grindle (1980) berpendapat bahwa implementasi kebijaksanaan sesungguhnya bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. oleh karena itu dapat dikatakan bahwa implementasi kebijaksanaan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijaksanaan.
dalam kaitannya dengan konsep implementasi wahab (1997:64) secara jelas menyimpulkan “implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, pemerintah eksekutif atau dekrit presiden). bahkan daniel a mazmanian dan paul a sabatier di dalam buku yang sama (wahab:65) menyatakan bahwa : memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
menurut anderson (dalam islamy, 1992:79), dampak kebijakan memiliki beberapa dimensi yaitu:
- dampak kebijakan yang diharapkan (intended consequences) atau tidak diharapkan (unintended consequences) baik pada problemnya maupun pada masyarakat.
- limbah kebijakan terhadap situasi atau orang-orang (kelompok) yang bukan menjadi sasaran/tujuan utama dari kebijakan tersebut, biasanya disebut “externalities”.
- dampak kebijakan dapat terjadi atau berpengaruh pada kondisi sekarang atau kondisi yang akan datang.
- dampak kebijakan terhadap “biaya” langsung atau direct cost dari kebijakan terhadap “biaya” tidak langsung (indirect cost) sebagaimana yang dialami oleh anggota-anggota masyarakat.