Belajar 3# : Teori Good Governance


Secara teoretis, terdapat tiga komponen penting yang terkait satu sama lain dalam good governance. Pertama adalah institusi negara (state). Komponen pertama ini memiliki peran penting, khususnya dalam meletakkan landasan bagi keberadaan pemerataan, keadilan, dan kedamaian serta membangun lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi pembangunan.

Komponen kedua adalah masyarakat madani (civil society). Komponen yang kedua ini memiliki peran penting dalam membangun landasan bagi adanya kebebasan dan persamaan, termasuk kebebasan mengekspresikan diri yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ketiga adalah sektor swasta (privat sector). Keberadaan komponen ketiga ini penting untuk meletakkan landasan bagi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Sektor swasta dapat berperan dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan, meningkatkan volume produksi dan perdagangan, membangun SDM, dan langkah-langkah penting lainnya.

Good governance tidak hanya penting bagi eksistensi negara bangsa yang berkeadilan dan berkemakmuran, namun juga penting juga diterapkan di daerah, termasuk unit-unit politik yang lebih bawah lagi. Lebih-lebih ketika otoritas dan kekuasaan negara banyak didesentralisasikan ke daerah. Konsep desentralisasi sebenarnya tidak hanya berkaitan dengan pendelegasian masalah-masalah teknis administratif, tetapi juga masalah-masalah kekuasaan.

Melalui good governance, di daerah akan ditemukan sebuah entitas atau kehidupan politik yang berkarakteristik seperti adanya partisipasi, memiliki visi yang strategis, rule of  law, transparansi, responsif, pertanggungjawaban dan efektivitas serta efisien. Karakteristik demikian sangat diperlukan guna mencapai tujuan desentralisasi itu, yakni adanya pengelolaan daerah yang sesuai dengan konteks kedaerahan.

Teori governance dengan salah satu pendekatannya yang disebut socio cybernatics approach (Rhodes, 1996). Inti dari pendekatan ini adalah bahwa sejalan dengan pesatnya perkembangan masyarakat dan kian kompleknya isyu yang harus segera diputuskan, beragamnya institusi pemerintah serta kekuatan masyarakat madani (civil society) yang berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan (policy making), maka hasil akhir (outcome) yang memuaskan dari kebijakan publik tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan sektor pemerintah saja.  Berkaitan dengan hal tersebut Abdul Wahab (1999 : 5) dengan lugas menyatakan bahwa “Kebijakan publik yang efektif dari sudut teori governance adalah produk sinergi interaksional dari beragam aktor atau institusi”.

Pendekatan governance lebih mementingkan pada tindakan bersama (collective action), keinginan pemerintah untuk memonopoli proses kebijakan dan memaksakan berlakunya kebijakan tersebut akan ditinggalkan dan diarahkan ke arah proses  kebijakan yang lebih inklusif, demokratis dan partisipatif.  Masing-masing aktor akan berinteraksi dan saling memberi pengaruh (mutually inclusive) demi tercapainya kepentingan bersama.

World Bank memberikan definisi istilah governance sebagai cara kekuasaan negara digunakan untuk mengatur sumber daya ekonomi dan sosial dalam pembangunan masyarakat (the way state power is used in managing economic and social resources for development of society). Sementara UNDP dalam LAN dan BPKP (2000 : 5) mendefinisikan sebagai berikut : “the exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation’s  affair at all levels”. Menurut definisi terakhir ini, governance mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu economic, political, dan administrative.  Economic governance meliputi proses-proses pembuatan keputusan (decision-making processes) yang memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi diantara penyelenggara ekonomi. Economic governance mempunyai implikasi terhadap keadilan, kesejahteraan, dan kualitas hidup (equity, poverty and quality of live). 
 
Political governance adalah proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi atau penyusunan kebijakan. Administrasi governance adalah sistem implementasi proses kebijakan. Oleh karena itu institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu state (negara atau pemerintahan), privat sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan society (masyarakat), yang saling berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing-masing. Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sedangkan society berperan aktif dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompok-kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.

Pada hakekatnya konsep governance menggambarkan adanya perubahan makna pemerintahan yang merujuk kepada : a) suatu proses baru dalam memerintah (a new process of governing); b) perubahan kondisi dalam tata aturan (a changed condition of ordered rule); dan c) metode baru tentang peran serta masyarakat dalam pemerintahan (the new methode by which society is governed). (Rhodes, 1996 : 652 – 653).

Good governance mengarahkan kepada upaya untuk  memperbaiki dan meningkatkan proses manajemen pemerintahan sehingga kinerjanya menjadi lebih baik. Pola dan gaya pemerintahan harus segera dibenahi dan dikembangkan dengan menggunakan konsep good governance sebagaimana diuraikan oleh Stoker (1998) dalam lima proposisi kepemerintahan yang baik (good governance) sebagai berikut  :
  1. Governance refers to a complex set of institution and actors that are drawn from but also beyond government.
  2. Governance recognizes the blurring of boundaries and responsibilities for tackling social and economic issues.
  3. Governance identifies the power dependence involved in the relationships between institution involved in collective action.
  4. Governance is about outonomous self governing networks of actors.
  5. Governance recognizies the capacity to get thing done which does not ret on the power of government to command or use its authority. It sees government as able to used new tools and techniques to steer and guide.