tentang pemerintah desa

desa merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki bentuk pemerintahan yang diatur menurut ketentuan perundang-undangan. dalam sejarahnya, peraturan tentang pemerintahan desa pertama kali dibuat pada masa pemerintahan hindia belanda yang kita kenal dengan istilah igo (inslanche gemeente ordonnatie) l.n. 1906 nomor 83 dan igob (inslanche gemeente ordonnatie buitengewesten) l.n. 1938 nomor 490 yang berlaku sejak 1 januari 1939 l.n. 1938 nomor 681.

igo/s 83 tahun 1906 sebagai peraturan desa (pranata) tentang pemerintahan desa yang diberlakuka untuk jawa dan madura dan igob/s 490 tahun 1938 untuk daerah di luar jawa dan madura merupakan landasan pokok bagi ketentuan-ketentuan tentang susunan organisasi, rumah tangga dan tugas kewajiban, kekuasaan dan wewenang pemerintah desa, kepala desa dan anggota pamong desa. igo dan igob tersebut secara efektif berlaku dari tahun 1906 – 1942, namun secara tidak resmi dipakai terus sebagai rujukan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sampai dengan terbitnya undang-undang nomor 5 tahun 1979.

pada tahun 1999 pengaturan tentang desa mengalami berbagai perubahan dan dimasukkan dalam uu nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. kalau dalam uu nomor 5 tahun 1979 mengatur desa secara seragam, maka dalam uu nomor 22 tahun 1999 pengaturan tentang desa menjadi beragam dan memberikan kemungkinan suatu daerah menentukan sendiri bentuk pemerintahan desanya. ketentuan ini pun tidak jauh berbeda dari apa yang diatur dalam uu nomor 32 tahun 2004.

undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang, memuat pengaturan tentang desa pada bab xi pasal 200 – pasal 216. pada penjelasan dari ketentuan umum tentang desa disebutkan sebagai berikut :

desa berdasarkan undang-undang ini adalah desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945. landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

undang-undang ini mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. sedang terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.
beberapa istilah yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu :

otonomi desa sebagai otonomi yang asli.
otonomi desa merupakan otonomi yang asli, utuh dan bulat serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. hak berian merupakan kewenangan yang diperoleh oleh satu unit pemerintahan pada tingkat tertentu atas dasar pemberian oleh unit pemerintahan yang lebih tinggi. sedangkan hak bawaan merupakan serangkaian hak yang muncul dari suatu proses sosial, ekonomi, politik dan budaya dari suatu masyarakat hukum tertentu, termasuk hasil dari proses interaksi dengan persekutuan-persekutuan masyarakat hukum lainnya. legitimasi otonomi desa bertolak dari pengakuan akan hak asal usul dan adat istiadat serta keaslian kehidupan capital social dalam lingkungan civil society masyarakat desa

mengacu pada pada pemahaman tersebut maka, berdasarkan pasal 18 uud 1945, dapat dikatakan bahwa otonomi desa adalah hak bawaan. hal ini diperkuat oleh amandemen ke-2 pasal 18 uud 1945 yang menunjukkan bahwa otonomi desa merupakan hak bawaan. namun, pengaturan tentang desa yang ada pada uu nomor 32 tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti uu nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang, lebih menunjukkan otonomi desa sebagai hak berian walaupun pengakuan terhadap asal usul adat istiadat asli masyarakat setempat tetap ada.

desa geneologis dan desa administratif.
pembagian desa menjadi desa yang bersifat geneologis dan administratif inilah yang menjadi alasan bahwa uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti uu nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang, memandang otonomi desa sebagai hak berian atau hak bawaan. desa yang bersifat geneologis adalah desa asli dan merupakan desa adat. desa adat adalah sistem pemerintahan yang terjalin secara fungsional dan bukan secara struktural. hal tesebut tercermin dari fungsi pokoknya adalah di bidang adat dan agama. beberapa daerah di indonesia tetap melestarikan desa adat tersebut, misalnya nagari di sumatera barat, desa pakraman di jembrana provinsi bali, gampong di provinsi nad, lembang di sulawesi selatan, kampung di kalimantan selatan dan papua, negeri di maluku dan marga di kabupaten lahat.

desa yang bersifat administratif merupakan desa hasil pemekaran, karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen. desa tersebut dikategorikan sebagai desa dinas. desa dinas merupakan lembaga pemerintah yang berkaitan langsung dengan masalah-masalah administrasi kepemerintahan. desa ini dikepalai oleh seorang lurah/kepala desa.

sadu wasistiono (2003:59) membagi desa berdasarkan asal-usul dan ikatan kekerabatan penduduknya ke dalam tiga kelompok, yaitu :
  1. desa geneologis murni, dimana lebih dari 75% penduduknya masih memiliki ikatan kekerabatan pada derajat kedua, ke samping dan ke bawah;
  2. desa campuran, dimana 50% penduduknya masih memiliki ikatan kekerabatan pada derajat kedua, ke samping dan ke bawah;
  3. desa teritorial, dimana kurang dari 25% penduduknya masih memiliki ikatan kekerabatan pada derajat kedua, ke samping dan ke bawah.

menurut uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang, sistem pemerintahan desa tersebut terdiri dari :
  1. pemerintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa,
  2. pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa,
  3. perangkat desa adalah perangkat pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain. terdiri dari sekretaris desa. sekretaris desa membawahi beberapa kepala sub urusan.