konsep pelayanan publik sebenarnya bukan merupakan konsep yang baru dalam kajian ilmu pengetahuan, bahkan secara filosofi dapat dikatakan bahwa kemunculan ilmu administrasi negara sebetulnya terkait erat dengan konsep pelayanan umum. nicholy henry (1988:22) mengemukakan bagaimana hubungan administrasi negara dengan kepentingan umum. dalam bahasan tersebut henry menyimpulkan bahwa tuntutan terhadap peran administration (birokrasi) dalam pelayanan umum telah menjadi kajian yang sangat filosofis dan berumur panjang jauh sebelum ilmu administrasi negara itu sendiri muncul dan berkembang. dari analisisnya henry mengemukakan konklusi bahwa sesungguhnya pelayanan publik merupakan jiwa dasar dari penyelenggaraan administrasi negara. dalam hubungan ini dapat dipahami jika kehidupan manusia diwarnai oleh tuntutan terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya. pemenuhan kebutuhan hidup terebut ada yang diperoleh melalui mekanisme pasar dan ada pula yang diperoleh tidak melalui mekanisme pasar.
kebutuhan manusia yang tidak dapat diperoleh melalui mekanisme pasar antara lain adalah layanan civil yang hanya disediakan oleh pemerintah. layanan civil tersebut diberikan oleh pemerintah atas dasar “civil right” yang dimiliki oleh setiap warga negara.
dalam situasi seperti ini tentunya menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan pelayanan itu. dalam hal ini pemerintah adalah lembaga yang memproduksi, mendistribusikan atau memberikan alat pemenuhan kebutuhan rakyat yang berupa pelayanan publik. dengan demikian secara eksplisit dapat dikatakan bahwa pemberian pelayanan umum merupakan jenis pelayanan yang dimonopoli oleh pemerintah. hal ini dapat dipahami mengingat pelayanan civil merupakan bagian dari fungsi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.
sebagai fungsi pemerintah maka pelayanan publik tidak hanya semata bersifat “profit orientied” tetapi lebih beorientasi sosial, yaitu penguatan dan pemberdayaan masyarakat. karena itu penentuan dari proses pelayanan umum tidak bisa dilakukan dengan pendekatan bisnis, tetapi pendekatan yang paling tepat adalah pendekatan sosial (social approach), karena yang paling tahu akan baiknya pelayanan yang diberikan adalaha masyarakat.
seiring dengan peningkatan kehidupan manusia, maka tuntutan akan pelayanan publik semakin meningkat, dimana masyarakat bukan hanya mengharapkan terpenuhinya kebutuhan akan pelayanan yang baik dari pemerintah, tetapi lebih dari itu masyarakat mulai mempertanyakan kualitas pelayanan umum yang diberikan oleh pemerintah.
kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara aparat dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan, menurut saefullah (1999:9) bahwa “penilaian tentang kualitas pelayanan bukan berdasarkan pengakuan dari yang memberi pelayanan, tetapi diberikan oleh langganan atau pihak yang menerima pelayanan“. sedangkan menurut triguno (1997:78) pelayan terbaik yaitu melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong serta profesional dan mampu.
selanjutnya wyckof (dalam tjiptono 1996:59) mengartikan kualitas jasa atau layanan, yaitu : tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan ini berarti, bila jasa atau layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika kualitas jasa atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.
dengan demikan fungsi pemerintah bukan hanya terbatas pada aktivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat betul-betul berkualitas.