Manajemen Strategis


Manajemen strategi didefinisikan sebagai “upaya yang didisiplinkan untuk membuat keputusan dan tindakan penting yang membentuk dan memandu bagaimana menjadi organisasi  (atau entitas lainnya), apa yang dikerjakan organisasi (atau entitas lainnya), dan mengapa organisasi (atau entitas lainnya) mengerjakan hal itu “(Olsen dan Eadie dalam Bryson, 2003). Sementara Halachmi dalam Keban (2005) mengatakan bahwa “Strategic management is the effort to capitalize on the strengths of organization by taking advantage of favourable conditions inside or outside the organization; it is the process for implementing a strategic plan that integrates the organization’s goals, policies, and action sequences into a cohesive whole

Dengan melihat beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen strategi dapat didefinisikan sebagai suatu seni menggunakan kecakapan dan sumber daya suatu organisasi untuk mencapai suatu sasaran melalui hubungannya yang efektif dengan lingkungan dalam kondisi yang paling menguntungkan.

Peranan manajemen strategis mengalami pasang surut. Ketika pertama kali diperkenalkan, manajemen mengaggap sebagai alat bantu utama pengambilan keputusan manajerial. Sejak pertengahan dasawarsa tujuh puluhan sampai dengan awal pertengahan delapan puluhan, manajemen strategis dalam masa transisi. Ketika itu, sebagian manajemen sedang mempertanyakan ulang kontribusi yang diperoleh dari manajemen strategis, akan tetapi disaat yang sama, manajemen strategis juga sedang mencari bentuk barunya untuk memenuhi tantangan tersebut. Perubahan peran ini hampir sepenuhnya terjadi karena sulitnya orang melakukan prediksi lingkungan organisasinya yang pada ujungnya mempengaruhi derajat kesulitan eksekusi strategi yang telah direncanakan. Jarak antara rumusan dan implementasi semakin jauh.

Sejak akhir pertengahan pertama dasawarsa tujuh puluhan, banyak pihak mulai paham tentang semakin tingginya turbulensi lingkungan. Secanggih apapun alat dan model prakiraan bisnis yang digunakan, sepertinya tidak menjawab ketidakpastian masa depan. Seakan ada keterputusan (diskuinitas) dengan masa lalu. Data histories tidak dapat lagi sepenuhnya digunakan mengindikasikan apa yang hendak terjadi pada masa yang akan datang. Tidak ada lagi linieritas. Teknik ekstrapolasi tidak lagi memadai. Sepertinya tidak cukup dijelaskan dengan menggunakan teknik analisis yang rasional. Sering juga ditemukan kecenderungan kembar, yang bahkan kadangkala bertolak belakang satu sama lainnya. Tidak jarang perubahan terjadi dengan mendadak.

Sejak pertengahan kedua dasawarsa delapan puluhan, nampak mulai ada tanda-tanda transparan bahwa manajemen strategis mampu mengatasi persoalan tersebut, sekalipun ini belum dapat diartikan bahwa manajemen strategis telah kembali menempati posisi seperti sediakala sebagai alat bantu pengambilan keputusan manajerial.

Manajemen strategis terus berproses untuk melakukan perbaikan. Sekalipun ada organisasi yang dengan mudah melupakan dan meninggalkannya, akan tetapi nampaknya banyak organisasi lain yang lebih senang mengambil sikap untuk tetap menggunakannya dengan melakukan perubahan model. Aspek seni manajemen mendapatkan porsi yang lebih banyak dibanding sebelumnya. Tidak lagi sepenuhnya menganggap bahwa manajemen strategis adalah alat analisis yang mutlak bergantung pada logika. Proses perumusan strategi mendapatkan perhatian lebih banyak.

Kini penyusunan manajemen strategis haruslah dilihat sebagai usaha untuk mengetahui sedini mungkin kekuatan dan kelemahan suatu organisasi agar mampu bertahan menghadapi perubahan lingkugan yang terus menerus. Dengan demikian organisasi siap setiap saat merebut peluang yang muncul. Organisasi mencoba bertahan hidup dan disaat yang sama siap menangkap peluang emas yang dapat muncul secara tiba-tiba.

Jadi tugas pokok yang dibebankan pada manajemen strategis bukan lagi hanya mengidentifikasi peluang terbaik yang sedang tumbuh, akan tetapi menyiapkan perangkat yang siap menangkap sinyal perkembangan selembut apapun sinyal itu.  Proses manajemen strategis menurut Bryson (2003) meliputi delapan langkah, yaitu :
1)      Memprakarsai dan menyepakati suatu proses perencanaan strategis.
2)      Memperjelas mandat organisasi.
3)      Memperjelas misi dan nilai-nilai organisasi.
4)      Menilai lingkungan eksternal.
5)      Menilai lingkungan internal.
6)      Mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi.
7)      Merumuskan strategi untuk mengelola isu-isu.
8)      Menciptakan visi organisasi yang efektif untuk masa depan.