motivasi kerja pegawai (2)

di postingan sebelumnya sudah di uraikan beberapa pendapat tentang motvasi. untuk postingan ini di uraikan tentang motivasi yang dilihat dari teori kebutuhan, bila mengacu kepada pendapat maslow (dalam gibson, et al., 1987 : 97) dinyatakan bahwa kebutuhan manusia itu tersusun dalam hirarki sebagai berikut:
  1. kebutuhan fisiologis (physiological needs): kebutuhan akan makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari rasa sakit.
  2. kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security): kebutuhan akan kebebasan dari ancaman, yakni aman dari ancaman kejadian atau lingkungan.
  3. kebutuhan rasa memiliki (belongingness) sosial, dan cinta: kebutuhan akan teman, afiliasi, interaksi dan cinta.
  4. kebutuhan harga diri (esteems): kebutuhan dan penghargaan diri dan penghargaan dari orang lain.
  5. kebutuhan perwujudan diri (self actualization): kebutuan untuk memenuhi diri sendiri dengan memaksimumkan penggunaan kemampuan, keahlian dan potensi.
orang melakukan kerja sama karena masih ada kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh diri sendiri yang disebabkan oleh keterbatasan manusia itu sendiri. oleh karena itu manusia bekerja sama dengan manusia yang lain untuk memenuhi kebutuhannya dengan masuk ke dalam organisasi. apabila kebutuhan yang paling mendasar sudah terpenuhi, manusia akan meningkatkan kebutuhan ke tingkat yang lebih tinggi lagi, misalnya kebutuhan akan keamanan dan kekayaan materi. hal inilah yang menjadi dasar bagi maslow dalam mengemukakan teori hirarki kebutuhan sebagai salah satu sebab timbulnya motivasi kerja pegawai. teori maslow ini mengasumsikan bahwa pegawai lebih dulu memenuhi kebutuhan pokoknya (fisiologis) sebelum mengarah kepada kebutuhan yang lebih tinggi (self actualization). apabila seperangkat kebutuhan telah terpenuhi, maka kebutuhan tersebut tidak lagi berfungsi sebagai motivasi.

menurut winardi (1990a : 442) terdapat beberapa kritik terhadap teori hirarki maslow, antara lain maslow mengasumsikan bahwa orang berkeinginan untuk maju dan berkembang. asumsi ini dapat benar bagi sebagian pegawai, tetapi tiadk benar bagi pegawai yang lainnya. ada kebutuhan yang tidak selalu dimulai dari kebutuhan fisiologis, tetapi meningkat ke kebutuhan aktualisasi diri tanpa menghiraukan kebutuhan fisiologisnya. jadi dalam menetapkan teori hirarki kebutuhan maslow sebaiknya menggunakan pendekatan situasional karena jenis-jenis kebutuhan pegawai sangat tergantung pada kepribadian, keinginan dan hasrat masing-masing individu.

model motivasi selanjutnya adalah tentang “teori dua faktor” dari herzberg atau yang lebih dikenal dengan herzberg’s two factor theory (winardi, 1990a : 448-450). menurut herzberg, ada dua faktor mengenai motivasi, yaitu faktor yang membuat orang tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas (dissatisfiers – satisfiers) atau faktor yang membuat orang sehat dan faktor yang memotivasi orang (hygiene-motivators) atau disebut dengan faktor ekstrinsik dan intrinsik.

pada dasarnya, faktor hygiene bersifat mencegah ketidakpuasan, bukan penyebab terjadinya kepuasan pegawai. dengan demikian menurut herzberg, faktor hygiene ini tidak merupakan faktor utama motivasi kerja pegawai, tetapi jika dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan. hal yang dapat memotivasi karyawan adalah faktor motivais yang mengharapkan agar pegawai selalu termotivasi dalam bekerja dan menghendaki agar suatu pekerjaan dan isi pekerjaan selalu merangsang pegawai untuk berprestasi dan menantang.

teori herzberg ini mendapat kritik yang tajam dari para ahli motivasi, karena dianggap menyederhanakan sifat kepuasan kerja. kepuasan dan ketidakpuasan kerja dapat terletak dalam konteks pekerjaan dan isi pekerjaan atau keduanya. kelemahan lainnya, herzberg mengharuskan orang menyadari semua faktor yang memotivasi mereka atau yang menyebabkan mereka tidak puas. alderfer (dalam mangkunegara, 1991 : 118) mencoba meringkaskan teori kebutuhan maslow menjadi tiga kelompok yang diberi nama teori erg yaitu singkatan dari kebutuhan keberadaan atau existence (e), kebutuhan mengadakan hubungan atau relatedness (r) dan kebutuhan akan pertumbuhan atau growth (g).

dalam penjelasannya, alderfer selanjutnya menguraikan bahwa kebutuhan akan keberadaan atau existence (e) adalah suatu kebutuhan untuk tetap bisa hidup. kebutuhan ini menurutnya sama dengan kebutuhan fisik atau fisiologis dan keamanan dari maslow dan sama pula dengan faktor hygiene dari herzberg. kebutuhan untuk berhubungan atau relatedness (r) adalah kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan sesama, melaksanakan hubungan sosial atau bermasyarakat dan bekerjasama dengan orang lain. kebutuhan ini sama dengan kebutuhan sosial dari maslow dan faktor hygiene dari herzberg. kebutuhan akan pertumbuhan (growth) adalah suatu kebutuhan intrinsik dari seseorang untuk dapat mengembangkan dirinya. hubungan ini sama dengan kebutuhan akan penghargaan dan realisasi diri maslow dan faktor motivasi dari herzberg.

walaupun teori erg merupakan penciutan dari teori maslow, namun kedua teori ini memiliki perbedaan yang nyata. alderfer (dalam mangkunegara, 1991 : 119) tidak memandang ketiga gabungan kebutuhan tersebut sebagai suatu hirarki seperti halnya maslow. alderfer berpendapat bahwa salah satu kelompok kebutuhan dapat tetap kuat, walaupun kelompok kebutuhan lainnya telah terpenuhi atau tidak terpenuhi. latar belakang seseorang atau lingkungan budaya seseorang dapat menyebabkan munculnya kebutuhan untuk berhubungan terlebih dahulu, tanpa harus terpenuhinya kebutuhan akan keberadaan pertumbuhan. demikian halnya kebutuhan pertumbuhan dapat saja semakin meningkat, walaupun orang tersebut sudah puas.

walaupun banyak analisa kontemporer tentang motivasi yang dilakukan untuk mendukung teori alderfer ini dibandingkan dengan teori maslow dan herzberg, akan tetapi teori erg ini masih menentukan batasan-batasan, sehingga tampak bahwa teori ini masih bersifat umum dan kurang kemampuan untuk menjelaskan kompleksitas teori motivasi. hal lain, teori erg ini kurang dapat diketengahkan ke dunia praktek kepegawaian pada umumnya.