Konsep Pemerintahan Daerah Dan Otonomi Daerah (Desentralisasi)


Cepat Mendatangkan Duit Berlimpah
Dapatkan Info Lengkapnya dBC Network.

Sangat cocok utk Semua Kalangan

---------------------------------------------------------------

Seiring dengan perkembangan budaya manusia, fungsi dan peran yang dijalankan oleh pemerintah makin lama makin banyak. Kelompok-kelompok kecil manusia berkembang menjadi kelompok yang lebih besar dan tersebar dalam kawasan  yang lebih luas.

Berdasarkan tataran akademik dan empirik suatu negara dengan wilayah luas akan selalu membentuk unit pemerintahan di tingkat lokal, karena tidak akan mungkin pemerintah Pusat dapat mengurus dan melayani warganya dari Pusat secara efektif, ekonomis, efisien dan akuntabel (Bowman & Hampton dalam Suwandi 2001;1).

Atas dasar inilah kemudian negara-negara yang memiliki wilayah geografis yang luas kemudian membangun sistem pemerintahan secara bertingkat antara pemerintah pusat dan daerah. Desentralisasi bukan merupakan pilihan yang mudah bagi bangsa Indonesia. Dengan wilayah geografis yang sangat luas yang terurai dalam puluhan ribu pulau, serta masyarakat yang sangat heterogen, sehingga desentralisasi memang seringkali menjadi dilema (Pratikno dalam Karim; 2003;33).

Bagi bangsa Indonesia, persoalan desentralisasi dan otonomi daerah bukanlah hal yang baru. Pada masa kolonial Hindia belanda telah dikeluarkan decentralisatie wet 1903 yang mengatur tentang hak-hak otonomi bagi kesatuan masyarakat hukum yang ada di wilayah Nusantara. Pada masa kemerdekaan, sejak UU nomor 1 tahun 1945 sampai UU Nomor 32 tahun 2004, sudah ada 7 (tujuh) Undang-Undang atau Undang-Undang Pokok yang mengatur tentang Otonomi Daerah. Perbedaan antara satu Undang-Undang dengan Undang-Undang lainnya tentang Otonomi daerah terletak pada 8 (delapan) hal esensial sebagai berikut.
1)      Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang digunakan;
2)      Ajaran rumah tangga yang digunakan;
3)      Pola pembagian wewenang antara satuan pemerintahan;
4)      Pola pertanggungjawaban dan akuntabilitas pemerintahan;
5)      Pola pembagian sumber-sumber keuangannya;
6)      Pola organisasinya;
7)      Pola hubungan kerja antar satuan pemerintahan;
8)      Jumlah jenjang pemerintahan,
(Wasistiono; 2002;9)

Otonomi daerah memang merupakan jawaban walaupun bukan merupakan jawaban tunggal terhadap persoalan kedaerahan di Indonesia, di samping bagi demokrasi, keadilan dan juga efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Terutama karena format pengaturan sermacam ini kompatibel dengan nature Indonesia yang sangat super majemuk  dimana sejumlah parameter pembeda saling tumpang tindih, saling memperkuat dan dengan cross cutting affiliation yang rendah (Lay dalam Karim; 2003; 28).

Seiring dengan maraknya tuntutan dalam gerakan reformasi di dalam negeri dan tuntutan lingkungan strategis Indonesia pada penghujung Abad 21, dengan memperhatikan pengalaman penyelenggaraan Otonomi Daerah pada masa lampau yang menganut prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab dengan penekanan pada otonomi yang lebih merupakan kewajiban daripada hak, maka oleh Pemerinah dikeluarkan UU No 22/1999 yang dalam pemberian kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota didasarkan pada asas desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab (Bratakusumah dan Solihin; 2003;3).

Selanjutnya mengikuti dinamika masyarakat yang terus berkembang, UU Nomor 22/1999 setelah lima tahun pelaksanaannya kemudian dirasakan kurang dapat mengakomodir dinamika tersebut, sehingga akhirnya harus mengalami revisi dengan dikeluarkannya UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.