapa krisis.

dengan demikian, kebijakan publik merupakan wujud dari komitmen pemerintah yang diterjemahkan ke dalam program dan mempunyai tujuan, prinsip serta tindakan pemerintah dalam menyikapi berbagai masalah publik.

berbeda dengan konsep yang dipaparkan diatas, nakamura dan smallwood (dalam sulaeman, 1998 : 5), melihat kebijakan publik dari tiga lingkungan yaitu lingkungan perumusan kebijakan (policy formulation), pelaksanaan kebijakan (policy implementation) dan penilaian kebijakan (policy evaluation). dari keseluruhan aspek proses kebijakan publik, tanpa mengecilkan arti atau fungsi dari asfek yang lain, impelentasi kebijakan merupakan merupakan asfek yang penting udoji (dalam wahab, 2001 : 59) dengan tegas mengatakan bahwa : “the execution of policies is as important if non more important than policy-making. policies will remain dreams or blue prints file jackets unless they are implemented”.

pelaksanaan atau implementasi kebijakan, berkait dengan pertanyaan siapa yang menjalankan dan bagaimana mereka memelihara dukungan yang didapat. selanjutnya dalam fase implementasi kebijakan mengandung karakteristik bahwa kebijakan yang telah diambil akan dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. salah satu ukuran tercapainya tujuan suatu kebijakan adalah pada teknis operasionalnya, bagaimana implementasinya di lapangan sebagaimana yang dikemukakan wahab (2001 : 59) bahwa : implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijaksanaan.

berkaitan dengan itu mazmanian dan sabatier (dalam wahab, 2001 : 65), mengatakan bahwa implementasi kebijakan pemerintahan mengandung makna tertentu, yaitu : memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

dalam proses implementasi kebijakan dilapangan, ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. faktor-faktor itu menurut wahab (2001 : 93) adalah : (1) kondisi sosio-ekonomi dan teknologi; (2) dukungan publik; (3) sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok; (4) dukungan dari pejabat atasan; dan (5) komitmen dan kemampuan kepemimpinan pejabat pelaksana.
edwards iii (1980 : 9 – 10), mengatakan : “what are the primary obstackle to successful policy implementation… to answer these question four critical factor or variables in implementing public policy : communication, resources, disposition or attitudes, and bureaucratic structur”

secara konsepsional bahwa kemampuan pencapaian hasil atau keberhasilan serta kegagalan suatu kebijakan menurut hogwood dan gunn (dalam wahab 2001 : 61) dikelompokan kedalam dua ketegori, yaitu : non implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccesful implementation (implementasi yang tidak berhasil). tidak terimplementasi dimaksudkan bahwa suatu kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-pihak yang terlibat tidak mau bekerja sama, atau permasalahan yang menjadi bidang garapan diluar jangkauan kekuasaannya, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan. hal ini mempunyai akibat usaha implementasi kebijakan yang efektif akan sulit terpenuhi. sedangkan implementasi yang tidak berhasil dimaksudkan bahwa suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan (misalnya faktor-faktor alam/lingkungan), sehingga kebijakan tidak berhasil seperti yang dikehendaki.

keberhasilan sebuah kebijakan juga ditentukan oleh dukungan dan partisipasi dari masyarakat, sehingga dengan suka rela melaksanakan suatu kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. sunggono (1994 : 144), selanjutnya dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi anggota masyarakat dalam pelaksanaan suatu kebijakan adalah : pertama, faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melaksanakan suatu kebijakan publik; (1) respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusan badan pemerintah; (2) adanya kesadaran untuk menerima kebijakan; (3) adanya keyakinan suatu kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional dan dibuat oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk itu serta melalui prosedur yang benar; (4) adanya kepentingan pribadi; (5) adanya kekuatan hukuman-hukuman tertentu bila tidak dilaksanakan kewajiban; (6) masalah waktu. kedua, faktor-faktor masyarakat tidak melaksanakan kebijakan : (1) kebijakan yang bertentangan dengan sistem nilai masyarakat; (2) adanya konsep ketidak patuhan selektif terhadap hukum; (3) keanggotaan seseorang dalam suatu perkumpulan atau kelompok; (4) keinginan untuk mencari untung yang cepat; (5) adanya ketidak pastian hukum.

dari berbagai faktor itu, jelas sekali bahwa banyak faktor yang mempengaruhi dalam implementasi kebijaksanaan publik. hal ini berkait pula dengan efektifnya suatu kebijakan, sebagaimana dikemukakan oleh islamy (2000 : 107) bahwa : suatu kebijaksanaan negara akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat. dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat itu bersesuaian dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. dengan demikian kalau mereka tidak bertindak/berbuat sesuai dengan keinginan pemerintah/negara itu, maka kebijaksanaan negara menjadi tidak efektif.

negara bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama ke arah yang lebih baik, dan pengaturan itu dikeluarkan melalui kebijakan pemerintah untuk memenuhi fungsinya dengan misi yang tidak bersifat non profit oriented, untuk kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan

postingan terkait :

Landasan Teori : Evaluasi Kebijakan Publik