tentang konsep kualitas pelayanan


konsep tentang kualitas itu sendiri oleh goetsh dan davis (dalam tjiptono, 1996:51) diartikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. berbeda halnya dengan ibrahim (1997:1) yang mendefinisikan kualitas sebagai suatu strategi dasar bisnis yang menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi kebutuhan dan kepuasan internal dan eternal, secara eplixit dan implisit.

sedangkan gazpersz (1997:4) membedakan pengertian kualitas dalam dua pengertian, yaitu : definisi konvensional dan definisi strategik. definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti : performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya. sedangkan definsi strategik menyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of costumers).

mengacu kepada kedua definisi tersebut, sehingga menurut gaspersz (1997:5) bahwa : pada dasarnya kualitas mengacu kepada keistimewaan pokok, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan aktraktif yang memenuhi keinginan dan kepuasan pelanggan serta segala sesuatu yang bebas dari kekurangan dan kerusakan.

sedangkan triguno (1997:76) mendefinisikan kualitas sebagai :  suatu standar yang harus dicapai oleh seorang/kelompok/lembaga/ organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa barang dan jasa. selanjutnya ia juga mengatakan bahwa berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan/persyaratan pelanggan/masyarakat.
garvin (dalam lovelock, 1994; ross, 1993) memahami perbedaan pengertian kualitas dari berbagai ahli, karena itu garvin mengelompokkan pengertian kualitas tersebut dalam lima perspektif, dimana kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan. kelima macam perspektif kualitas tersebut menurut garvin adalah sebagai berikut :

  1. transcedental approach, yang memandang kualitas sebagai innate excellence, dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalkan.
  2. product based approach, yang menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur.
  3. user based approach, yang memandang bahwa kualitas tergantung kepada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.
  4. manufacturing based approach, yang memandang bahwa kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan persyaratan (comformance to requirements). dalam sektor jasa, dapat dikatakan bahwa kualitasnya bersifat operations driven.
  5. value based approach, yang memandang kualitas dari segi nilai dan harga dengan mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas didefinisikan sebagai "affordable exellence".

berdasarkan uraian di atas, garvin menyimpulkan bahwa pada hakekatnya kualitas akan mengacu pada kreteria sebagai berikut :
1) kondisi produk/jasa
2) strategi dasar yang menghasilkan jasa
3) karakerisitik produk
4) keistimewaan produk yang bebas dari kekurangan dan kerusakan
5) standard yang harus dicapai.

kelima kriteria tersebut pada akhirnya diarahkan untuk memenuhi dan memuaskan pelanggan/consumer atau masyarakat. dalam hal ini kualitas suatu produk atau jasa hanya dapat ditentukan oleh pelanggan sendiri, karena merekalah yang merasakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu organisasi baik bisnis maupun publik. oleh karena itu kualitas selalu berfokus pada pelanggan (custumer focused quality).

kualitas pada dasarnya terkait dengan pelayanan yang terbaik, yaitu suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan atau masyarakat secara memuaskan. menurut triguno (1997:78) pelayanan yang terbaik, yaitu "melayani setiap saat, secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan menolong, serta profesional dan mampu".

sedangkan menurut tjiptono (1996:58) secara garis besar ada empat unsur pokok yang terkandung di dalam pelayanan yang unggul (service excellence), yaitu :
1. kecepatan.
2. ketepatan.
3. keramahan.
4. kenyamanan.

keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, artinya pelayanan menjadi tidak excellence bila ada komponen yang kurang. kualitas jasa atau layanan yang baik akan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat, yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas masyarakat kepada organisasi (institusi) yang bersangkutan.

selanjutnya wyckof (dalam tjiptono, 1996:59) mengartikan kualitas jasa atau layanan, yaitu : tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan". ini berarti, bila jasa atau layanan yang diterima (perceived service) sesuai dengan diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan dipersepsikan baik dan memuaskan, jika kualitas jasa atau layanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan, maka kualitas jasa atau layanan akan dipersepsikan buruk.

dengan demikian, fungsi pemerintah bukan hanya terbatas pada aktivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tersebut betul-betul berkualitas. pemerintah indonesia sendiri sebenarnya telah menyadari akan pentingnya penerapan konsep kualitas dalam pelayanan kepada masyarakat. hal ini tercermin dari dikeluarkannya inpres nomor 1 tahun 1995 tentang perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan aparatur pemerintah kepada masyarakat dan lebih dipertegas dengan kepmenpan nomor 81 tahun 1995 yang menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi sebagai berikut :

  1. kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat tidak terbelit-belit, mudah, dipahami dan mudah dilaksanakan.
  2. kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab melayani, rincian biaya/tarif dan tatacara pembayaran, jadwal pelayanan, hak dan kewajiban pelayanan dan pelayan, pejabat yang menerima keluhan.
  3. keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum.
  4. keterbukaan dalam arti bahwa semua proses pelayanan wajib diinformasikan kepada masyarakat.
  5. efisien, dalam arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dan harus dicegah adanya pengulangan pemenuhan kelengkapan persyaratan.
  6. ekonomis, dalam arti bahwa pengenaan biaya pelayanan harus diitetapkan secara wajar.
  7. keadilan yang merata, dalam arti cakupan/jangkauan pelayanan harus terdistribusi secara merata.
  8. ketepatan waktu, dalam arti bahwa pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

berdasarkan sendi-sendi kualitas pelayanan kepada masyarakat tersebut, maka secara umum sendi-sendir tersebut telah mencerminkan karakteristik pelayanan yang diinginkan pelanggan yaitu pelayanan yang lebih cepat (faster), lebih murah (cheaper) dan lebih baik (better) (gazperzs, 1997:12)