perencanaan kinerja

perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik, yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. didalam rencana kinerja ditetapkan rencana capaian kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan.penyusunan rencana kinerja dilakukan seiring dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu.

komponen rencana kinerja
dokomen rencana kinerja memuat informasi tentang: sasaran yang ingin dicapai dalam tahun yang bersangkutan; indikator kinerja sasaran, dan rencana capaiannya.selain itu dimuat pula keterangan yang antara lain menjelaskan keterkaitan kegiatan, dengan sasaran, kebijakan dengan programnya, serta keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi/ sektor lain.

adapun komponen rencana kinerja meliputi:
1.   sasaran
sasaran  yang dimaksud pada rencana kinerja ini adalah sasaran sebagaimana dimuat dalam dokumen renstra. selanjutnya diidentifikasi sasaran mana yang akan diwujudkan pada tahun yang bersangkutan beserta indikator dan rencana tingkat capaiannya (targetnya).

 2.  program
program-program yang ditetapkan merupakan program-program yang berada dalam lingkup kebijakan tertentu sebagaimana dituangkan dalam strategi yang diuraikan pada dokumen rencana strategi. selanjutnya perlu diidentifikasi dan ditetapkan program-program yang akan dilaksanakan pada tahun bersangkutan, sebagai cara untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.

 3.  kegiatan
kegiatan adalah tindakan nyata dalam jangka waktu tertentu yang dilakukan oleh instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan dan program yang telah ditetapkan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mencapai sasaran dan tujuan tertentu. dalam komponen kegiatan ini perlu ditetapkan indikator kinerja kegiatan dan rencana capaiannya.

 4.    indikator kinerja kegiatan
indikator kinerja ialah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan. indikator kinerja kegiatan yang akan ditetapkan dikategorikan kedalam kelompok:
  1. masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan atau dalam rangka menghasilkan output, misalnya sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi, dan sebagainya.
  2. keluaran (outputs) adalah segala sesuatu berupa produk/ jasa (fisik dan atau non fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan.
  3. hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk/ jasa dapat memenuhi dan harapan masyarakat.
  4. manfaat (benefits) adalah kegunaan suatu keluaran (outputs) yang dirasakan langsung oleh masyarakat.dan dapat berupa tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh publik.
  5. dampak (impact) adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang dimulai oleh capaian kinerja disetiap indikator dalam suatu kegiatan.
indikator-indikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasi sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran.dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan program-program instansi.

penetapan indikator kinerja kegiatan harus didasarkan pada perkiraan yang realistis dengan memperhatikan tujuan dan sasaran yang ditetapkan serta data pendukung yang harus diorganisasi, indikator kinerja dimaksud hendaknya (1) spesipik dan jelas , (2) dapat diukur secara objektif, (3) relevan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai,dan (4) tidak bias.

efektivitas organisasi

untuk menilai apakah suatau organisasi efektif atas tindakan secara keseluruhan ditentukan oleh apakah tujuan organisasi itu tercapai dengan baik atau sebaliknya. berikut ini akan dikemukakan beberapa aspek penilaian efekfivitas organisasi, terutama yang berkaitan dengan model model yang dapat dipergunakan. bila kita mengkaji kembali perkembangan teori dan ukuran yang dapat digunakan untuk menilal efektivitas organisasi sesungguhnya sudah cukup banyak teori an ukuran yang telah diketengahkan oleh para pakar mulai teori yang sederhana sampal yang cukup kompleks.

teori yang paling sederhana ialah teori yang berpendapat bahwa efektivitas organisasi sama dengan prestasi organisasi secara keseluruhan, menurut pandangan ini efektivitas organisasi dapat diukur berdasarkan seberapa besar keuntungan yang diperolehnya. dalam hal ini misalnya keuntungan lebih besar, maka berarti organisasi makin efektif, dari sisi lain, organisasi dapat dikatakan efektif bila jumlah pengeluaran makin lama makin menurun. dengan perkataan lain menurut teori ini efektivitas organisasi ditentukan oleh efisiensinya.

pandangan yang juga penting untuk kita perhatikan ialah teori yang menghubungkan pengertian efektivitas organisasi dengan tingkat kepuasan para anggotanya. menurut pandangan ini suatu organisasi dikatakan efektif bila para anggotanya merasa puas, pandangan ini merupakan kelanjutan pandangan penganut paham hubungan antara manusia yang menempatkan kepuasan anggota sebagai inti persoalan organisasi dan manajemen.

perilaku organisasi

sebagai suatu bidang studi, perilaku organisasi mencakup semua aspek yang berhubungan dengan tindakan manusia yang tergabung dalam suatu organisasi atau kelompok kerjasama, yaitu aspek pengaruh organisasi terhadap manusia dan juga sebaliknya, pengaruh manusia itu sendiri terhadap organisasi. namun demikian pembahasan akan lebih ditekankan pada bagaimana perilaku manusia akan mempengaruh efisiensi dan efektivitas suatu organisasi.

secara keseluruhan dalam mempelajari perilaku organisasi tercakup 4 (empat) unsur utama yaitu ;
  1. aspek psikologi tindakan manusia itu sendiri sebagai hasil studi psikologi.
  2. adanya bagian lain yang diakui cukup relevan bagi usaha mempelajari tindakan manusia dalam organisasi. uang misalnya merupakan salah satu faktor pertimbangan mengapa seseorang memasuki organisasi, oleh sebab itu ilmu ekonomi perlu juga mendapat perhatian psikologi.
  3. perilaku organisasi sebagai suatu disiplin mengakui bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana di atas dan siapa yang mengawasi mereka. oleh sebab itu struktur organisasi menyerap peranan penting dalam membahas perilaku organisasi
  4. walaupun disadari akan adanya keunikan masing masing individu, perilaku organisasi lebih banyak menekankan pada tuntutan manajer bagi tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan. dengan demikian selalu diusahakan agar usaha masing masing individu selaras dengan tujuan organisasi
dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan beberapa hal yang sangat penting untuk diperhatikan, pertama perilaku organisasi adalah suatu bidang yang interdisipliner dan yang memanfaatkan hasil dari cabang ilmu yang lain. kedua walaupun mendapat timbangan dari ilmu yang lain, bidang ilmu ini tetap dapat berdiri sendiri, karena pusat perhatiannya pada manusia dalam berorganisasi. ketiga perilaku organisasi memberikan arahan dan petunjuk bagi pencapaian tujuan dengan lebih balk. hal berbeda dengan psikologi dan organisasi sosiologi yang hanya memberi bantuan untuk dapat mengerti dan menguraikan tindakan seseorang atau kelompok, sedangkan perilaku organisasi berhubungan dengan pemanfaatan pengetahuan bagi pencapalan tujuan organisasi sebagaimana yang diharapkan.

Toko Buku Online Terlengkap

teori kepemimpinan (1)

teori atas pendekatan tentang kepemimpinan secara kronologis dapat digolongkan atas 3 (tiga) jenis, yaitu teori kecenderungan sikap (traits theory), teori pengikut (fallowers theory), dan teori situasional (situasional theory).

traits theory
teori tentang kecenderungan sikap ini menyatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan dalam arti bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin atau tidak, yang penting apakah pada orang itu memiliki sifat kepemimpinan kepemimpinan intelektual dan ciri ciri fisik tertentu atau tidak. misalnya, seseorang jujur, imaginatif, dinamis, cerdas, dan ukuran fisiknya memadai, meyakinkan akan menjadi pemimpin. teori ini mendapat banyak kritikan dan kecaman, karena banyak sekali orang yang tidak memiliki sifat sifat yang dipersyaratkan, temyata berhasil sebagai pemimpin. lagi pula diantara para teoritis ini terdapat perbedaan pendapat tentang jenis dan jumlah sifat sifat yang disyaratkan sebagal pemimpin.

fallowers theory
teori pengikut tidak lagi menekankan pada sifat sifat seseorang pemimpin, tetapi beralih penekanan pada pengikut pemimpin itu yaitu bawahannya. menurut teori ini, pemimpin yang efektif adalah orang yang paling dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan atas kepemimpinan para pengikutnya. pemimpin itu direstui memimpin hanya selama dia bertindak atau melaksanakan apa yang dikehendaki pengikut pengikutnya. salah satu sifat menjadi pemimpin yang baik adalah dapat menentukan kebutuhan kebutuhan pengikutnya, sekalipun mereka sendiri tidak memungkinkan dapat menyatakan kebutuhan-kebutuhannya. jelaslah bahwa jika jumlah pengikut atau bawahan besar akan timbul kesulitan bagi pemimpin itu untuk mengetahui dan memenuhi keinginan mereka yang beraneka ragam. disamping itu juga timbul masalah konfilk kepentingan, yaitu apabila si pemimpin terlalu jauh memenuhi keinginan keinginan bawahannya dan kurang memperhatikan kepentingan organisasi.

situasional theory
teori yang umumnya diterima adalah teori situasional yang menyatakan bahwa kepemimpinan itu dalam kenyataannya adalah suatu proses dan dengan tidak sendirinya melekat dalam diri seseorang. jenis kepemimpinan yang paling efektif berbeda dari situasi ke situasi dan terpenting pada keadaan sekitamya. dengan demikian seseorang yang berhasil sebagai pemimpin dalam satu situasi mungkin tidak akan berhasil didalam situasi yang lain. apabila kepemimpinan alamiah akan muncul pada suatu saat tertentu, tergantung pada apa yang diperlukan pada saat itu.

WPBisnisOnline

konsep tentang partisipasi

hoofsteede (dalam khairuddin, 1992;124), memberi pengertian partisipasi adalah ambil bagian dalam suatu tahap atau lebih dari suatu proses. menurut westra (1981;136), partisipasi adalah : penyertaan mental emosi seseorang dalam suatu situasi kelompok yang mendorong mereka untuk mengembangkan daya pikir dan perasaan mereka bagi tercapainya tujuan organisasi dan bersama-sama bertanggung jawab terhadap organisasi tersebut.

kemudian jnanabrota bhattacharyya (dalam ndraha, 1987;102), mengartikan partisipasi sebagai : pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. dalam kamus sosiologi modern menyebutkan partisipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang ikut merasakan bersama-sama dengan orang lain sebagai akibat dari terjadinya interaksi sosial. ini merupakan kesadaran manusia yang dimotivasi oleh kebutuhan untuk berkelompok, serta melalui komunikasi dan kegiatan bersama.

dengan demikian bahwa yang dimaksud dengan pengertian partisipasi adalah keterlibatan mental emosi dan kesediaan berkontribusi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi masyarakat dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan. bila dilihat dari wujud keberhasilan pelaksanaan pembangunan maka salah satu faktor penting adalah tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. partisipasi masyarakat menurut josef riwu kaho (1997 ; 112) didasarkan pada pertimbangan : bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat yang melaksanakannya melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan untuk masa berikutnya.

dengan demikian sebenarnya konsep partisipasi masyarakat sangat berkaitan dengan ide-ide dan prinsip-prinsip dasar demokrasi “dari, oleh dan untuk masyarakat”, jadi tidaklah salah bila partisipasi masyarakat ditetapkan sebagai salah satu prasyarat utama pembangunan. hal yang sama sondang p. siagian (2001 ; 53), mengemukakan bahwa keberhasilan kegiatan pembangunan akan lebih terjamin apabila seluruh warga masyarakat membuat komitmen untuk turut berperan sebagai pelaku pembangunan dengan para anggota elit masyarakat sebagai panutan, pengarah, pembimbing, dan motivator. sejalan dengan pemikiran tersebut, bintoro tjokroamidjojo (1995 ; 206) mengemukakan partisipasi masyarakat dalam konteks pembangunan terbagi atas tiga jenis, yaitu :
  1. partisipasi atau keterlibatan dalam perencanaan pembangunan.
  2. partisipasi dalam keterlibatannya memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan.
  3. partisipasi atau keterlibatan dalam memetik hasil dan memanfaatkan pembangunan.
dengan demikian bahwa setiap program atau kegiatan yang dilaksanakan, peranan aktif masyarakat sangat penting untuk dapat mewujudkan tujuan bersama maupun dalam bentuk-bentuk kerjasama antar kelompok. erat kaitannya dengan hal tersebut, loekman soetrisno (1995 ; 208) menyatakan bahwa : pertama, bahwa partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah mobilisasi rakyat dalam pembangunan. partisipasi rakyat dalam pembangunan adalah kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan membiayai pembangunan. kedua, untuk mengembangkan dan melembagakan partisipasi rakyat dalam pembangunan harus diciptakan suatu perubahan dalam persepsi pemerintah terhadap pembangunan. pembangunan haruslah dianggap sebagai suatu kewajiban moral dari seluruh bangsa ini, bukan suatu idiologi baru yang harus diamankan. ketiga, untuk membangkitkan partisipasi rakyat dalam pembangunan diperlukan sikap toleransi dari aparat pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri, karena kritik dan pikiran alternatif itu merupakan suatu bentuk dari partisipasi rakyat dalam pembangunan.

menurut keith davis ( 1962 ; 427) partisipasi itu sendiri adalah sebagai berikut : “participation is defined as mental and emotional involvement of a person in a group situation which encourages him to contribute to group goals and share responsibility in them”. kemudian davis (1962) menyimpulkan bahwa ; (1) participation means mental and emotional involvement; (2) motivates persons to contribute to the situation; dan (3) encurages people to accept responsibility in activity.

dengan terjemahan bebasnya, partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosional yang mendorong orang-orang untuk ikut ambil bagian dalam situasi dan turut bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut. artinya bahwa tidak hanya keterlibatan emosi dan mental dalam suatu situasi saja yang menjadi ukuran, namun kesediaan untuk bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut merupakan hal yang mutlak harus ada.

berkaitan dengan itu cohen dan uphoff (1977 ; 8) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terdiri dari :
1). participation in decision making;
2). participation in implementation;
3). participation in benefits, and
4). participation in evaluation.

dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat itu dapat terjadi dalam empat tingkatan yaitu partisipasi dalam proses pembuatan keputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pemanfaatan hasil dan partisipasi dalam evaluasi. dalam hubungannya dengan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, dikemukakan oleh bintarto (1989 ; 27) bahwa : pembangunan, dalam hal ini pembangunan desa pada hakekatnya adalah suatu proses modernisasi yang mengatur masyarakat, bangsa, dan negara indonesia kearah kehidupan dan penghidupan yang lebih baik dimasa mendatang.

sejalan dengan hal itu, uma lele (dalam supriatna, 1997 ; 67) merumuskan pembangunan sebagai berikut : “community rural development is a improving standard of the mass of the low-income population residing in rural areas and making the process of their development self sustaining”. (pembangunan masyarakat pedesaan sebagai upaya perbaikan standar kehidupan bagi sebagian besar penduduk yang berpenghasilan rendah yang tinggal di daerah pedesaan seraya menciptakan pembangunan yang berkelanjutan).

secara umum bahwa pembangunan juga merupakan usaha merubah dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan secara optimal potensi sumber daya alam dan mengembangkan sumber daya manusia dengan jalan meningkatkan kualitas hidup, keterampilan dan prakarsa dengan bantuan dan bimbingan teknis, dana ataupun sarana produksi, sesuai dengan bidang dan kegiatan masyarakat masing-masing. seperti yang dikemukakan oleh supriatna (2000 ; 41) bahwa : pembangunan nasional pada prinsipnya merupakan perubahan sosial yang besar dari suatu situasi ke situasi lain yang lebih bernilai, dari statis ke dinamis, masyarakat tradisional menuju masyarakat industri atau modern. selanjutnya khairuddin (1992 ; 125) mengungkapkan bahwa : partisipasi dari masyarakat luas mutlak diperlukan, oleh karena mereka itulah yang pada akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan pembangunan, rakyat banyak memegang peranan sekaligus sebagai obyek dan subyek pembangunan.

Toko Buku Online Terlengkap

tentang teori kepemimpinan

kepemimpinan sebagai suatu konsep, batasannya pengertiannya sangat luas dan dapat ditinjau dari berbagai sudut pendekatan. teori kepemimpinan telah banyak dikembangkan, terutama di dalam ilmu manajemen. meskipun demikian teori-teori tersebut dapat dimanfaatkan untuk memberikan pijakan bagi diskusi tentang kepemimpinan publik, yang lokusnya adalah masyarakat.

kepemimpinan pada dasarnya merupakan inti dari fungsi manajemen yaitu pengerahan sumber daya untuk mencapai tujuan. g.r. terry (dalam thoha, 1995;253) mendefinisikan kepemimpinan sebagai kegiatan mempengaruhi orang agar mereka bertindak mencapai tujuan. sementara itu pfiffner dan presthus serta a.gary yukl (dalam tjokroamidjojo, 1985 ; 110), secara lebih tegas menyatakan bahwa kepemimpinan adalah pengkoordinasian dan pemotivasian individu maupun kelompok untuk mencapai suatu tujuan. definisi-definisi ini menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses pengerahan individu maupun kelompok untuk berperilaku dan mengelola sumber daya yang mengarah kepencapaian tujuan.

menurut sugiyono (1994;87) ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan yaitu direktif, supportive dan partisipatif. kemudian thoha (1995 ; 300) mengatakan bahwa : spektrum kepemimpinan di negara yang sedang berkembang perlu memperhatikan paradigma tertentu. secara terbatas, dapat didaftar berbagai gaya kepemimpinan atas dasar 4 hal :
  1. keluasan wilayah para anggota dalam mengambil keputusan atau frekuensi dan intensitas penggunaan otoritas oleh pemimpin;
  2. intensitas orientasi pemimpin pada prestasi dan pada orang;
  3. peluang anggota untuk terlibat dalam pengambilan keputusan;
  4. dukungan dan arahan yang diberikan oleh pemimpin kepada para anggota.
berdasarkan pendapat tentang perilaku kontinum gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan yang berlanjut yang digunakan seorang pemimpin dalam menggunakan otoritasnya atau tidak, sebab pemimpin yang banyak menggunakan otoritasnya atau otokratik alatnya adalah paksaan, sehingga terjadi mobilisasi terhadap pengikut-pengikutnya. oleh karenanya pemimpin yang otokratis selalu tertuju pada kekuasaan. menurut french dan raven (dalam gary yukl, 1998 ; 167), kekuasaan yang berasal dari kewenangan formal kadang-kadang disebut legitimate power (kekuasaan yang sah). terkait dengan itu menurut ndraha (2000 ; 241-244), mengemukakan kepemimpinan adalah gejala sosial dan kemampuan seseorang (suatu pihak) untuk mempengarhi orang lain melalui dirinya sendiri sehingga (agar) perilaku orang lain itu (berubah atau tetap) integratif.
sementara itu, likert (dalam thoha, 1995 ; 300) mengemukakan empat jenis gaya kepemimpinan yang didasarkan pada peluang anggota untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan organisasi.
  1. gaya eksploitatif-otoritatif, dalam hal ini pemimpin bersifat eksploitatif kepada anggota dengan cara menciptakan ketakutan dan juga ancaman hukuman kepada para anggota. dia melakukan komunikasi satu arah saja, dan tidak pernah meminta keterlibatan anggota dalam merumuskan kebijakan.
  2. gaya otoritatif yang baik hati (benevolent autoritative), sekalipun membuka saluran komunikasi keatas, pemimpin dengan gaya ini mengabaikan gagasan anggota. kecuali itu dia masih sering menciptakan ketakutan dan hukuman, sehingga bawahan tetap tidak merasa bebas.
  3. gaya konsultatif, dengan gaya ini pemimpin membuka partisipasi bagi para anggota, tetapi dia sendirilah yang pada akhirnya membuat keputusan.
  4. gaya partisipatif, dalam hal ini pemimpin memberikan kepercayaan penuh kepada para anggota dengan mempersilahkan anggota untuk menetapkan tujuan dan merencanakan kegiatan organisasi, sehingga para anggota tersebut merasa bebas.

likert (dalam thoha, 1995 ; 310) menilai bahwa gaya yang terakhirlah, yang partisipatif, yang paling efektif untuk diterapkan guna mencapai tujuan organisasi. dari penelitiannya, dia menyimpulkan bahwa organisasi yang produktif pada umumnya dipimpin oleh seorang yang berperilaku partisipatif.

atas dasar intensitas perilaku pemimpin dalam mengarahkan maupun mendukung para anggotanya, hersey dan blanchard (dalam thoha, 1995 ; 310 – 315) merumuskan empat gaya dasar kepemimpinan, yaitu : partisipasi, konsultasi, delegasi dan instruksi.

seorang pemimpin dikatakan partisipatif, jika memberikan dukungan kepada para anggotanya dan sekaligus sangat sedikit memberikan pengarahan. sebaliknya, dia dikatakan instruktif jika banyak memberikan pengarahan tetapi tidak pernah mendukung ide-ide bawahan. pada konsep lain bahwa kepemimpinan sangat erat sekali hubungannya dengan kekuasaan, menurut weber (dalam thoha, 1995 ; 89-90), merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri dan yang menghilangkan halangan. kemudian walter nord (dalam thoha, 1995 ; 90), mengemukakan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas dari tujuan lainnya.

dapat disimpulkan bahwa kekuasaan seorang pemimpin dalam jabatannya lebih banyak digunakan otoritasnya dari pada penggerakkan dan pengerahan kepada masyarakat atau pengikutnya. kepemimpinan yang diharapkan adalah kepemimpinan yang mampu melibatkan seluruh masyarakat dalam proses pelaksanaan pembangunan, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.

pembangunan yang berhasil tidak terlepas dari adanya komunikasi, syed a. ralim (dalam depari, 1985 ; 55) dalam tulisannya menegaskan mengenai betapa pentingnya peranan komunikasi dalam membantu pembangunan desa, yaitu : masyarakat desa akan terlibat dalam komunikasi pembangunan melalui keluarga, lembaga-lembaga sosial desa ataupun kegiatan-kegiatan organisasi lainnya. ciri khas dari pesan-pesan pembangunan pada hakekatnya bersifat ideologi ataupun informatoris. pesan-pesan ideologi menyampaikan ide-ide politik dan tujuan untuk mengatur tindakan-tindakan bersama dan akhirnya menggalakkan solidaritas sosial.

lebih jauh mulyasa (2002 ; 139), mengemukakan bahwa : “kurang komunikasi akan mengakibatkan kurangnya hasil yang dapat diwujudkan, bahkan sering gagal dalam mencapai tujuan”. dengan demikian salah satu faktor penting dalam pembangunan adalah komunikasi yang mampu meningkatkan kerjasama, sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat diwujudkan.

partisipasi masyarakat, pembangunan dan kepemimpinan

hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat indonesia. pembangunan manusia indonesia seutuhnya itu berarti pembangunan yang dapat menyentuh kebutuhan seluruh aspek kehidupan rakyat baik secara material maupun spiritual. hasil-hasil pembangunan itu benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh rakyat serta keseluruh wilayah indonesia.

untuk merealisasikan hakekat dan tujuan pembangunan nasional tersebut, maka pembangunan masyarakat dalam era reformasi sekarang ini, perlu terus ditingkatkan terutama melalui pengembangan kemampuan sumber daya manusia yang mampu berperan mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya gotong royong masyarakat demi tercapainya keberhasilan pembangunan. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat yang juga dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat.

memperhatikan arti penting partisipasi masyarakat lokal dalam pembangunan, dapatlah dikatakan bahwa pelaksanaan pembangunan itu merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh anggota masyarakat, sehingga perlu dikembangkan secara terus menerus memberikan dukungan yang maksimal di dalam pelaksanaan pembangunan perkotaan maupun dalam pembangunan desa.

perubahan dapat menyangkut berbagai hal, perubahan fisik oleh proses alami dan perubahan kehidupan manusia oleh dinamika kehidupan itu sendiri. perubahan yang menyangkut kehidupan manusia atau terkait dengan lingkungannya yang berupa fisik, alam dan sosial disebut perubahan sosial (koentjaraningrat, 1985 : 16); yang dalam hal ini adalah dengan melibatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat di dalamnya.

selanjutnya koentjaraningrat (1985;17) mengemukakan bahwa : perubahan sosial akan merupakan kemunduran apabila manusia tenggelam dalam persoalan-persoalan yang dihadapinya dan tidak dapat mengambil sikap atau keputusan terhadap keadaan baru, maka dalam keadaan itu akan terjadi frustasi dan apatis. perubahan masyarakat menjadi kemajuan dengan suatu pola masyarakat yang sesuai bahkan dapat menguasai kemajuan teknologi dan menghindari bahwa bahaya degradasi martabatnya.

perubahan sosial tertuju kepada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, sehingga akan dinikmati pula oleh individu. perubahan kepada kemajuan dan hidup ini sangat erat hubungannya dengan kepemimpinan. faktor kepemimpinan penting sekali dan amat menentukan dalam kehidupan setiap bangsa, karena maju mundurnya masyarakat, jatuh bangunnya bangsa ditentukan oleh pemimpinnya, dan pemimpinlah yang merancang masa depan serta menggerakkan masyarakat untuk mencapainya.

definisi kepemimpinan menurut beberapa ahli seperti pfiffner dan presthus (dalam pamudji, 1995;2) ; terence dan larson (dalam rufinus lahur, 1991;322) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah proses mana yang seorang mempengaruhi kelompok kearah pencapaian tujuan kelompok atau organisasi yang diinginkan. senada dengan itu ralph m. stogdill (1974 ; 9-10) dalam bukunya handbook of leadership, kepemimpinan adalah proses atau tindakan mempengaruhi kegiatan-kegiatan suatu kelompok yang terorganisir dalam usahanya menetapkan tujuan dan pencapaian tujuan tersebut.

selanjutnya raymond j. burby (dalam pamudji, 1995;2) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan, mengerahkan dan mengarahkan orang. senada dengan pendapat tersebut r.c. davis (dalam pamudji, 1995;18) menyebutkan kepemimpinan sebagai kekuatan dinamik yang pokok yang mendorong, memotivasi, dan mengkoordinasikan organisasi dalam pencapaian tujuannya.

berbicara mengenai kepemimpinan dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan yang terkait langsung dengan empowering adalah pembangunan desa atau kelurahan, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dan lembaga desa atau kelurahan secara simultan. dengan tujuan ini pembangunan dirancang untuk menjadi landasan yang kokoh bagi pembangunan daerah dan bahkan pembangunan nasional. pembangunan desa atau kelurahan juga diharapkan dapat menjadi pembangunan yang berwawasan masa depan dan berkelanjutan.

Toko Buku Online Terlengkap

landasan teori : partisipasi masyarakat

dari segi etimologis kata partisipasi merupakan terjemahan dari kata participatie bahasa belanda atau bahasa inggrisnya participation yang sebenarnya berarti mengambil (di dalam) suatu kegiatan . kedua perkataan tadi sesung¬guhnya berasal dari dua suku kata, yakni pars bagian dan capare yang berarti mengambil bagian. kata participation berasal dari kata kerja participare yang artinya ikut serta. dalam ensiklopedia administrasi priata (1983:240) dijelaskan bahwa partisipasi atau pengikutsertaan adalah suatu aktivitas untuk membangkitkan perasaan diikutsertakan dalam kegiatan organisasi, atau ikut sertanya bawahan dalam kegiatan organisasi.

bhattacharyya (1972 : 20) menjelaskan pula tentang partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama. mubyarto (1984 : 35) mendefinisikannya sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri.

sedangkan menurut siagian (1985 : 2) partisipasi dapat dibagi dua jenis yaitu : partisipasi itu ada yang bersifat aktif dan pasif, partisipasi pasif dapat berarti bahwa dalam sikap, perilaku dan tindakannya tidak melakukan hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya suatu kegiatan pembangunan, sedangkan partisipasi aktif berwujud :
pertama, turut memikirkan nasib sendiri dengan memanfaatkan lembaga-lembaga sosial dan politik yang ada di masyarakat sebagai saluran aspirasinya.
kedua, menunjukkan adanya kesadaran bermasyarakat dan bernegara yang tinggi dengan tidak menyerahkan penentuan nasib kepada orang lain, seperti kepada pimpinan, tokoh masyarakat yang ada, baik yang sifatnya formal maupun informal.
ketiga, memenuhi kewajiban sebagai warga yang bertanggung jawab seperti membayar pajak secara jujur serta kewajiban lainnya.
keempat, ketaatan kepada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
kelima, kerelaan merupakan pengorbanan yang dituntut oleh pembangunan demi kepentingan bersama yang lebih luas dan lebih penting.

kemudian dalam hubungan partisipasi dengan pemban¬gunan tersebut, koentjoroningrat (1974 : 79-80) mengemukakan pendapatn¬ya sebagai berikut : partisipasi rakyat, terutama rakyat pedesaan dalam pembangunan itu sebenarnya menyangkut dua tipe yang pada prinsipnya berbeda, ialah :
  1. partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangu¬nan yang khusus ;
  2. partisipasi sebagai individu di luar aktivitas bersama dalam pembangunan.
dalam partisipasi tipe yang pertama ; rakyat pedesaan diajak, dipersuasi, diperintah atau dipaksa oleh wakil-wakil dari beraneka warna departemen atau pamong desa, untuk berpartisipasi dan menyumbangkan tenaga atau hartanya kepada proyek-proyek pembangunan khusus, yang biasanya bersifat fisik. misalnya : partisipasi orang desa dalam proyek pengerasan atau melebarkan jalan desa, saluran iriga¬si, jembatan desa, proyek penghijauan, kursus buta huruf dan sebagainya. dalam tipe partisipasi yang kedua tidak ada proyek pembangunan, biasanya yang tidak bersifat dan tidak memerlukan suatu partisipasi rakyat atas perintah atau paksaan dari atasannya, tetapi selalu atas kemauan mereka sendiri. contoh dari tipe partisipasi seperti terurai dalam alenia ini adalah misalnya : partisipasi dalam bimas, menjadi akseptor keluarga berencana, pengelolaan bantuan pembangunan desa, menabung uang, tabanas dan sebagainya.

sedangkan nelson (1979: 163-167 ) menyebut dua macam partisipasi pertama, partisipasi horisontal yaitu partisipasi antara sesama warga atau anggota suatu perkumpulan. kedua, partisipasi vertikal yaitu partisispasi yang dilakukan oleh bawahan dengan atasan, antar klien dengan patron, atau antara masyarakat sebagai suatu keseluruhan dengan pemerintah.

partisipasi dapat merupakan keluaran pembangunan desa bhattacharyya (1972 : 27) dan dapat juga merupakan masukannya cohen dan uphoff (1977 : 3), bahkan masukan yang mutlak diperlukan (mubyarto, 1984 : 43). jadi proses pembangunan, partisipasi berfungsi sebagai masukan dan keluaran. menurut ndraha (1989:109) : sebagai masukan, partisipasi masyarakat dapat berfungsi dalam enam fase proses pembangunan, yaitu fase penerimaan informasi, fase pemberian tanggapan terhadap informasi, fase perencanaan pembangunan, fase pelaksanaan pembangunan, fase penerimaan kembali hasil pembangunan, dan fase penilaian pembangunan. sebagai masukan, partisipasi berfungsi menumbuhkan kemampuan masyarakat untuk berkembang secara mandiri. sebagai keluaran, partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. di sini partisipasi berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya, seperti bantuan pembangunan desa, lomba desa, lkmd, kud, dan lain sebagainya.

keterlibatan masyarakat dalam kegiatan seperti perencanaan dan pelaksanaan pembangunan disebut partisipasi dalam proses administratif (bryant dan white, 1989 : 270). disamping itu partisipasi dapat dianggap sebagai tolok ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan pembangunan desa atau bukan. jika masyarakat desa yang bersangkutan tidak berkesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan suatu proyek di desanya, proyek tersebut pada hakekatnya bukanlah proyek pembangunan desa ( peter de sautoy, 1959). berkenaan partisipasi tersebut bintoro tjokroamidjojo (1986 : 207) menyatakan bahwa keterlibatan atau partisipasi masyarakat mempunyai arti :
  1. keterlibatan dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan.
  2. keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan dan lain-lain.
  3. keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangungan secara berkeadilan.
sementara syamsi (1986 : 1928) yang menyimpulkan tentang bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, yang pada hakekatnya terdiri dari partisipasi dalam perencanaan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam memanfaatkan hasil dan partisipasi dalam penilaian. maka partisipasi dapat dilaksanakan dalam beberapa bidang yang menonjol yaitu:
  1. partisipasi dalam bidang perencanaan pembangunan termasuk pengambilan keputusan, penetapan rencana ( mubyarto, 1984 : 36).
  2. partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan (cohen dan uphoff, 1977 : 6)
  3. partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil pembangunan (participation in benefits).
  4. partisipasi dalam menilai (mengevaluasi) pembangunan (mosha dan matte, 1979 : 2), yaitu keterlibatan masyarakat dalam menilai sejauhmana pelaksanaan pembangunan sesuai dengan rencana dan sejauhmana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

faktor-faktor kegagalan program penanggulangan kemiskinan

latar belakang

upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan melalui berbagai macam program pembangunan. kita telah sering mendengar program-program yang ditujukan bagi petani atau warga miskin, seperti proyek peningkatan pendapatan petani dan nelayan kecil (p4k), koperasi unit desa (kud), supra insus, kupedes, dan program kawasan terpadu (pkt). namum pada kenyataannya kemiskinan tetap bercokol dipedesaan yang ada di indonesia.

salah satu program baru yang dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 2004 yang merupakan perluasan dan peningkatan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang telah dijalankan selama ini, adalah inpres no. 5 tahun 1993 tentang “peningkatan penanggulangan kemiskinan” atau yang lebih dikenal dengan nama idt (inpres desa tertinggal).

inpres ini dimaksudkan untuk meningkatkan penanganan kemiskinan secara berkelanjutan di desa tertinggal. melalui inpres ini akan dipadukan program sektoral ataupun regional yang mencakup desa-desa tersebut sehingga secara efektif akan berdampak besar terhadap penanggulangan kemiskinan.

pelaksanaan program idt dilakukan langsung oleh masyarakat desa tertinggal itu sendiri, dibantu oleh aparat pemerintah daerah pada tingkat yang paling dekat dengan rakyat. karena itu, peranan aparat pemerintah desa/kelurahan akan sangat penting, yang harus ditunjang oleh lembaga masyarakat yang ada di desa/kelurahan, seperti lembaga ketahanan masyarakat desa (lkmd) dan pemberdayaan kesejahteraan keluarga (pkk).

melalui program idt juga disediakan dana khusus, yang dimaksudkan sebagai pendorong terhadap kelompok penduduk miskin untuk menumbuhkan, memperkuat kemampuan, serta membuka kesempatan berusaha agar dapat meningkatkan taraf hidupnya. perkembangan selanjutnya dari usaha penduduk miskin tersebut akan sangat tergantung pada upaya pembangunan lain yang dilaksanakan di desa/kelurahan tertinggal. dengan demikian, keterpaduan dan koordinasi program pembangunan dalam kaitan penanggulangan kemiskinan dapat berfungsi sebagai dukungan bagi penduduk miskin untuk mengentaskan diri dari kemiskinan, dan memungkinkan usaha yang dilakukan penduduk miskin tersebut berkembang secara berlanjut.

secara konsepsional program idt sangatlah baik, dilihat dari maksud dan tujuan serta sasaran dari program ini, akan tetapi dari evaluasi program idt menunjukan bahwa hanya sedikit desa di indonesia yang terbukti berhasil mencapai target sasaran program idt. dibanyak daerah yang terjadi justru kegagalan karena berbagai sebab. seperti yang dikemukakan oleh muhtar sarman dan sayogyo (2000 ; 27) disebutkan bahwa kegagalan program idt antara lain disebabkan keterisolasian desa karena ketiadaan prasarana dasar dan sangat terpencarnya lokasi-lokasi pemukiman penduduk menyebabkan tidak dapat berkembangnya secara optimal potensi ekonomi rakyat yang berorientasi pasar dan melemahkan kinerja petugas pendamping pokmas dalam melaksanakan tugasnya.

program penanggulangan kemiskinan tampaknya tidak akan selesai, seiring dengan bertambahnya data jumlah orang miskin di indonesia. berdasarkan hasil pendataan yang dilakukan oleh bps tahun 2005, di indonesia terdapat10 juta rumah tangga miskin atau sekitar 40 juta jiwa penduduk. didalamnya termasuk 4 juta rumah tangga atau sekitar 16 juta jiwa yang tergolong sangat miskin. adapun rumah tangga yang mendekati miskin berjumlah 5,5 juta atau sekitar 22 juta jiwa. dengan demikian jumlah seluruh rumah tangga yang dikatagorikan miskin adalah 15,5 juta rumah tangga atau sekitar 62 juta jiwa yang tersebar di seluruh indonesia baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.

bertepatan dengan kenaikan bahan bakar minyak (bbm) dalam negeri pemerintah telah meluncurkan salah satu program penanggulangan kemiskinan berupa program kompensasi pengurangan subsidi bbm dengan memberikan subsidi langsung tunai (slt) kepada rumah tangga miskin (rtm), sebagaimana ditetapkan dalam intruksi presiden nomor 12 tahun 2005 tanggal 10 september 2005 tentang pelaksanaan bantuan langsung tunai kepada rumah tangga miskin.

program ini sangat menarik untuk menjadi kajian, dimana bentuk penanggulangan dari program ini menititik beratkan kepada bantuan langsung uang tunai kepada rumah tangga miskin berdasarkan hasil pendataan bps yang proses pendataannya hanya dilaksanakan kurang lebih 3 bulan. dari proses waktu pendataan rtm sampai dengan penyerahan uang tunai kemasyarakat sepertinya program ini “tergesa-gesa” dilakukan oleh pemerintah, dimana sebagai alasan pembenar dari pemerintah atas kenaikan bbm menurut beberapa pengamat masalah sosial lebih cenderung kepada upaya dari pemerintah untuk “meredam” aksi-aksi unjuk rasa menentang kebijakan menaikkan harga bbm dalam negeri tanpa memberikan solusi penanggulangan kemiskinan jangka panjang.

dari beberapa program penanggulangan kemiskinan, kiranya program subsidi langsung tunai merupakan program yang secara konsepsional sangat jelek yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah. tanpa adanya tujuan yang jelas, sasaran dan tindak lanjut dari program slt, menjadikan program ini seperi “obat penenang” disaat masyarakat marah akan kebijakan pemerintah menaikkan harga bbm dalam negeri.

pokok masalah

beberapa program pemerintah dalam rangka penanggulangan dampak kemiskinan, baik dari program produk orde baru yaitu inpres desa tertinggal (idt) sampai dengan produk pada masa reformasi berupa program subsidi langsung tunai (slt). secara konseptual, program idt dirasa cukup memadai untuk pemicu gerakan nasional menanggulangi kemiskinan. begitu pula dengan program slt bagi penerima bantuan dirasakan sangat membantu sesaat terhadap dampak kenaikan bbm dalam negeri. namun demikian, dalam pelaksanaan dan kenyataannya ada beberapa hal yang perlu didiskusikan.

paling tidak ada 2 pokok masalah substansial dalam kaitan pelaksanaan program idt dan program slt, yaitu :
  1. faktor-faktor apa saja yang mengakibatkan program idt sampai gagal, padahal secara konsepsional sangat baik ?.
  2. mengapa program slt secara konsepsional paling jelek dibanding dengan program-program penanggulangan kemiskinan, khususnya dibanding program idt ?
telaahan empiris

kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. kemiskinan antara lain ditandai oleh sikap tingkah laku yang menerima keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah, yang tercermin didalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartispasi dalam pembangunan.

apabila kondisi tersebut dilihat dari pola hubungan sebab akibat, orang miskin adalah mereka yang serba kurang mampu dan terbelit di dalam lingkaran ketidakberdayaan. rendahnya pendapatan mengakibatkan rendahnya pendidikan dan kesehatan sehingga mempengaruhi produktivitas, malah yang lebih membahayakan karena faktor ekonomi seseorang bisa melakukan apa saja untuk mempertahankan hidupnya seperti melakukan tindakan kriminalitas atau pelanggaran ketertiban umum.

untuk mengentaskan penduduk dari lingkaran kemiskinan diperlukan kebijaksanaan, komitmen, organisasi dan program serta pendekatan yang tepat. lebih dari itu, diperlukan juga suatu sikap yang tidak memperlakukan orang miskin hanya sebagai objek, tetapi sebagai subjek.

baik program idt dan program slt secara garis besar tujuannya adalah sama yaitu mempercepat upaya mengurangi jumlah penduduk miskin. namun sebenarnya ada perbedaan dalam hal dana program yang dikucurkan, dimana pada idt dana yang diberikan sifatnya hibah (bergulir) untuk pengembangkan usaha. akan tetapi karena kurang memadainya pengetahuan dan keterampilan baik tingkat maupun jenisnya, mengakibatkan kurang adanya alternatif mata pencaharian yang dijalani.

seperti di kecamatan padang batung hampir 90 persen mata pencaharian penduduknya adalah petani tadah hujan. sedangkan pada slt dana diberikan berupa bantuan secara langsung tunai kepada rumah tangga miskin. selain itu program idt terpusat di desa-desa tertinggal sedangkan slt meliputi seluruh wilayah baik desa maupun kota yang termasuk dalam kreteria rumah tangga miskin.

program idt merupakan bagian dari gerakan nasional untuk menanggulangi kemiskinan. sebagai gerakan didalamnya harus ada semangat kebersamaan yang kuat untuk maju. lingkungan sosial budaya masyarakat banjar yang mengakibatkan kurang tingginya hasrat untuk lebih maju dalam kehidupan duniawi ditambah budaya “saadanya” dan “kawarung” sebelum bekerja menghambat produktivitas.

dari faktor kelembagaan dalam program idt selain dari pemerintah diperkaya dengan dukungan dari unsur masyarakat dan lembaga-lembaga teknis lainnya. keterpaduan lembaga tersebut dalam pelaksanaan program idt ditujukan untuk membantu kelancaran dan efektivitas sasaran program idt. unsur-unsur tersebut ditempatkan sebagai mitra yang tidak bersifat struktural tetapi kosultatif, pendampingan, dan fungsional, dengan tidak membebani dana yang tersedia dalam program idt. pada kenyataannya dibeberapa desa yang melaksanakan program idt peran pemerintah daerah sangat dominan dalam pelaksanaan program idt baik dari tahap perencanaan sampai dengan pengawasan. harapan akan adanya kemitraan dari berbagai unsur, padanya kenyataan dilapangan keterlibatan unsur-unsur dari luar instansi pemerintah sebagai tenaga pendamping khusus lebih banyak didikte oleh pemerintah, terlebih dominasi dari aparat pemerintah yang mengelola program idt pada tingkat kabupaten, seperti kantor pemberdayaan masyarakat desa.

pada awal penetapan desa yang mendapatkan dana idt sampai pelaksanaan program, menimbulkan beberapa persoalan antara lain mengenai kriteria desa yang mendapatkan idt yang mengakibatkan kecemburuan masyarakat bagi desa yang tidak menerima dana idt.

sedangkan dalam kasus slt karena bantuannya bersifat individu kepada rumah tangga miskin, maka keterlibatan kelompok masyarakat dalam hal pemberdayaan dan pengembangan usaha setelah menerima dana dari program slt tidak menjadi fokus utama, sehingga dapat dikatakan bahwa program slt secara konsepsional sangat jelek, dimana dilapangan tidak hanya menyebabkan munsulnya kasus-kasus “salah sasaran” tetapi juga menjadi semacam anti klimaks dari program-program anti kemiskinan.

ada varian lain antara program idt dan slt dalam hal menentukan kriteria miskin. di program idt penentuan kriteria miskin ditentukan dari hasil musyawarah masyarakat desa sendiri, siapa yang termasuk miskin dan layak menerima hibah dana idt. penetapan ini mempunyai keuntungan dan kerugian bagi desa itu sendiri, keuntungannya dengan adanya hasil musyawarah penetapan warga masyarakat yang termasuk miskin tidak menimbulkan gejolak di wilayah tersebut, karena sudah merupakan hasil kesepakatan bersama. adapun kerugian dari pengukuran yang secara subyektif dari masyarakat menimbulkan dampak membengkaknya data orang miskin dan desa-desa yang berpenduduk miskin dalam satu kecamatan, karena besarnya usulan jumlah desa miskin dari masing-masing kabupaten, maka pada tingkat penetapan oleh pemerintah pusat berdasarkan dana yang terbatas ditetapkanlah desa-desa miskin berdasarkan jatah yang tersedia.

sedangkan pada slt kriteria miskin ditentukan oleh biro pusat statistik (bps) pusat, permasalahan yang timbul dengan kriteria yang sudah ditentukan adalah pada saat pengukuran kriteria miskin dilapangan karena wilayah indonesia yang secara geografis, wilayah, sosial budaya beraneka ragam. contoh kasus adalah ciri rumah tangga miskin adalah tidak memiliki kendaraan bermotor, dilihat dari kultur warga masyarakat hulu sungai kendaraan bermotor dianggap merupakan satu kebutuhan bagi masyarakat, seperti yang sering dikatakan apabila tidak mempunyai sepeda motor seperti orang “patah batis” artinya tidak bisa kemana-mana dan berusaha. rumah yang jauh dikatakan layak huni, apabila diketahui memiliki kendaraan bermotor tidak secara otomatis dicoret dari kriteria rumah tangga miskin.

dari segi pemanfaatan dari dana yang diberikan, pada program idt adalah kemajuan dari anggota dan pokmas dalam pengembangan usaha meliputi dana idt yang diterima dan sumber lain yang menjadi tambahan modal berusaha. pengembangan usaha anggota dari pokmas memberikan kontribusi nyata bagi anggota lain dengan bergulirnya dana idt melalui pengembalian modal yang dapat dimanfaatkan oleh anggota lain. persoalan yang sering dalam hal program-program dana bergulir adalah pola pikir masyarakat pedesaan yang sudah terbiasa menerima bantuan dari pemerintah, beranggapan bahwa dana dari program idt bersifat bantuan dimana pemerintah tidak akan mempersulit rakyat kecil apabila terjadi “macet” pengembalian karena berbagai alasan.

adapun slt yang diterima rumah tangga miskin yang dimaksudkan untuk membantu rumah tangga miskin sebagai akibat kenaikan bbm dalam negeri seperti kenaikan harga sembilan bahan pokok, pada kenyataanya pemanfaatannya lebih parah dari pada program idt. pada saat penerimaan slt masyarakat miskin bersifat lebih konsumtif, contoh kasus pada saat penerimaan slt tahap i sebesar 600 ribu rupiah, masyarakat menyewa mobil untuk mengambil slt di kantor camat setelah selesai bersama-sama langsung pergi ke pasar untuk membeli barang-barang keperluan yang bukan kebutuhan dasar. adalagi contoh unik, dimana masyarakat menjual/menggadaikan kartu slt kepada orang lain untuk menerima dana tunai cepat karena tidak sabar menunggu pembagian tahap berikutnya.

khusus kepada program penangulangan kemiskinan melalui program slt yang secara konsepsional sangat jelek dibanding dengan program-program lain, perlu menjadi perhatian pemerintah kedepan dalam merencakan program penangulangan kemiskinan di indonesia, dimana tujuan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat miskin tidak bisa dilakukan sesaat akan tetapi secara menyeluruh, terencana dan berkesinambungan.

landasan teori : pembangunan dan indikator kemiskinan

kemiskinan merupakan bentuk kegagalan pasar yang tidak mampu memberikan kesejahteraan yang sama bagi setiap warga negara sehingga memerlukan adanya peran serta pemerintah dalam mengatasai masalah tersebut. peran tersebut semata-mata verdampak positif, tetapi juga muncul apa yang disebut kegagalan pemerintah. namun dalam kenyataannya, peran serta tersebut tidak selamanya memberikan manfaat yang efektif bagi penurunan kemsikinan. adanya penyimpangan dalam aturan baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat miskin itu sendiri merupakan kesulitan mengatasi kemiskinan di indonesia.

pengentasan kemiskinan pada suatu negara akan terwujud dan ditentukan oleh dua hal pokok jika, pertama tingkat pendapatan nasional rata-rata; dan kedua lebar sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan tidak merata. jika keduanya memiliki korelasi yang negatif dalam arti peningkatan pendapatan nasional rata-rata diikuti kesenjangan distribusi pendapatan yang rendah. menurut iradian bahwa pengentasan kemiskinan tergantung pada bagaimana distribusi dari perubahan pendapatan dengan pertumbuhan dan pada gambaran ketimpangan pendapatan sumber daya atau kualitas dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri.

kolev membagi kemiskinan menjadi dua dimensi, dimensi income dan dimensi non-income, kemiskinan yang dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja. kemiskinan dimensi income terjadi selain akibat pada pengangguran jangka panjang dan tenaga kerja sektor informal juga hasil dari kerentanan rumah tangga akibat tingginya insiden dari penggaanagguran, pekerjaan dengan upah rendah, dan kehadiaran anak. kemiskinan dimensi non-income diakibatkan dari lingkungan kerja yang buruk akan mengakibatkan produktifitas yang rendah, pada negara secara keseluruhan terjadi emigrasi dan mengurangi kesempatan untuk perrtumbuhan ekonomi.

definisi umum kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat, dimana kemiskinan dipandang sebagai ketidak mampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi pengeluaran). sedangkan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

indikator kemiskinan umumnya menggunakan kriteria garis kemiskinan (proverty line) untuk mengukur kemiskinan absolut. batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. ini disebabkan oleh adanya pebedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. bps menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic need approach) dan pendekatan headcount index. pendekatan yang pertama, kemiskianan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. headcount index merupakan ukuran yang menggunkan kemiskinan absolut. jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah suatu batas garis kemiskinan yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan.

Toko Buku Online Terlengkap

landasan teori : pembangunan

pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan , serta pengentasan kemiskinan. sehubungan dengan definisi pembangunan ini, maka sasaran pembangunan daerah yakni berkembangnya otonomi yang nyata, dinamis dan serasi, serta bertanggungjawab dengan menitikberatkan pada daerah, meningkatkan kemandirian dan kemampuan dalam merencanakan, mengelola pembangunan, mengkoordinasi pembangunan antara sektor dan daerah, serta antara sektoral dengan pembangunan daerah.

pembangunan yang dilakukan tidak hanya di tingkat nasional tetapi pembangunan dapat dilakukan dalam ruang lingkup yang lebih kecil, yaitu daerah, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa dan lain-lain. seringkali pembangunan yang dilakukan di wilayah yang lebih kecil ini memberikan hasil yang mampu mendukung pembangunan yang dilakukan di wilayah yang lebih besar. pada tingkat yang lebih kecil, pembangunan dilakukan di tingkat daerah setingkat kabupaten dan kota ).

pembangunan ekonomi daerah merupakan salah satu dari bagian pembangunan nasional yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. menurut arsyad bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya – sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta. pola kemitraan tersebut diharapkan dapat menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut.

menurut todaro pembangunan memiliki tiga tujuan ini, yakni : pertama untuk meningkatkan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan perlindungan keamanan, kedua untuk meningkatkan standar hidup, dan yang ketiga untuk memperluas pilihan-pilihan ekonomis dan sosial.

Toko Buku Online Terlengkap

paparan tentang kemiskinan absolut

cakupan kemiskinan absolut (absolute poverty) di negara-negara berkembang adalah sejumlah penduduk yang tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. mereka hidup di bawah tingkat pendapatan riil minimum tertentu atau di bawah “garis kemiskinan internasional”.

garis tersebut tidak mengenal tapal batas antarnegara, tidak tergantung pada tingkat pendapatan per kapita di suatu negara, dan juga memperhitungkan perbedaan tingkat harga antarnegara dengan mengukur penduduk miskin sebagai orang hidup yang kurang dari us$1 atau $2 per hari dalam dolar paritas daya beli (purchasing power parity). konsep kemiskinan absolut ini digunakan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar akan makanan, pakaian, dan perumahan agar dapat menjamin kelangsungan hidupnya.

banyak faktor yang menyebabkan seseorang atau sebuah keluarga miskin. menurut kartasasmita (1999, dalam widodo) bahwa kondisi kemiskinan disebabkan sekurang-kurangnya empat penyebab yaitu :
  1. rendahnya taraf pendidikan, sehingga mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan menyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki.
  2. rendahnya derajat kesehatan, sehingga menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya piker dan prakarsa.
  3. terbatasnya lapangan kerja. selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untu memutuskan lingkaran kemiskinan tersebut.
  4. kondisi keterisolasian (terpencil), sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.
kemiskinan sesungguhnya merupakan masalah klasik yang masih terus dihadapi oleh bangsa manapun sampai saat ini. bahkan, negara maju sekalipun belum mampu sepenuhnya menuntaskan kemiskinan, apalagi negara sedang berkembang seperti indonesia. karena gawatnya isu kemiskinan perserikatan bangsa-bangsa menetapkan tujuan pembangunan millenium (millenium developmnet goals) yang salah satunya berisi pengentasan kemiskinan global.

berdasarkan laporan asia development bank (adb), pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menyeluruh adalah satu-satunya faktor terpenting dalam memelihara keberlanjutan pengurangan kemiskinan. pengalaman perekonomian asia timur dan asia tenggara menekankan pada pentingnya suatu kebijakan publik yag dinamis dan peran aktif dari negara yang bersangkutan dalam menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan terselenggaranya pertumbuhan ekonomi yang cepat. pertumbuhan juga memperbaiki pendapatan publik dan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk prasarana fisik dan sosial, sehingga membantu mengurangi kemiskinan serta memperbaiki potensi produktif perekonomian.

Toko Buku Online Terlengkap

latar belakang masalah : partispasi masyarakat desa dalam pembangunan pedesaan

pembangunan pedesaan dari dulu hingga sekarang selalu menjadi tema yang menarik diperbincangkan dalam diskursus pembangunan. hal ini dikarenakan pembangunan pedesaan merupakan bagian integral sekaligus titik sentral dari pembangunan nasional. pembangunan memiliki hakikat dan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat, demikian juga dengan pembangunan pedesaan yang bertujuan mensejahterakan masyarakat desa.

tidak berlebihan jika kemudian pembangunan, dilaksanakan sebagaimana kecenderungan yang terjadi di negara-negara berkembang lebih kepada mengejar pencapaian pertumbuhan ekonomi semata. padahal pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses yang multidimensional mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap masyarakat, dan institusi dengan tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. jadi hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak menuju suatu kehidupan yang lebih baik, secara material maupun spiritual. (todaro dan smith : 2006).

dari pengalaman-pengalaman pelaksanaan sejumlah program pembangunan pedesaan dengan beberapa penyebab kegagalannya mengundang sejumlah pertanyaan mendasar tentang apa sesungguhnya pembangunan pedesaan itu, pembangunan bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat desa, tapi apakah masyarakat desa ikut terlibat secara penuh dan mendapatkan manfaat sehingga hasil pelaksanaan berbagai program pembangunan pedesaan telah efektif mengubah taraf kesejahteraan masyarakat desa.

sejalan dengan pernyataaan diatas, maka pembangunan pedesaan yang telah dilaksanakan maupun yang akan dilaksanakan tidak dapat berjalan begitu saja tanpa didukung oleh partisipasi masyarakat. dalam pembangunan desa partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan sebagai pendukung agar pembangunan lebih berhasil.

konsep pembangunan yang partisipatif merupakan suatu proses pemberdayaan pada masyarakat sehingga masyarakat mampu untuk mengidentifikasi kebutuhannya sendiri atau kebutuhan kelompok masyarakat sebagai suatu dasar perencanaan pembangunan. adanya partisipasi masyarakat dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam menilai keberhasilan pembangunan desa.

berkenaan partisipasi tersebut bintoro tjokroamidjojo (1986 : 207) menyatakan bahwa keterlibatan atau partisipasi masyarakat mempunyai arti :
  1. keterlibatan dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan.
  2. keterlibatan dalam memikul beban dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, kegiatan produktif yang serasi, pengawasan sosial atas jalannya pembangunan dan lain-lain.
  3. keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangungan secara berkeadilan.
sementara syamsi (1986 : 1928) yang menyimpulkan tentang bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa, yang pada hakekatnya terdiri dari partisipasi dalam perencanaan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam memanfaatkan hasil dan partisipasi dalam penilaian.

partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari yang berupa keikutsertaan langsung masyarakat dalam program pemerintahan maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti berupa sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam pembuatan kebijakan pemerintah.
namun demikian, ragam dan kadar partisipasi seringkali hanya ditentukan berdasarkan banyaknya individu yang dilibatkan. partisipasi mendorong setiap warga masyarakat untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung

sejalan dengan ”kelahiran” otonomi daerah, undang no. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang kemudian direvisi menjadi undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. konsep perencanaan pembangunan partisipatif kemudian mulai digagas dan dikembangkan di berbagai daerah di indonesia. diikuti dengan adanya undang–undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional telah menggeser paradigma perencanaan pembangunan dari yang bersifat sentralistik dengan pendekatan top down planning, menjadi perencanaan pembangunan yang bersifat desentralistik dengan pendekatan bottom up planning melalui pola perencanaan partisipatif, yang dimulai dari musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbang-desa) hingga nasional.

otonomi daerah menjadi landasan hukum bagi setiap pemerintah desa untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. masyarakat diberikan peran yang lebih besar dalam pembangunan desa dan dituntut berkreativitas dalam mengelola potensi desa serta memprakarsai pelaksanaan pembangunan desa. otonomi desa tidak hanya disuarakan oleh kekuatan-kekuatan lokal tetapi juga dihadirkan melalui rekayasa dan ekspesimentasi secara konkret di level bawah, dalam bentuk perencanaan dan penganggaran pembangunan pedesaan yang partisipatif, pengembangan sumberdaya alam berbasis desa, pengembangan ekonomi lokal dan sebagainya.
memang dengan adanya otonomi daerah, tidak ada jaminan bahwa pelaksanaan pembangunan pedesaan akan berbeda dengan pembangunan pedesaan sebelumnya. bahkan ada juga kecenderungan melakukan hal yang sama. misal adanya pembangunan pedesaan yang dibuat, dipilih dari atas, atau dikenal dengan istilah top down dan pelaksananya lebih didominasi oleh elit desa.

meskipun pengusulannya dimulai dari desa, melalui mekanisme musrenbang, namun pada kenyataannya usulan-usulan tersebut tidak lebih dari “buah pemikiran” kepala desa dan aparatnya atau beberapa elit desa saja. sebenarnya dengan pelaksanaan pembangunan yang melibatkan langsung masyarakat desa, akan menunjukkan hasil yang jauh lebih optimal, lebih baik dan efisien daripada pembangunan pedesaan yang dijalankan tanpa pelibatan masyarakat. memberikan kesempatan luas kepada masyarakat desa dalam membangun desanya sendiri hal ini akan mempercepat kesejahteraan masyarakat secara lebih merata dalam jangka panjang.

Toko Buku Online Terlengkap

masyarakat sebagai ujung tombak pembangunan desa

bertolak dari konsep dan praktik pembangunan desa pada masa lalu yang bersifat sentralistik. potensi masyarakat lokal seringkali dikesampingkan oleh pelaksana di lapangan. hal ini yang menyebabkan hasil pembangunan yang telah dilakukan tidak memberikan dampak dan manfaat yang luas bagi masyarakat. seringkali terjadi kerusakan bahkan hancur sebelum usia pakainya habis. karena tidak muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab pada masyarakat dalam memelihara atau menjaga prasarana dan sarana yang telah dibangun oleh pemerintah. meskipun sesungguhnya prasarana dan sarana yang dibangun oleh pemerintah ditujukan untuk kepentingan masyarakat di daerah pedesaan itu sendiri.

ketika suatu proyek pembangunan prasarana dan sarana yang muncul dari masyarakat daerah pedesaan, direncanakan, dan dilaksanakan secara bersama oleh masyarakat daerah pedesaan, maka kepedulian dan rasa memiliki dari masyarakat sangat tinggi. masyarakat secara sadar dan tanpa pamrih turut berpartisipasi aktif untuk mensukseskan pembangunan tersebut. hal ini berdampak pula pada munculnya rasa tanggung jawab yang tinggi untuk menjaga keberlangsungan pembangunan dan hasil pembangunannya.

dalam pembangunan desa masyarakat desa ditempatkan sebagai subjek pembangunan. sebagai subjek pembangunan menunjukkan bahwa masyarakat daerah pedesaan berperan sebagai pelaku pembangunan. dengan menjadi pelaku pembangunan, masyarakat desa berperan secara aktif dalam proses pembangunan. peran aktif masyarakat dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk keterlibatan atau pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, apakah pada tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan atau pada semua tahap proses pembangunan tersebut.

kedepanya peran masyarakat lebih didorong untuk menjadi ujung tombak dalam pembangunan desa. pola bottom-up planning mungkin menjadi salah satu alternatif yang mengedepan. pemerintah menempatkan diri sebagai motivator dan fasilitator aktif (tentunya tidak berpangku tangan hanya menunggu dari masyarakat). pemerintah memotivasi masyarakat untuk membangun daerahnya seraya pemerintah menyiapkan bantuan prasarana, sarana dan dana yang dibutuhkan. pemerintah juga dapat melemparkan ide-ide pembangunan desa kepada masyarakat. namun dalam tahap berikutnya masyarakat dilibatkan dalam menentukan keputusan mengenai apa yang akan dibangun, membuat dan menyusun rencana pembangunan, dalam pelaksanaan pembangunan sampai pada pemeliharaan hasil pembangunan.

berkaitan dengan manusia (penduduk daerah pedesaan) sebagai subjek pembangunan, maka dituntut berbagai hal terhadap kapasitas dan kualitas manusia itu sendiri. salah satu tuntutan peran sebagai subjek (pelaku) pembangunan yang semestinya dapat dan mampu dipenuhi oleh masyarakat di daerah pedesaan adalah kemampuan menciptakan atau daya cipta. soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pengembangan (pemekaran) daya cipta suatu bangsa bukan saja suatu kemampuan serta kejadian individual, melainkan juga suatu proses sosial yang ditentukan oleh kondisi-kondisi sosial pula. maksudnya adalah adanya lembaga dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai perkembangan daya cipta dalam pembangunan masyarakat.

bahwasanya untuk lebih menggerakkan dan memacu pembangunan desa secara lebih berdaya guna dan berhasil guna, maka yang pertama dan utama perlu dibangun adalah manusia sebagai pelaku dan calon pelaku pembangunan itu sendiri. kritik bagi model pembangunan kita selama ini adalah bangsa kita lebih cenderung mengedepankan pembangunan fisik daripada pembangunan manusianya.

soedjatmoko (1995) mengemukakan bahwa pada pembangunan ekonomi ada kecenderungan mengaggap esensi pertumbuhan ekonomi ialah besarnya penanaman modal untuk keperluan produksi. ini dianggap faktor paling menentukan untuk mencapai suatu tingkat ekonomi yang lebih tinggi. peneropongan teoritis, lebih berkisar pada soal penentuan besar kecilnya penanaman modal yang diperlukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih pesat. penanaman modal dipandang lebih menentukan daripada cacah jiwanya., sehingga kurang mendapat perhatian dan berjalan sendiri. kalaupun faktor seperti pendidikan, stabilitas politik dan faktor sosial lainnya turut ditinjau, peninjauan itupun tetap berporos pada investasi modal.

Toko Buku Online Terlengkap

pembangunan desa

upaya untuk mendorong dan melepaskan daerah pedesaan dari berbagai ketertinggalan atau keterbelakangan, maka pembangunan desa dalam aspek fisik perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan komponen masyarakat lainnya. pembangunan desa dalam aspek fisik, selanjutnya dalam tulisan ini disebut pembangunan desa, merupakan upaya pembangunan sarana, prasarana dan manusia di daerah pedesaan yang merupakan kebutuhan masyarakat daerah pedesaan dalam mendukung aktivitas dan kehidupan masyarakat pedesaan.

sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa betapa daerah pedesaaan memerlukan adanya ketersediaan prasarana dan sarana fisik dalam hidup dan kehidupan masyarakat desa. berdasarkan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan negara kesatuan republik indonesia.

hak untuk mengurus kepentingan daerahnya sendiri (dalam istilah modern disebut “hak otonomi”). hak otonomi sifatnya sangat luas. hampir semua hal yang menyangkut urusan di desa. hanya saja tingkat materi dan cara pelaksanaan atau pengerjaannya masih sangat sederhana, termasuk hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan desa.

peran pemerintah (pusat dan daerah) dalam pembangunan desa ditempatkan pada posisi yang tepat. pemerintah diharapkan berperan dalam memberi motivasi, stimulus, fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan hal-hal yang bersifat bantuan terhadap pembanguan desa. untuk kepentingan dan tujuan tertentu, intervensi pemerintah terhadap pembangunan desa dapat saja dilakukan setelah melalui kajian dan pertimbangan yang matang dan komprehensif. intervensi yang dimaksudkan di sini adalah turut campur secara aktif dan bertanggungjawab pemerintah dalam proses pembangunan desa, seperti membuka keterisolasian desa (karena ketiadaan biaya, desa tidak mampu melepaskan diri dari keterisolasian), membangun fasilitas jalan, jembatan, gedung sekolah, puskesmas dan sebagainya.

meskipun pemerintah melakukan intervensi terhadap proses pembangunan fasilitas tertentu di daerah pedesaan, pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi setempat, jangan sampai pemerintah mengabaikan keberadaan masyarakat setempat, dan masyarakat jangan sampai hanya diposisikan sebagai penonton. keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan desa.

karena proses pembangunan desa bukan hanya sebatas membangun prasarana dan sarana yang diperlukan, tetapi proses pembangunan desa memerlukan waktu yang panjang, banyak pengorbanan, dan bertalian dengan banyak pihak dalam masyarakat termasuk masyarakat di daerah pedesaan. proses pembangunan desa dimulai dari tahap pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan. seyogyanya pada semua tahapan pembangunan desa ini terjadi keterlibatan partisipasi aktif masyarakat daerah pedesaan.

Toko Buku Online Terlengkap

tentang pembangunan desa

membahas masalah pembangunan desa, kecenderungan selama ini bahwa sebagian diantara kita terlalu terpaku pada pembangunan berskala besar (atau proyek pembangunan) di wilayah pedesaan. padahal pembangunan desa yang sesungguhnya tidaklah terbatas pada pembangunan berskala “proyek” saja, akan tetapi pembangunan dalam lingkup atau cakupan yang lebih luas. pembangunan yang berlangsung di desa dapat saja berupa berbagai proses pembangunan yang dilakukan di wilayah desa dengan menggunakan sebagian atau seluruh sumber daya (biaya, material, sumber daya manusia) bersumber dari pemerintah (pusat atau daerah), selain itu dapat pula berupa sebagian atau seluruh sumber daya pembangunan bersumber dari desa. apa sesungguhnya pembangunan desa ?

sesungguhnya, ada atau tidak ada bantuan pemerintah terhadap desa, denyut nadi kehidupan dan proses pembangunan di desa tetap berjalan. masyarakat desa memiliki kemandirian yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, mengembangkan potensi diri dan keluarganya, serta membangun sarana dan prasarana di desa. namun demikian, tanpa perhatian dan bantuan serta stimulan dari pihak-pihak luar desa dan pemerintah proses pembangunan di desa berjalan dalam kecepatan yang relatif rendah. kondisi ini yang menyebabkan pembangunan di desa terkesan lamban dan cenderung terbelakang.

jika melihat fenomena pembangunan masyarakat desa pada masa lalu, terutama di era orde baru, pembangunan desa merupakan cara dan pendekatan pembangunan yang diprogramkan negara secara sentralistik. dimana pembangunan desa dilakukan oleh pemerintah baik dengan kemampuan sendiri (dalam negeri) maupun dengan dukungan negara-negara maju dan organisasi-organisasi internasional.

pada masa orde baru secara substansial pembangunan desa cenderung dilakukan secara seragam (penyeragaman) oleh pemerintah pusat. program pembangunan desa lebih bersifat top-down. pada era reformasi secara substansial pembangunan desa lebih cenderung diserahkan kepada desa itu sendiri. sedangkan pemerintah dan pemerintah daerah cenderung mengambil posisi dan peran sebagai fasilitator, memberi bantuan dana, pembinaan dan pengawasan. program pembangunan desa lebih bersifat bottom-up atau kombinasi buttom-up dan top-down.

top-down planning. perencanaan pembangunan yang lebih merupakan inisiatif pemerintah (pusat atau daerah). pelaksanaannya dapat dilakukan oleh pemerintah atau dapat melibatkan masyarakat desa di dalamnya. namun demikian, orientasi pembangunan tersebut tetap untuk masyarakat desa.

bottom-up planning. perencanaan pembangunan dengan menggali potensi riil keinginan atau kebutuhan masyarakat desa. dimana masyarakat desa diberi kesempatan dan keleluasan untuk membuat perencanaan pembangunan atau merencanakan sendiri apa yang mereka butuhkan. masyarakat desa dianggap lebih tahu apa yang mereka butuhkan. pemerintah memfasilitasi dan mendorong agar masyarakat desa dapat memberikan partisipasi aktifnya dalam pembangunan desa.

kombinasi bottom-up dan top-dowm planning.
pemerintah (pusat atau daerah) bersama-sama dengan masyarakat desa membuat perencanaan pembangunan desa. ini dilakukan karena masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan dalam menyusun suatu perencanaan dan melaksanakan pembangunan yang baik dan komprehensif. pelaksanaan pembangunan dengan melibatkan dan menuntut peran serta aktif masyarakat desa dan pemerintah. dalam menyusun perencanaan pembangunan desa yang harus diperhatikan adalah harus bertolak dari kondisi existing desa tersebut.

esensi dari pembangunan desa adalah “bagaimana desa dapat membangun/ memanfaatkan/ mengeksploitasi dengan tepat (optimal, efektif dan efisien) segala potensi dan sumber daya yang dimiliki desa untuk memberikan rasa aman, nyaman, tertib serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.



pembangunan desa berkaitan erat dengan permasalahan sosial, ekonomi, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan dalam negeri. dimana masyarakat dinilai masih perlu diberdayakan dalam berbagai aspek kehidupan dan pembangunan. oleh karena itu, perlu perhatian dan bantuan negara (dalam hal ini pemerintah) dan masyarakat umumnya untuk menstimulans percepatan pembangunan desa di berbagai aspek kehidupan masyarakat. bantuan masyarakat dapat berasal dari masyarakat dalam negeri maupun masyarakat internasional. meskipun demikian, bantuan internasional melalui organisasi-organisasi internasional bukanlah yang utama, tetapi lebih bersifat bantuan pelengkap.

semua bentuk bantuan, baik yang bersumber dari pemerintah, swasta (dalam bentuk corporate social responsibility, hibah dan sebagainya), maupun organisasi-organisasi non-pemerintah (lembaga sosial masyarakat) dalam negeri maupun internasional adalah merupakan stimulus pembangunan di daerah pedesaan. semestinya yang dikedepankan adalah kemampuan swadaya masyarakat desa itu sendiri.

pembangunan desa pada hakikatnya adalah segala bentuk aktivitas manusia (masyarakat dan pemerintah) di desa dalam membangun diri, keluarga, masyarakat dan lingkungan di wilayah desa baik yang bersifat fisik, ekonomi, sosial, budaya, politik, ketertiban, pertahanan dan keamanan, agama dan pemerintahan yang dilakukan secara terencana dan membawa dampak positif terhadap kemajuan desa. dengan demikian, pembangunan desa sesungguhnya merupakan upaya-upaya sadar dari masyarakat dan pemerintah baik dengan menggunakan sumberdaya yang bersumber dari desa, bantuan pemerintah maupun bantuan organisasi-organisasi/lembaga domestik maupun internasional untuk menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.

perubahan-perubahan yang dilakukan manusia pada awalnya didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. semakin maju suatu peradaban dan semakin kompleksnya kebutuhan hidup manusia akan mendorong umat manusia menggunakan kecerdasannya untuk melakukan upaya-upaya tertentu guna pemenuhan kebutuhannya. upaya-upaya tersebut ditujukan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan.

didalam pembangunan desa terdapat dua aspek penting yang menjadi objek pembangunan. secara umum, pembangunan desa meliputi dua aspek utama, yaitu :
(1) pembangunan desa dalam aspek fisik, yaitu pembangunan yang objek utamanya dalam aspek fisik (sarana, prasarana dan manusia) di pedesaan seperti jalan desa, bangunan rumah, pemukiman, jembatan, bendungan, irigasi, sarana ibadah, pendidikan (hardware berupa sarana dan prasarana pendidikan, dan software berupa segala bentuk pengaturan, kurikulum dan metode pembelajaran), keolahragaan, dan sebagainya. pembangunan dalam aspek fisik ini selanjutnya disebut pembangunan desa.
(2) pembangunan dalam aspek pemberdayaan insani, yaitu pembangunan yang objek utamanya aspek pengembangan dan peningkatan kemampuan, skill dan memberdayakan masyarakat di daerah pedesaan sebagai warga negara, seperti pendidikan dan pelatihan, pembinaan usaha ekonomi, kesehatan, spiritual, dan sebagainya. tujuan utamanya adalah untuk membantu masyarakat yang masih tergolong marjinal agar dapat melepaskan diri dari berbagai belenggu keterbelakangan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. pembangunan dalam aspek pemberdayaan insani ini selanjutnya disebut sebagai pemberdayaan masyarakat desa.



definisi persepsi

menurut davidoff, persepsi merupakan cara kerja atau proses yang rumit dan aktif, karena tergantung pada sistem sensorik dan otak (davidoof, 1988: 237). bagi manusia, persepsi merupakan suatu kegiatan yang pleksibel, yang dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap masukan yang berubah-ubah.

dalam kehidupan sehari-hari, tampak bahwa persepsi manusia mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan dan budayanya. dalam konteks ini, pengalaman-pengalaman pada berbagai kebudayaan yang berbeda dapat mempengaruhi bagaimana informasi penglihatan itu diproses. pengalaman budaya berperan sangat penting dalam proses kognitif, karena tangapan dan pikiran yang merupakan alat utama dalam proses kognitif selalu bersumber darinya. dengan demikian pengalaman seseorang yang merupakan akumulasi dari hasil berinteraksi dengan lingkungan hidupnya setiap kali dalam masyarakat, lokasi geografisnya, latar belakang sosial-ekonomi-politiknya, keterlibatan religiusnya, sangat menentukan persepsinya terhadap suatu kegiatan dan keadaan.

karena kebudayaan dinyatakan sebagai segala sesuatu yang berhubungan erat dengan perilaku manusia dan kepercayaan, maka ia meliputi berbagai hal dalam kehidupan manusia, yang diantaranya adalah agama, pendidikan, struktur sosial ekonomi, pola kekeluargaan, kebiasaan mendidik anak, dan sebagainya. dengan demkian dapat dikatakan bahwa kondisi kehidupan seseorang sehari-harinya sangat mempengaruhi persepsi pada setiap peristiwa sosial, dimana dalam setiap kegiatan sosial tersebut selalu melibatkan hubungan antar-subjek dan terbentuknya makna. makna tersebut akan menentukan kesanggupan seseorang untuk terlibat dan berpartisipasi pada kegiatan tertentu dalam masyarakatnya (sutopo, 1996: 133).

dalam kamus besar bahasa indonesia, persepsi diintepretasikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya (depdikbud, 1995:759). persepsi selalu berkaitan dengan pengalaman dan tujuan seseorang pada waktu terjadinya proses persepsi. ia merupakan tingkah laku selektif, bertujuan, dan merupakan proses pencapaian makna, dimana pengalaman merupakan faktor penting yang menentukan hasil persepsi (sutopo, 1996:133).



tingkah laku selalu didasarkan pada makna sebagai hasil persepsi terhadap kehidupan para pelakunya. apa yang dilakukan, dan mengapa seseorang melakukan berbagai hal, selalu didasarkan pada batasan-batasan menurut pendapatnya sendiri, dan dipengaruhi oleh latar belakang budayanya yang khusus (spradly, 1980:137). budaya yang berbeda , melatih orang secara berbeda pula dalam menangkap makna suatu persepsi, karena kebudayaan merupakan cara khusus yang membentuk pikiran dan pandangan manusia.

dari teori-teori di atas, dapat dikemukakan bahwa persepsi merupakan proses aktif, dimana masing-masing individu menganggap, mengorganisasi, dan juga berupaya untuk mengintepretasikan yang diamatinya secara selektif. oleh karena itu, persepsi merupakan dinamika yang terjadi dalam diri seseorang pada saat ia menerima stimulus dari lingkungan dengan melibatkan indra, emosional, serta aspek kepribadian lainnya. dalam proses persepsi itu,
individu akan mengadakan penyeleksian, apakah stimulus individu berguna atau tidak baginya, serta menentukan apa yang terbaik untuk dikerjakannnya.

persepsi cenderung berkembang dan berubah, serta mendorong orang yang bersangkutan untuk menentukan sikap, karena tidak hanya terdiri dari being cognition yang pasif dan reseptif, tetapi juga jalan yang penuh keyakinan. sifat aktif menyebabkan seseorang mampu melihat realitas yang terdalam dan tidak mudah terkelabuhi oleh penampakan realitas yang semu. persepsi yang tajam menyebabkan seseorang memahami realitas diri dan lingkungannya dalam suatu interaksi interrasionalitas dengan totalitas dan tidak mudah terjebak pada salah satu pandangan yang empirisme.

postingan terkait :
teori persepsi

beberapa teori tentang pembangunan dan pembangunan pedesaan

sukirno (1985) mengemukakan pendapatnya tentang konsep pembangunan, mempunyai 3 sifat penting, yaitu : proses terjadinya perubahan secara terus menerus adanya usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita masyarakat dan kenaikan pendapatan masyarakat yang terjadi dalam jangka waktu yang panjang.

menurut todaro (1998) pembangunan bukan hanya fenomena semata, namun pada akhirnya pembangunan tersebut harus melampaui sisi materi dan keuangan dari kehidupan manusia.

todaro (1998) menambahkan bahwa pembangunan ekonomi telah digariskan kembali dengan dasar mengurangi atau menghapuskan kemiskinan, ketimpangan dan pengangguran dalam kontenks pertumbuhan ekonomi atau ekonomi negara yang sedang berkembang.

rostow (1971) juga menyatakan bahwa pengertian pembangunan tidak hanya pada lebih banyak output yang dihasilkan tetapi juga lebih banyak output daripada yang diproduksi sebelumnya.

dalam perkembangannya, pembangunan melalui tahapan-tahapan : masyaralat tradisional, pra kondisi lepas landas, lepas landas, gerakan menuju kematangan dan masa konsumsi besar-besaran. kunci diantara tahapanini adalah tahap lepas landas yang didorong oleh satu atau lebih
sektor. pesatnya pertumbuhan sektor utama ini telah menarik bersamanyabagian ekonomi yang kurang dinamis.

menurut hanafiah (1892) pengertian pembangunan mengalami perubahan karena pengalaman pada tahun 1950-an sampai tahun 1960-an menunjukkan bahwa pembangunan yang berorientasi pada kenaikan pendapatan nasional tidak bisa memecahkan masalah pembangunan. hal ini terlihat dari taraf hidup sebagian besar masyarakat tidak mengalami perbaikan kendatipun target kenaikan pendapatan nasional per tahun meningkat. dengan kata lain, ada tanda-tanda kesalahan besar dalam mengartikan istilah pembangunan secara sempit.

akhirnya disadari bahwa pengertian pembangunan itu sangat luas bukan hanya sekedar bagaimana menaikkan pendapatan nasional saja. pembangunan ekonomi itu tidak bisa diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya.

berbagai sudut pandang dapat digunakan untuk menelaah pembangunan pedesaan. menurut haeruman ( 1997 ), ada dua sisi pandang untuk menelaah pedesaan, yaitu:
  1. pembangunan pedesaan dipandang sebagai suatu proses alamiah yang bertumpu pada potensi yang dimiliki dan kemampuan masyarakat desa itu sendiri. pendekatan ini meminimalkan campur tangan dari luar sehingga perubahan yang diharapkan berlangsung dalam rentang waktu yang panjang.
  2. sisi yang lain memandang bahwa pembangunan pedesaan sebagai suatu interaksi antar potensi yang dimiliki oleh masyarakt desa dan dorongan dari luar untuk mempercepat pemabangunan pedesaan.
  3. pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung didesa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat. menurut peraturan pemerintah republik indonesia no : 72 tahun 2005 tentang desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bahwa perencanaan pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai dengan kewenangannya dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan desa.
tujuan perencanaan pembangunan sebagai berikut:
  1. mengkoordinasikan antar pelaku pembangunan.
  2. menjamin sinkronisasi dan sinergi dengan pelaksanaan pembangunan daerah.
  3. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.
  4. mengoptimalkan partisipasi masyarakat
  5. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya desa secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
kebijakan perencanaan pembangunan desa merupakan suatu pedoman-pedoman dan ketentuan-ketentuan yang dianut atau dipilih dalam perencanaan pelaksanakan (memanage) pembangunan di desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga dapat mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.

pemberdayaan masyarakat desa

istilah pemberdayaan masyarakat desa, pada dasarnya, serupa dan setara dengan konsep pengembangan masyarakat (community development). teori tentang pembangunan masyarakat desa awal memang tidak ada. perkembangan teori pembangunan desa dimulai dengan praktek, yaitu dari kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam situasi sosial yang dihadapi di dalam negara – negara yang menghadapi perubahan sosial yang cepat.

dari sudut padang teoritis perihal pemberdayaan bagi masyarakat desa secara umum sangat bergantung pada dua hal yaitu diri masyarakat itu sendiri dan intervensi dari kekuatan ekternal yaitu kekuatan yang ada di luar dari diri masyarakat. kekuatan yang ada pada masyarakat desa berkaitan dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut misalnya motivasi, keterampilan, kebutuhan, pengetahuan, sikap mental, dan sebagainya. sedangkan kekuatan yang berasal dari luar dirinya terkait dengan adanya bantuan atau stimulus yang mendorong mereka untuk lebih berdaya antara lain bantuan uang, bantuan alat dan sarana prasarana, kemampuan beradaptasi, kemampuan organisasi dan sebagainya.

kecenderungan dari pelaksanaan pemberdayaan yang selama ini dilakukan, baik oleh pihak pemerintah, pihak swasta ataupun oleh pihak-pihak lainnya lebih menekankan dan menitikberatkan kepada program charity (sumbangan, bantuan dan amal) contoh program bantuan langsung tunai (blt) oleh pemerintah, bantuan sarana prasarana, bantuan lahan dan perumahan dan sebagainya.

pemberdayaan dalam bentuk charity umumnya hanya bersifat sementara dan cenderung selalu mengalami kegagalan. kenyataannya, yang bersifat charity tersebut hanya akan membantu masyarakat hanya sbeentar saja, setelah bantuan tersebut habis maka masyarakat desa akan kembali menjadi miskin dan tidak berdaya.

membahas pembangunan khususnya di wilayah pedesaan mengandung kompleksitas yang tinggi dengan melihat beberapa aspek yang diukur dalam keberhasilan pembangunan tersebut. pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan – perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh masyarakatnya, dengan menggunakan tehnologi yang terpilih.

salah satu program pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai mampu memberikan kontribusi dalam jangka panjang adalah melalui pendekatan dan pembelajaran komunitas melalui kelompok atau organisasi. strategi pendekatan dan pembelajaran komunitas pada masyarakat desa selama ini jarang disentuh. padahal kita tahu bahwa melalui pendekatan dan pembelajaran komunitas tepatnya melalui pembelajaran kelompok bagi masyarakat desa tersebut, akan memiliki potensi mamampukan mereka di dalam memecahkan problematika hidup yang selama ini mereka hadapi.

istilah komunitas dalam hal ini merujuk pada warga – warga sebuah desa, kota, suku atau suku bangsa. soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kelompok baik besar maupun kecil yang anggotanya hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memebuhi kepentingan – kepentingan hidup yang utama.

kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat adalah adanya social relationship antara anggota – anggota kelompok tersebut. redfield (1963 : 4) menguraikan karakteristik komunitas. sebagai realitas sosial yang diidentifikasikan sebagai pemukiman kecil penduduk, bersifat mandiri (self contained) dan yang satu berbeda dengan yang lainnya. beberapa karakteristik komunitas antara lain:
a. komunitas memiliki kesadaran kelompok
b. komunitas tidak terlalu besar sehingga setiap anggota berkesemapatan mengenal secara pribadi satu sama lain, tetapi tidak terlalu kecil sehingga mereka dapat melakukan usaha bersama secara efisien.
c. komunitas bersifat homogen.
d. komunitas hidup mandiri (self-sufficient).

asumsi yang dibangun adalah melalui penguatan komunitas yang tinggi dan stabil akan lebih menciptakan kemandirian bagi masyarakat desa. melalui penguatan komunitas program pemberdayaan bagi masyarakat desa tersebut akan lebih terencana, terprogram dan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi. hal yang terpenting dalan penguatan komunitas tersebut bahwa dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pemberdayaan tersebut di lakukan secara mandiri oleh kelompok-kelompok masyarakat tersebut.

adapun pihak di luar masyarakat hanya dibutuhkan sebagai pendamping serta turut mengarahkan pembuatan kebijakan yang berpihak kepada pembangunan komunitas tersebut. dalam mengimplementasikan proses pembangunan desa berbasis komunitas, diperlukan adanya sesnsitivitas masyarakat desa di dalam menilai kondisi desanya masing – masing. pada awalnya setiap anggota masyarakat desa diharapkan mampu menilai dan mengevaluasi setiap kondisi baik secara fisik maupun non fisik desa. ketika pada elemen tertentu terdapat hambatan-hambatan, maka dengan sesegera mungkin dilakukan perbaikan-perbaikan.

pemberdayaan masyarakat desa

istilah pemberdayaan masyarakat desa, pada dasarnya, serupa dan setara dengan konsep pengembangan masyarakat (community development). teori tentang pembangunan masyarakat desa awal memang tidak ada. perkembangan teori pembangunan desa dimulai dengan praktek, yaitu dari kebutuhan yang dirasakan di dalam masyarakat terutama dalam situasi sosial yang dihadapi di dalam negara – negara yang menghadapi perubahan sosial yang cepat.

dari sudut padang teoritis perihal pemberdayaan bagi masyarakat desa secara umum sangat bergantung pada dua hal yaitu diri masyarakat itu sendiri dan intervensi dari kekuatan ekternal yaitu kekuatan yang ada di luar dari diri masyarakat. kekuatan yang ada pada masyarakat desa berkaitan dengan potensi yang dimiliki oleh masyarakat tersebut misalnya motivasi, keterampilan, kebutuhan, pengetahuan, sikap mental, dan sebagainya. sedangkan kekuatan yang berasal dari luar dirinya terkait dengan adanya bantuan atau stimulus yang mendorong mereka untuk lebih berdaya antara lain bantuan uang, bantuan alat dan sarana prasarana, kemampuan beradaptasi, kemampuan organisasi dan sebagainya.

kecenderungan dari pelaksanaan pemberdayaan yang selama ini dilakukan, baik oleh pihak pemerintah, pihak swasta ataupun oleh pihak-pihak lainnya lebih menekankan dan menitikberatkan kepada program charity (sumbangan, bantuan dan amal) contoh program bantuan langsung tunai (blt) oleh pemerintah, bantuan sarana prasarana, bantuan lahan dan perumahan dan sebagainya.

pemberdayaan dalam bentuk charity umumnya hanya bersifat sementara dan cenderung selalu mengalami kegagalan. kenyataannya, yang bersifat charity tersebut hanya akan membantu masyarakat hanya sbeentar saja, setelah bantuan tersebut habis maka masyarakat desa akan kembali menjadi miskin dan tidak berdaya.

membahas pembangunan khususnya di wilayah pedesaan mengandung kompleksitas yang tinggi dengan melihat beberapa aspek yang diukur dalam keberhasilan pembangunan tersebut. pembangunan merupakan upaya sadar dan terencana untuk melaksanakan perubahan – perubahan yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan mutu hidup atau kesejahteraan seluruh warga masyarakat untuk jangka panjang, yang dilaksanakan oleh pemerintah yang didukung oleh masyarakatnya, dengan menggunakan tehnologi yang terpilih.

salah satu program pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai mampu memberikan kontribusi dalam jangka panjang adalah melalui pendekatan dan pembelajaran komunitas melalui kelompok atau organisasi. strategi pendekatan dan pembelajaran komunitas pada masyarakat desa selama ini jarang disentuh. padahal kita tahu bahwa melalui pendekatan dan pembelajaran komunitas tepatnya melalui pembelajaran kelompok bagi masyarakat desa tersebut, akan memiliki potensi mamampukan mereka di dalam memecahkan problematika hidup yang selama ini mereka hadapi.

istilah komunitas dalam hal ini merujuk pada warga – warga sebuah desa, kota, suku atau suku bangsa. soekanto (2000) menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kelompok baik besar maupun kecil yang anggotanya hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memebuhi kepentingan – kepentingan hidup yang utama.

kriteria yang utama bagi adanya suatu masyarakat adalah adanya social relationship antara anggota – anggota kelompok tersebut. redfield (1963 : 4) menguraikan karakteristik komunitas. sebagai realitas sosial yang diidentifikasikan sebagai pemukiman kecil penduduk, bersifat mandiri (self contained) dan yang satu berbeda dengan yang lainnya. beberapa karakteristik komunitas antara lain:
a. komunitas memiliki kesadaran kelompok
b. komunitas tidak terlalu besar sehingga setiap anggota berkesemapatan mengenal secara pribadi satu sama lain, tetapi tidak terlalu kecil sehingga mereka dapat melakukan usaha bersama secara efisien.
c. komunitas bersifat homogen.
d. komunitas hidup mandiri (self-sufficient).

asumsi yang dibangun adalah melalui penguatan komunitas yang tinggi dan stabil akan lebih menciptakan kemandirian bagi masyarakat desa. melalui penguatan komunitas program pemberdayaan bagi masyarakat desa tersebut akan lebih terencana, terprogram dan memiliki tingkat efektivitas yang tinggi. hal yang terpenting dalan penguatan komunitas tersebut bahwa dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program pemberdayaan tersebut di lakukan secara mandiri oleh kelompok-kelompok masyarakat tersebut.

adapun pihak di luar masyarakat hanya dibutuhkan sebagai pendamping serta turut mengarahkan pembuatan kebijakan yang berpihak kepada pembangunan komunitas tersebut. dalam mengimplementasikan proses pembangunan desa berbasis komunitas, diperlukan adanya sesnsitivitas masyarakat desa di dalam menilai kondisi desanya masing – masing. pada awalnya setiap anggota masyarakat desa diharapkan mampu menilai dan mengevaluasi setiap kondisi baik secara fisik maupun non fisik desa. ketika pada elemen tertentu terdapat hambatan-hambatan, maka dengan sesegera mungkin dilakukan perbaikan-perbaikan.