Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, secara khusus mengatur Pemerintahan Desa. Didalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pasal 200 ayat (1) dinyatakan bahwa “Dalam Pemerintahan Daerah Kabupaten dibentuk Pemerintahan Desa yang terdiri dari pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa”. Dengan demikian Jika melihat bunyi pasal tersebut bahwa Pemerintahan Desa merupakan bagian dari Pemerintahan Kabupaten dimana Pemerintahan Desa ini terdiri dari pemerintahan desa dan badan permusyawaratan desa.
Desa bisa kita ibaratkan sebagai sebuah miniatur negara, sebab desa sejak dahulu telah memperaktekkan nilai-nilai demokratis mulai dari pemilihan kepala desa secara langsung serta penggalian dana yang bersumber dari swadaya masyarakatnya sendiri. Sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir, desa telah mewarnai corak pemerintahan kerajaan pada jaman Hindia Belanda. Dengan demikian usia keberadaan pemerintahan desa lebih tua dibandingkan usia Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri.
H. W. Widjaja dalam buku Otonomi Desa memberikan definisi desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan dibawah kabupaten (Widjaja, 2003 :26).
Desa pada dasarnya sudah sejak duhulu telah melaksanakan prinsip Otonomi secara mandiri, yang dikenal dengan istilah otonomi desa. Pengertian otonomi desa, menurut pendapat dari Bayu Suryaningrat “Otonomi desa adalah wewenang dan kewajiban desa untuk mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri, sesuai dengan perturan perundang-undangan yang berlaku” (Suryaningrat, 1979: 150). Dengan adanya otonomi tersebut, desa dituntut untuk mampu menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada didesa dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri.