kata disiplin memang mudah diucapkan tapi kadang sulit untuk diterapkan. berikut ini, saya akan menguraikan definisi atau pengertian dari disiplin.
keith davis (1985 : 366) mengemukakan bahwa: “discipline is management action to enforce organizational standards”, pengertian disiplin tersebut diinterpretasikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. dalam suatu organisasi atau lembaga pengertian ini pada dasarnya merupakan pelajaran, patuh, taat, kesetiaan, hormat kepada ketentuan/peraturan/norma yang berlaku. dalam hubungannya dengan disiplin pegawai, disiplin merupakan unsur pengikat, unsur integrasi dan merupakan unsur yang dapat menggairahkan kerja pegawai, bahkan dapat pula sebaliknya.
spriegel (dalam astrid, 1986) mengatakan bahwa disiplin adalah:
“the force that prompts an individual or group to observe rules, regulation, and procedures that are deemed necessary to the attainment of an objective, it is the force or fear of a force that restraints individuals or groups from doing thing that are deemed destructive of group objectives. it is also the exercise the violation of group regulation.”
dengan berpedoman pada definisi di atas maka disiplin menjadi faktor pengikat dan integrasi, yaitu merupakan kekuatan yang dapat memaksa pegawai untuk mematuhi peraturan serta prosedur kerja yang telah ditentukan terlebih dahulu, karena dianggap bahwa dengan berpegang pada peraturan ini, tujuan dari organisasi tercapai. pada suatu pelanggaran dari peraturan, maka dengan sendirinya seorang pegawai atau sekelompok pegawai dapat dihukum, yaitu karena telah melakukan pekerjaan yang dilarang dan telah berbuat bertindak tidak sesuai peraturan dan prosedur tata kerja yang berlaku dalam organisasi.
kata disiplin berasal dari bahasa latin yang berarti mengajar atau belajar. akan tetapi secara tradisional, disiplin dianggap sebagai kegiatan negatif yang bertujuan untuk menghukum para karyawan yang tidak berhasil mematuhi standar organisasi. sedangkan pandangan manajemen modern melihat disiplin sebagai suatu kesempatan konstruktif untuk memperbaiki ketimbang menghukum perilaku seseorang (kossen, 1986 : 213).
dalam ensiklopedia nasional indonesia (1988), disebutkan bahwa “disiplin adalah suatu sikap yang menunjang kesediaan untuk menepati atau memenuhi dan mendukung ketentuan dan tata tertib, peraturan, nilai serta kaidah yang berlaku”.
menurut handoko (1994 : 208), “disiplin adalah suatu kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. dalam hal ini ada dua tipe kegiatan pendisiplinan, yaitu preventif dan korektif”. ini sejalan dengan mangkunegara (1991), yang memberi batasan pengertian disiplin kerja dalam dua macam bentuk, yaitu:
- disiplin preventif, yaitu suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah digariskan oleh perusahaan.
- disiplin korektif, adalah suatu upaya menggerakkan pegawai dalam menyatukan suatu peraturan dan mengarahkan untuk tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang berlaku pada perusahaan.
pada disiplin korektif, pegawai yang melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. tujuan pemberian sanksi adalah untuk memperbaiki pegawai yang melanggar, memelihara peraturan yang berlaku dan memberikan pelajaran kepada pelanggar. disiplin korektif memerlukan perhatian khusus dan proses prosedur yang seharusnya. hal ini sesuai dengan pendapat davis (198) bahwa:
“corrective discipline requires attention to doe process, which means that procedures show concern for the rights of the employee involved. major requirements for doe process include the following:
- a presumption of innocence until reasonable proof of an employee’s role in an offense is presented;
- the right to be heard and in some cases to be represented by another person;
- discipline that is reasonable in relation to the offense involved.
pernyataan davis tersebut menjelaskan bahwa disiplin korektif memerlukan perhatian proses yang seharusnya, yang berarti bahwa prosedur harus menunjukkan pegawai yang bersangkutan benar-benar terlibat. keperluan proses yang seharusnya itu adalah: pertama, suatu prasangka tak bersalah sampai membuktikan bahwa pegawai benar-benar berperan dalam suatu pelanggaran. kedua, hak untuk didengar dalam beberapa kasus yang diwakili oleh pegawai lain. ketiga, disiplin itu dipertimbangkan dalam hubungannya dengan pelanggaran yang melibatkannya.
dalam hubungan ini siagian (1994 : 278), secara spesifik memberikan pengertian tentang disiplin kerja sebagai berikut : “disiplin kerja merupakan suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta sanggup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya”.
nitisemito (1992 : 60), mengemukakan dua pengertian kedisiplinan, yakni dalam arti sempit dan arti luas. “dalam arti sem[pit dikatakan bahwa kedisiplinan adalah bilamana karyawan tersebut jarang absen dan datang serta pulang tepat pada waktunya. sedangkan dalam arti luas kedisiplinan di artikan sebagai suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan baik yang tertulis maupun tidak”.
pengertian yang hampir sama dan lebih rinci, dikemukakan oleh hasibuan (1994), sebagai berikut :
“kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. jadi dia akan mematuhi semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak”.
cascio (1981) mengatakan bahwa pelaksanaan disiplin dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: several factor effect the discipline process:
1) the attitude and orientation of the employee toward work ...
2) the size of organization ...
3) the demand for labor ...
4) the turnover rate ...
5) leadership style ...
6) employee cohesiveness ...
berpedoman pada uraian tersebut di atas, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses disiplin pegawai antara lain adalah sebagai berikut :
1. sikap dan orientasi dari para pegawai terhadap pekerjaan
2. ukuran organisasi
3. permintaan akan tenaga kerja
4. tingkat perpindahan pegawai
5. tipe kepemimpinan
6. kesatuan dan persatuan pegawai
atmosudirdjo (1976) mengemukakan tentang pengertian disiplin dan aspek disiplin sebagai berikut: “disiplin merupakan suatu bentuk ‘ketaatan’ dan ‘pengendalian’ erat hubungannya dengan rasionalisme, dan oleh karena itu merupakan suatu ketaatan atau pengendalian diri yang rasional, sadar penuh, tidak memakai perasaan, sehingga tidak emosionil.
disiplin mempunyai tiga aspek, yaitu:
- suatu sikap mental (state of mind, mental attitude) tertentu, yang merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil daripada “latihan dan pengendalian pikiran dan watak” (training and control of mind and character) oleh pemimpin secara tertentu.
- suatu pengetahuan (knowledge) tingkat tinggi tentang sistem aturan-aturan perilaku (system or rules of conduct), sistem atau norma-norma, kriteria dan standar-standar (system or set of norms, criteria and standards) sedemikian rupa sehingga “pengetahuan” tersebut menimbulkan sekali wawasan (insight) dan kesadaran (consciousness), bahwa ketaatan akan aturan-aturan, norma-norma, kriteria, standar-standar, struktur dan sistem organisasi dan sebagainya itu adalah syarat mutlak (condition sine qua non) untuk mencapai keberhasilan.
- suatu sikap kelakuan (behavior) yang secara wajar menunjukkan kesungguhan hati, pengertian, dan kesadaran untuk mentaati segala apa yang diketahui itu secara cermat dan tertib.