otonomi daerah dan beberapa permasalahan

undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, sebagaimana telah diubah dengan uu nomor 8 tahun 2005 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang perubahan uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menjadi undang-undang telah memberikan nuansa baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di indonesia.

undang-undang nomor 32 tahun 2004 tersebut menggantikan uu nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, yang disyahkan dan diundangkan pada tanggal 15 oktober 2004. undang-undang ini lahir untuk menjawab berbagai permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah selama berlakunya undang-undang nomor 22 tahun 1999. sebagaimana diketahui banyak terjadi tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota. hal ini disebabkan adanya berbagai kerancuan dalam menafsirkan kewenangan sehingga menimbulkan konflik antar tingkatan pemerintahan, seperti kewenangan atas sumber daya alam dan sumber daya buatan yang ada di daerah.

hubungan yang kurang harmonis juga terjadi antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota akibat tidak adanya lagi hubungan hierarki antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota. walaupun demikian, uu nomor 32 tahun 2004 bukan berarti tanpa cacat. kehadiran uu nomor 32 tahun 2004 pun menuai pro dan kontra. beberapa kalangan mengatakan uu nomor 32 tahun 2004 memunculkan stigma resentralisasi, artinya ada upaya penarikan kembali beberapa kewenangan yang telah diberikan oleh pusat kepada daerah.

dwipayana dalam sumarta dan sucipta (2004:2) mengemukakan semangat resentralisasi itu tampak jelas dari pemaknaan desentralisasi dan otonomi daerah uu baru ini. lebih lanjut dikatakan olehnya : di sini desentralisasi dirumuskan sebagai penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah (pusat) kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem nkri. dengan pemaknaan desentralisasi sebatas sebagai penanganan urusan pemerintahan itu sama saja artinya mengerdilkan desentralisasi politik sebatas menjadi desentralisasi administratif. konsekuensinya, desentralisasi hanya terjadi di tubuh birokrasi negara (intergovernmental desentralization), dan itu sangat ditentukan oleh budi baik atau kemurahan hati pemerintah pusat.

menurut guru besar universitas gajah, mada miftah thoha menga¬takan uu nomor 32 tahun 2004 beraroma resentralisasi. diterbitkannya uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, menyiratkan adanya keinginan untuk mengulang pemerintahan orde baru, yaitu membentuk pemerintahan yang kuat efektif dan dikendalikan secara sentral. isi uu nomor 32 tahun 2004 serupa dengan yang terbaca di uu nomor 5 tahun 1974, yakni pemerintah tidak mengenal istilah desentralisasi kewenangan dan otonomi. karena di dalam uu nomor 5 tahun 1974, pemerintah orde ba¬ru tidak pernah menggunakan istilah kewenangan pemerintahan, tapi urusan pemerintahan, karena yang memegang kewenangan pemerintahan adalah pemerintah pusat.

uu nomor 32 tahun 2004 mencerminkan proses resentralisasi kekuasaan dan anti demokrasi baik di aras regional maupun lokal. pemerintah berupaya mengingkari pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan kepada rakyat, meniadakan partisipasi masyarakat dan anti demokrasi di wilayah lokal. pemerintah hanya menonjolkan aspek pencapaian tujuan kesejahteraan dan menjadikan pembangunan ekonomi sebagai panglima sebagaimana pada masa pemerintahan soeharto.