tentang keuangan daerah

adanya otonomi daerah membawa suatu perubahan besar dan cukup mendasar dalam penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah, di mana otonomi benar-benar akan terlaksana dan menjadi kenyataan, sehingga diperlukan suatu kemampuan pemerintah daerah dalam menyusun perencanaan anggaran, baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran.

otonomi yang dilaksanakan akan berdampak pada semakin besarnya wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepada daerah. salah satu wewenang dan tanggung jawab tersebut adalah dalam pengelolaan pembangunan dan keuangan di daerahnya masing-masing. dengan wewenang dan tanggung jawab tersebut, maka pemerintah daerah semakin dituntut untuk mewujudkan suatu bentuk akuntabilitas dan transparansi publik yang merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakat. salah satu wujud pertanggungjawaban dan transparansi dalam pengelolaan pembangunan dan keuangan daerah adalah diwajibkannya kepala daerah untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya pada setiap akhir tahun anggaran.

perubahan paradigma baru yang merubah konsep dan kewenangan daerah yang semula ditujukan atas dasar porsi kebijakan pusat yang lebih dominan dalam pembagian kewenangan pusat dan daerah selanjutnya diarahkan menjadi kemandirian daerah dalam mengelola daerahnya, termasuk kebijakan-kebijakan pembangunan di daerah. perubahan ini menuntut kemandirian daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri dengan menempuh berbagai strategi, alokasi dan prioritas pengeluaran sesuai dengan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, dan pengeluaran daerah harus mampu menghilangkan kesan terjadinya pemborosan dan kebocoran anggaran daerah. proses penyusunan dan pengalokasian anggaran daerah yang selama ini terjadi mengunakan pendekatan top down planning dan bottom up planning yang terkesan dominannya pemerintah pusat harus dihilangkan.

dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan optimalisasi belanja yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. proses anggaran yang telah disepakati antara pemerintah daerah dan dprd merupakan amanat rakyat. ini adalah tantangan untuk menunjukkan bahwa sebagai pihak yang bertanggungjawab akan “kepentingan rakyat” pemerintah daerah dan dprd harus memposisikan dirinya pada posisi yang tepat. selain itu, hal tersebut adalah sebuah peluang untuk menunjukkan bahwa pemerintah daerah dan dprd bukan sebagai salah satu “penikmat” dana rakyat, akan tetapi dapat berbagi rasa dengan rakyat dari dana yang tersedia bagi daerah.

berkaitan dengan adanya tuntutan terciptanya akuntabilitas publik maka dprd memiliki peran dan kewenangan yang lebih besar dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. fungsi perencanaan anggaran daerah hendaknya sudah dilakukan oleh para anggota dprd sejak proses penjaringan aspirasi masyarakat (needs assessment) hingga penetapan arah dan kebijakan umum apbd serta penentuan strategi dan prioritas apbd.

keberhasilan pengelolaan keuangan daerah sangat ditentukan oleh proses awal perencanaannya. semakin baik perencanaannya akan memberikan dampak semakin baik pula implementasinya di lapangan. keterlibatan berbagai lembaga/instansi dalam proses perencanaan diperlukan kesatuan visi, misi dan tujuan dari setiap lembaga tersebut. dalam menentukan alokasi dana anggaran untuk setiap kegiatan biasanya digunakan metode incrementalism yang didasarkan atas perubahan satu atau lebih variabel yang bersifat umum, seperti tingkat inflasi dan jumlah penduduk. pendekatan lain yang umum dipergunakan adalah line-item budget yaitu perencanaan anggaran yang didasarkan atas item-item yang ada dimasa lalu.

salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah untuk mengukur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan “self supporting” dalam bidang keuangan. dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. secara realistis, praktek penyelenggaraan pemerintah selama ini menunjukkan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, hal ini terlihat dari program kerja yang ada dalam keuangan daerah cenderung merupakan arahan dari pemerintah pusat sehingga besarnya alokasi dana rutin dana pembangunan daerah belum didasarkan pada standar analisis belanja, tetapi dengan menggunakan pendekatan tawar-menawar inkremental (incremental bargaining approach).