pengembangan wilayah system top down

sistem pengembangan wilayah di indonesia sebelum otonomi daerah dilaksanakan secara top down, baik kebijakan perluasan wilayah administrative maupun pembentukan wilayah kawasan ekonomi. hal yang sama juga dilakukan dalam pembentukan kawasan khusus yang mengutamakan landasan kepentingan nasional yang mencerminkan karakteristik pendekatan regionalisasi sentralistik. dalam hal ini aspek pengambilan keputusan dilaksanankan secara top down. (abdurrahman, 2005).

rondinelli dalam rustiadi (2006:8) mengidentifikasikan tiga konsep pengembangan kawasan, yakni (1) konsep kutup pertumbuhan (growth pole), (2) integrasi (keterpaduan) fungsional-spasial, dan (3) pendekatan decentralized territorial. di indonesia konsep growth pole dirintis mulai tahun delapan puluhan yaitu dengan menekankan investasi massif pada industri-industri padat modal di pusat-pusat urban terutama di jawa dimana banyak tenaga kerja, dengan harapan dapat menciptakan penyebaran pertumbuhan (spread effect) atau efek tetesan ke bawah (trickle down effect) dan berdampak luas terhadap pembangunan ekonomi wilayah.

indikator ekonomi nasional sangat bagus hingga tahun 1997, namun dampaknya bagi pembangunan daerah lain sangat terbatas. kenyataannya teori inigagal menjadi pendorong utama (prime over) pertumbuhan ekonomi wilayah. sebaliknya kecenderungan yang terjadi adalah penyerapan daerah sekelilingnya dalam hal bahan mentah, modal, tenaga kerja dan bakat-bakat enterpreneur. hal ini menyebabkan kesenjangan antar daerah.

perencanaan dan aplikasi pembangunan dengan paradigma top down (sentralistik) tidak dapat membuat perubahan sehingga mulai dievaluasi dan secara bertahap berubaah menjadi sistem bottom up, dimulai sejak mundurnya presiden suharto di tahun 1998 dan diundangkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada tahun 1999 yang baru diaplikasikan pada tahun 2001.

perubahan dari paradigma sentralistik pasca otonomi daerah tidak serta merta hilang, namun secara berangsur-angsur mulai beralih pola ke arah bottom up. peluang pembangunan wilayah secara nonstruktural, berdasarkan inisiatif local dan dikelola tanpa memiliki keterikatan struktural administratif terhadap hirarki yang diatasnya.


postingan terkait :
pengembangan wilayah melalui program agropolitan

Toko Buku Online Terlengkap