Ukuran Atau Batasan Kemiskinan

Seringkali ditemukan adanya data yang berbeda terkait angka kemiskinan yang dimiliki suatu organisasi atau lembaga tertentu, bahkan perbedaan ini juga bisa terjadi pada instansi-instansi pemerintah. Hal ini karena adanya perbedaan indikator yang digunakan sebagai standar pengukuran kemiskinan. Beberapa pengukuran kemiskinan telah dilakukan antara lain oleh Sajogyo dan BPS.

Garis Kemiskinan Sajogyo
Garis kemiskinan itu dipergunakan secara luas sejak tahun 1977, sebelum akhirnya pemerintah secara resmi menggunakan garis kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) mulai tahun 1984. Untuk menentukan miskin tidaknya seseorang. Prof. Sajogyo menggunakan suatu garis kemiskinan yang didasarkan atas harga beras. Patokannya 240 kg beras untuk penduduk desa dan 320 kg untuk penduduk kota. Jika pengeluaran seseorang selama setahun kurang dari itu, berarti kekurangan pangan.

Garis Kemiskinan BPS
Badan Pusat Statistik Nasional mendefinisikan garis kemiskinan dari besarnya rupiah yang dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang setara dengan 2100 kalori per kapita per bulan, ditambah kebutuhan pokok lain seperti sandang, pangan, papan, dan pendidikan.

Adapun kriteria yang digunakan dalam pendataan rumah tangga miskin oleh BPS sebagai dasar penetapan sasaran program pemerintah sebagai berikut :
  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
  2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
  3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa plester.
  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
  6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindungi/ sungai /air hujan.
  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah.
  8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam satu kali dalam seminggu.
  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari.
  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di Puskesmas/ poliklinik.
  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 0.5 ha, buruh tani, nelayan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) per bulan.
  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ hanya SD.
  14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000.-(lima ratus ribu rupiah), seperti: Sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya.
Ke 14 indikator itu, adalah ciri-ciri kemisikinan pada satu rumah tangga yang berhak menerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), yang memenuhi minimal 9 indikator berhak untuk menerimanya. Golongan sangat miskin adalah yang memenuhi ke 14 kriteria diatas, yang hanya memenuhi antara 11 sampai 13 kriteria disebut miskin. Sementara yang memenuhi 9 sampai 10 kriteria adalah disebut mendekati miskin dan apabila hanya memenuhi kurang dari 8 kriteria tidak termasuk keluarga miskin.

Adanya pengukuran kemiskinan ini merupakan upaya untuk menggambarkan secara lebih nyata dalam memandang kemiskinan dan membangun kesamaan pandangan tentang kemiskinan. Pemerintah sendiripun menetapkan ukuran kemiskinan sebagai standar dalam menentukan masyarakat yang berhak menerima program penanggulangan kemiskinan dan juga untuk memudahkan dalam evaluasi sejauhmana implementasi program mampu secara kuantitatif menurunkan angka kemiskinan.

Postingan Terkait :
Tentang Konsep kemiskinan