Partisipasi Masyarakat, Komunikasi dan Pembangunan Desa

Dalam pembangunan desa terutama, partisipasi masyarakat merupakan syarat keberhasilan pembangunan desa, sebagaimana Ndraha (1982 : 17) berpendapat bahwa “Pembangunan desa adalah pembangunan yang sepanjang prosesnya masyarakat desa yang bersangkutan diharapkan berpartisipasi aktif dan dikelola ditingkat desa”

Berkaitan dengan partisipasi masyarakat banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya, berikut   Davis (dalam Ndraha, 1994:87), yaitu : Participation is defined as mental and emotional involvement of person in a group situation which  encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them.(partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional seseorang kedalam suatu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha  mencapai  tujuan   serta   bertanggung   jawab  terhadap usaha yang dilaksanakan untuk kelompoknya)

Dari pendapat diatas menurut Ndraha ada tiga hal penting yang tercakup didalamnya yaitu :
  1. Titik berat partisipasi adalah pada keterlibatan mental dan emosional. Kehadiran secara pribadi/ fisik di dalam suatu kelompok tanpa keterlibatan tersebut bukanlah partisipasi.
  2. Kesediaan untuk memberi kontribusi, tergerak. Wujud kontribusi di dalam pembangunan ada bermacam-macam. Misalnya : barang, uang, bahan,jasa, buah pikiran, keterampilan dan sebagainya.
  3. Kesediaan untuk turut bertanggung jawab, terbangkitkan.
Pengertian partisipasi yang tampaknya mendekati operasionalisasi penelitian ini, sebagaimana yang dikemukakan Loekman Soetrisno (1997 : 77-78), dimana menurutnya partisipasi adalah :
Merupakan kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan, yang dalam konteks ini diasumsikan bahwa rakyat mempunyai aspirasi dan nilai budaya yang belum diakomodasikan dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian suatu program pembangunan.

Sejalan dengan pendapat itu Ndraha (1990:108), mengemukakan, bahwa : partisipasi dilakukan baik dengan pola prosesional maupun  parsial. Partisipasi prosesional, yang dilakukan sepanjang proses pembangunan, mulai fase penerimaan informasi, fase pemberian tanggapan terhadap informasi, fase perencanaan pembangunan, fase pelaksanaan pembangunan, fase penerimaan kembali hasil pembangunan, dan fase penilaian pembangunan. Sedangkan pada partisipasi parsial, keikutsertaan masyarakat hanya dilakukakan  pada satu atau beberapa fase saja.

Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan bantuan pembangunan desa, merupakan salah satu masukan yang tumbuh dan berkembang dalam suasana kehidupan masyarakat, oleh karena ada interaksi sosial yang terjadi di masyarakat. Lebih lanjut Hoult (1974:14-15) mengemukakan, bahwa :

Partisipasi adalah social relations yaitu suatu gejala keadaan sosiologi dimana seseorang merasakan bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat dari terjadinya interaksi sosial… Kesadaran manusia akan timbul jika dimotivasi oleh kebutuhan untuk berkelompok atas dasar kesenangan atau sesuatu yang dirasakan berguna, atas dasar persahabatan dan saling kasih sayang atau saling simpati…dalam kelompok tadi seseorang akan menemukan identitas pribadi karena bersama-sama dengan orang lain ia akan merasakan setiap kebutuhan kelompok maupun anggotanya atas dasar komunikasi dan kegiatan yang dijalankan bersama.

Berlangsungnya partisipasi masyarakat merupakan kegiatan antara dua pihak, yakni pihak yang dibangkitkan untuk berpartisipasi yaitu masyarakat dan pihak yang membangkitkan yaitu pemerintah, jadi bukan kegiatan yang sepihak saja. Dalam kaitannya dengan pembangunan desa, maka pihak yang memegang peranan dalam membangkitkan partisipasi masyarakat adalah pemerintah desa.

Dalam upaya membangkitkan partisipasi masyarakat, komunikasi mempunyai peranan penting dalam memelihara hubungan secara timbal balik, di satu pihak pemerintah menyampaikan kebijakan kepada masyarakat, sedangkan di lain pihak masyarakat menyampaikan gagasan, keinginan atau kebutuhannya kepada pemerintah. Oleh Bryant dan White (1987 : 172) disebutkan bahwa komunikasi yang diperlukan dalam pembangunan desa adalah Komunikasi dari atas kebawah, komunikasi dari bawah keatas dan komunikasi searah. Selanjutnya Katz dan Kahn (dalam Bryant dan White, 1987 : 172-173) mengatakan Komunikasi kebawah mencakup lima butir :
  1. Petunjuk tugas yang spesifik ; perintah kerja.
  2. Informasi itu untuk mendapatkan pemahaman mengenai tugas dan hubungannya dengan tugas lainnya : rasional pekerjaan.
  3. Informasi tentang praktek-praktek dan prosedur keorganisasian
  4. Umpan balik kepada bawahan mengenai pekerjaannya
  5. Informasi tentang suatu ciri ideolegis untuk mengembangkan misi : indoktrinasi mengenai tujuan.
Komunikasi ke atas adalah informasi yang diminta oleh pihak manajemen dan juga informasi secara sukarela yang disampaikan oleh masyarakat dan klien. Hal ini berupa tuntutan, keluhan, mungkin juga gagasan yang inovatif. Sedangkan komunikasi mendatar, ialah komunikasi yang berlangsung pada orang-orang yang tingkatan sama. Komunikasi ini dianggap hal yang penting dalam membina koordinasi.

Dengan demikian proses komunikasi dimulai dengan penyaluran informasi atau pesan, dan dengan berlangsungnya penyaluran informasi tersebut, maka dapat diikuti dengan perpindahan pengertian.

Dengan adanya penyaluran informasi dan perpindahan pengertian akan menghasilkan persamaan persepsi antara komunikator dalam hal ini adalah pemerintah dan komunikan yang dalam hal ini adalah masyarakat. Dengan demikian komunikasi dapat menimbulkan perubahan dalam masyarakat, baik perubahan sikap, prilaku, watak maupun pandangan.

Pada masyarakat yang sudah bisa menerima perubahan maka akan terdapat kesamaan sikap yang melahirkan keinginan melakukan tindakan. Apabila hal tersebut berjalan tanpa hambatan, maka keterlibatan/keikutsertaan akan datang dengan sendirinya atau dengan kata lain timbullah partisipasi.